Jakarta, CNN Indonesia --
Mode berkembang begitu cepat. Kini, dunia mode tengah menjejakkan kakinya di tengah riuh-rendah tren konsep
mode berkelanjutan. Tujuannya, agar alam beserta isinya kian lestari.
Konsep ini tentu tak muncul ujug-ujug. Industri
fast fashion disebut sebagai salah satu 'biang kerok' yang membuat alam penuh dengan lautan limbah tekstil.
Ya, dunia mode tampaknya kini tengah menyadari dampaknya yang menyisakan cerita pilu soal alam juga manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Isu mode berkelanjutan ini diangkat dalam ajang Jakarta Fashion Trend (JFT) 2020 yang digagas oleh Indonesia Fashion Chamber (IFC). Lewat tema 'Fashion Revolution', IFC menggaungkan kepeduliannya atas isu kelestarian alam beserta isinya termasuk manusia.
Sebanyak 29 desainer mencoba mengeksplorasi konsep mode berkelanjutan dalam ragam rancangannya di Maybank Syariah, Senayan, Jakarta, Rabu (19/11). Beberapa di antaranya cukup menarik perhatian.
Tengok saja desainer Deden Siswanto yang mengusung konsep mode berkelanjutannya melalui sejumlah koleksi busana pria. Deden menghadirkan busana serba denim yang dibuat dengan teknik perca. Potongan-potongan kain itu kemudian disatukannya dalam siluet mantel dan outer berupa kimono.
 Koleksi busana serba denim rancangan Deden Siswanto dipamerkan dalam Jakarta Fashion Trend (JFT) 2020 di Maybank Syariah, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11). (Dok. Ari Prastowo) |
Ada pula label Eugeneeffectes yang mengusung koleksi bertajuk 'Gembel Glamour'. Seperti Deden, label ini meracik perca denim yang sudah melalui proses 'washing' dengan linen maupun flanel bermotif kotak-kotak kuning, ungu, dan merah muda. Sesuai dengan DNA Eugeneeffectes, konsep mode berkelanjutan ini diejawantahkan melalui koleksi busana street style yang bebas dan muda.
Meski sulit ditangkap mata, label Kita Brand dan desainer Emmy Thee juga mencoba menerjemahkan konsep berkelanjutan dengan cara yang berbeda.
Lewat koleksi busana bertajuk 'Bushido', Kita Brand memanfaatkan kain-kain tak terpakai sehingga busana minim sampah. Potongan-potongan kain ini pun disulap jadi busana dengan look bernuansa Jepang di era Meiji dan Showa.
Kebanyakan busana yang disajikan mengambil bentuk kimono, potongan celana, serta blus. Detail jahitan benang dengan warna kontras menambah unik koleksi busana yang ditampilkan.
 Konsep mode berkelanjutan diterapkan label Eugeneeffectes dengan kain sisa yang diracik dengan kain katun dan flanel. (Dok. Ari Prastowo) |
Serupa tapi tak sama, desainer Emmy Thee menerapkan konsep zero waste dalam koleksi busana yang dipamerkan. Emmy mencoba meminimalisir sampah atau potongan kain sisa yang tak terpakai. Untuk menyiasatinya, Emmy menghadirkan busana-busana dari kain persegi yang dilipat atau diracik dengan teknik draping.
Konsep yang dipilih Emmy membuat koleksi bertajuk 'Kusebut Dia Rumah' ini terlihat unik. Betapa tidak, busana seolah terlihat diracik tanpa jahitan atau hanya sesederhana menumpuk-numpuk kain.
Meski tak maksimal, rangkaian peragaan busana yang cukup panjang ini setidaknya telah berupaya untuk menggambarkan revolusi mode yang digaungkan. Minimnya narasi menimbulkan beberapa pertanyaan mengenai konsep mode berkelanjutan seperti apa yang ingin diusung. Peragaan seolah hanya memanjakan mata tanpa membiarkan penonton mengetahui makna di balik pembuatannya.
Apa Itu Mode Berkelanjutan? Konsep berkelanjutan telah membuat banyak orang di zaman kiwari kepincut. Beberapa label mode besar kelas dunia bahkan telah beramai-ramai menggaungkan konsep mode berkelanjutan yang diusungnya. Beberapa label bahkan telah menyetop penggunaan bulu dan kulit hewan asli.
Mengutip laman
Sustainable Fashion Matterz, mode berkelanjutan bisa ditilik dari dua sisi: label dan konsumen.
Dari sisi label, konsep ini berarti menggunakan pendekatan yang berfokus pada kelestarian alam dan kesejahteraan orang-orang yang terlibat dalam pembuatan busana. Tujuannya, agar proses produksi busana tak banyak menyisakan cerita pilu, baik bagi alam ataupun para pembuatnya.
Sedangkan dari sisi konsumen, konsep mode berkelanjutan adalah mengetahui asa muasal busana yang dikenakan. Kegiatan membeli busana tak ubahnya bentuk dukungan terhadap seluruh elemen produksi.
 Lewat koleksi 'Bushido', Kita Brand menerjemahkan konsep mode berkelanjutan dengan penggunaan kain sisa. (Dok. Ari Prastowo) |
Desainer sekaligus Ketua IFC Jakarta Chapter menuturkan bahwa seseorang sebaiknya mengetahui siapa yang ada di balik pembuatan busana yang mereka kenakan. "
Who makes your cloth," ujar Hannie.
Hal ini jelas tak bisa didapat dari konsep fast fashion. Konsumen tak bisa mendeteksi siapa yang meracik busana mereka. Berbeda dengan konsep mode berkelanjutan,
fast fashion juga tak menjamin kualitas dan kesejahteraan para pekerja.
"
Sustainable fashion itu enggak cuma daur ulang, tapi juga
good design dan menjamin kesejahteraan karyawan," ujar Hannie.
[Gambas:Video CNN] (els/asr)