Jakarta, CNN Indonesia --
"Hai, guys!" "Halo, kakak-kakak!"Dua kalimat sapaan itu terlontar ceria dari mulut
bocah-bocah cilik yang getol wira-wiri di
media sosial. Mulutnya terbuka lebar, memperlihatkan deretan giginya yang belum sempurna betul. Menyapa netizen dengan mengucapkan diksi-diksi yang masih
balelol. Menggemaskan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Invasi media sosial membuat tren
influencer cilik naik daun selama beberapa tahun ke belakang. Di zaman kiwari,
influencer tak lagi diperankan oleh kaum dewasa, tapi juga anak.
Hampir semua bermula dari kegemaran orang tua mendokumentasikan keseharian si buah hati. Wajar saja, anak kecil memang lucu. Polahnya menggemaskan, apa saja dilakukan, seolah dunia hanya miliknya. Tanpa sadar, aksinya ditonton ratusan, bahkan ribuan pasang mata.
Tak sedikit dari mereka yang telah memiliki akun pribadi. Tentu, akun itu tak dibuatnya sendiri, melainkan oleh orang tua. Ibarat hipokampus si penyimpan memori pada otak, akun menjadi wadah bagi orang tua untuk menyimpan jejak menggemaskan si buah hati.
"Pas umur dua tahun aku bikin untuk album anak. Biar pas besar, [anak] bisa buka sendiri melihat masa kecil dia, karena langsung ada tanggalnya kalau di Instagram," ujar Aurelia Ratna pada
CNNIndonesia.com.
Aurelia Ratna adalah ibu dari Chiellyn Ashley, seorang
influencer cilik yang gemar memasak. Namanya dikenal di seantero warga jagat maya.
Chiellyn boleh jadi baru berumur enam tahun. Tapi, jangan tanyakan popularitasnya. Hingga kini, akun @chiellyn_ashley telah diikuti oleh lebih dari 22 ribu pengguna.
[Gambas:Instagram] Setiap unggahannya selalu bikin netizen gemas. Belum lagi sapaan "Hai,
guys!" atau "Halo, kakak-kakak!" yang selalu terlontar dari mulut Chiellyn.
"Lucu banget,
sih." Begitu rata-rata netizen berkomentar.
Meski tak tahu apa sebenarnya fungsi dari media sosial, Chiellyn tak keberatan aksinya dipublikasikan. "Enggak tahu,
sih, [media sosial] buat apa. Tapi senang kalau
divideoin, biar semua tahu cara buatnya [masakan]
gimana," kata Chiellyn kepada
CNNIndonesia.com.
Berawal dari kegemasan ini lah, pelan-pelan si kecil menjelma
influencer generasi anyar. Kegiatan yang dilakoni tak jauh berbeda dengan
influencer dewasa pada umumnya. Selain memamerkan kegiatan sehari-hari, mereka juga turut terlibat dengan aktivitas
endorsement produk atau acara tertentu.
[Gambas:Instagram] "Halo, kakak! Aku dapat promo nih. Ayo ikut aku!" Jonathan Ricardo Sugianto alias Tatan, si
influencer cilik juga tampak menggemaskan. Potongan rambut cepak nyaris botak membuatnya tampil jenaka. Dengan fasih dia bercerita tentang promo yang didapatnya dari salah satu pusat wahana bermain anak.
[Gambas:Instagram] Akun Instagram-nya sudah memiliki lebih dari 3 juta pengikut. Tak hanya unggahan
endorsement, polah lucunya juga diabadikan keluarga. Celotehnya mengundang tawa karena diksi-diksi yang ia gunakan.
Fenomena ini kiranya telah berlangsung selama 2-3 tahun ke belakang. Tak hanya di Indonesia, tren
influencer cilik terlebih dahulu menggema secara global.
Di Amerika Serikat, Ryan menikmati popularitasnya sebagai
influencer cilik.
Forbes melaporkan, melalui
platform YouTube, Ryan mengumpulkan US$22 juta atau sekitar Rp307,4 miliar dalam kurun waktu 12 bulan.
Ryan kerap mengulas sejumlah mainan melalui kanal YouTube-nya, RyanToysReview. Dalam video, Ryan mengutarakan apa yang membuatnya menyukai mainan yang sedang digenggamnya.
[Gambas:Youtube] Tak ada yang salah dan tak jadi soal. Eksistensi di media sosial ibarat kegiatan selingan di tengah rutinitas harian anak.
Toh, bocah-bocah cilik itu terlihat begitu percaya diri dan fasih saat beraksi. Lagi pula, siapa tahu jika kegiatan serupa ini bisa mendorong potensi anak?
"Kalau kemudian ingin jadi
YouTuber dan dimulai dari
influencer, kenapa tidak? Itu bagian dari minat anak," ujar pemerhati anak, Seto Mulyadi pada
CNNIndonesia.com. Bukan hal yang tak mungkin jika ini menjadi pijakan untuk masa depan anak.
Lagi pula, mengolah konten bukan perkara mudah. Dibutuhkan serangkaian proses berpikir dan ide kreatif untuk menghasilkannya.
Dalam konteks
influencer cilik, hampir semua konten dikonsep dan diolah oleh orang tua. Namun, bukan tak mungkin jika stimulus kreatif yang diberikan orang tua bisa menular pada anak.
Kendati demikian, bukan berarti
influencer cilik selalu berada di jalan mulus. Diam-diam, sederet kekhawatiran mengintai di baliknya. Mulai dari privasi yang terganggu hingga ancaman kekerasan terhadap anak.
Mempublikasikan anak di media sosial disebut sama saja dengan menempatkan anak dalam posisi bahaya. "Ekspose anak di media sosial secara tidak langsung membuka peluang bagi para pelaku kekerasan yang bisa mencederai anak," ujar Ketua Komisi Perlindungan Anak (Komnas Anak), Arist Merdeka Sirait pada
CNNIndonesia.com.
Terlepas dari berbagai pro dan kontra yang muncul, riuh rendah
influencer cilik menjadi realitas yang ada saat ini. Keberadaannya mewarnai dinamika kehidupan manusia masa kini.
Masih dalam rangka Hari Anak Nasional,
CNNIndonesia.com mencoba mengulik berbagai hal yang terkait dengan eksistensi
influencer cilik di jagat maya. Berbagai pro dan kontra ini kiranya dapat dijadikan pijakan bagi orang tua.
[Gambas:Video CNN] (asr/asr)