Jakarta, CNN Indonesia -- Ria Sukma Wijaya atau yang akrab dikenal dengan Ria SW merupakan
YouTuber yang kini tengah naik daun. Keahliannya mengolah konten
kuliner bikin banyak orang kepincut.
Lewat konten jelajah kuliner yang dikemas dengan gaya kekinian, video makan-makan Ria selalu ditunggu pengikutnya. Tak jarang bahkan video yang diunggahnya jadi
trending YouTube.
CNNIndonesia.com berbincang dengan Ria yang baru saja merilis buku terbarunya bertajuk
Off the Record 2. Ria berbagi cerita mengenai buku terbarunya, pengalaman wisata kuliner, hingga impiannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut wawancara
CNNIndonesia.com dengan Ria SW.
Buku Off the Record 2 merupakan sekuel dari buku pertama yang berjudul sama. Apa perbedaan buku kedua ini dengan buku yang pertama? Off the Record yang pertama itu lebih
light (ringan). Ceritanya tentang pekerjaan aku seperti apa, cara bikin video, kesulitannya, sama kesenangannya.
Kalau yang kedua ini aku lebih ingin kasih lihat tentang di balik semuanya (dunia pekerjaan sebagai
food vlogger). Kayak
struggle-nya (perjuangan) aku. Itu yang jadi poin utamanya.
Kalau mereka (penonton atau netizen) lihat hidup aku kayaknya menyenangkan banget dalam video, pergi ke mana, lalu makan, senang-senang
aja enggak ada masalah. Aku pengin kasih tahu kalau aku sama kayak mereka, aku juga punya
struggle-nya.
Tantangan dan perjuangan seperti apa yang ditemui Ria saat sedang mencari makanan atau wisata kuliner? Sebenarnya,
struggle-nya bukan ke konten, tapi lebih kepada aku. Misalnya, aku ingin mencapai sesuatu, tapi itu enggak semudah yang dipikirkan.
Orang berpikir, dengan aku punya nama, sudah pasti bisa (mencapai yang diinginkan). Apa pun yang aku mau pasti bisa dicapai. Tapi, aslinya enggak kayak gitu.
Dan juga, untuk jadi kayak sekarang, aku banyak mengorbankan hampir segala hal. Itu yang mau aku kasih lihat.
Jadi, ketika kita menginginkan sesuatu, memang harus ada hal-hal yang kita korbankan. Memang enggak bisa kita dapatkan semua yang kita mau.
Berapa lama proses pembuatan buku ini? Prosesnya enggak terlalu makan waktu banyak karena aku punya tim. Semuanya tim yang sama (dengan buku pertama). Kami sudah tahu ritmenya dan tugas masing-masing.
Jadi, enggak terlalu lama. Cuma delapan bulan, mungkin. Mulai dari pengumpulan isi kontennya hingga ilustrasinya.
Bagaimana mengingat kejadian yang sudah dilewati? Apa Ria selalu menulis catatan harian? Enggak, enggak. Kebetulan aku tipe orang yang selalu ingat kejadian-kejadian yang terjadi saat syuting dengan detail.
Apa pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca lewat buku ini? Sekarang itu banyak banget orang yang suka 'membunuh' kita. 'Membunuh' ini dalam arti meragukan kemampuan kita dan meragukan apa yang ingin kita capai. Itu yang ingin aku tekankan, jangan terlalu fokus sama apa yang orang bicarakan.
Misalnya, orang berpikir 'enggak bakal mungkin jadi penyanyi, mana bisa jadi penyanyi'. Percaya
aja sama diri kamu sendiri, fokus
aja di situ dan wujudkan. Pasti bisa.
 Ria SW bercerita tentang perjuangannya sebagai food vlogger dalam buku teranyar bertajuk Off The Record 2. (CNN Indonesia/ Hesti Rika) |
Apa ketakutan terbesar dari seorang Ria SW saat menjalankan pekerjaan sebagai food vlogger? Ketakutan terbesar aku sebenarnya adalah diri aku sendiri. Ketakutan ketika diri aku menganggap bahwa aku enggak bakal bisa lebih maju lagi setelah ini atau enggak bisa mencapai hal baru yang aku inginkan.
Ya, ketakutan terbesar aku, diri aku sendiri.
Lalu, bagaimana cara mengatasi hal itu? Caranya, yaitu aku balik lagi dengan siapa aku bergaul, orang-orang yang dekat sama aku, seperti keluarga aku,
inner circle (lingkaran pergaulan) aku.
Mereka itu lah yang selalu mengingatkan aku, mendorong aku, bahwa aku pasti bisa dan ketakutanku cuma ada di pikiranku. Jadi, balik lagi dengan siapa aku bergaul dekat.
Dalam satu hari, berapa banyak lokasi kuliner yang bisa dikunjungi? Biasanya,
sih, minimal tiga atau tempat. Minimal! Maksimal tujuh, mungkin.
Mengapa semua makanan yang diulas hampir selalu disebut enak? Sebenarnya banyak banget yang bilang gitu, 'ah Kak Ria
mah semua makanan dibilang enak, nggak ada ada yang enggak enak'. Ya, pasti. Soalnya yang aku mau
videoin itu yang aku suka.
Kalau aku enggak suka,
ngapain aku buang-buang waktu ke sana, makan, syuting, edit sampai begadang. Jadi, memang tahap pertamanya itu, aku tahu dulu apa yang aku mau makan.
Menurut Ria, bagaimana kriteria makanan yang nikmat? Aku bingung sebenarnya kalau ditanya ini, karena aku suka semua. Aku suka makanan manis, pedas juga. Yang sedikit asin juga aku suka, asam juga.
Kalau ditanya kriteria makanan yang aku suka, mungkin yang enggak terlalu manis, tapi ada sedikit pedasnya.
Bagaimana cara Ria SW memilih tempat makan atau restoran yang akan dikunjungi di suatu tempat? Apa saja yang menjadi pertimbangannya? Kalau ke luar negeri,
kan, enggak mungkin aku pergi duluan, makan dulu, baru syuting.
Jadi, biasanya itu tergantung foto atau kisah dari teman yang aku percaya. Maksudnya, teman yang lidahnya sama kayak aku. Kalau misal dia suka, sudah pasti aku juga suka. Atau, misalnya kalau aku lihat gambar lalu
ngiler, ya berarti aku pasti suka.
[Gambas:Instagram]
Apakah Ria juga mempertimbangkan rating atau komentar di mesin pencari seperti Google? Terkadang, yang aku cari itu enggak ada di Google. Dalam artian, enggak banyak orang yang memberi
review (ulasan).
Tergantung tempatnya. Jadi, ada beberapa tempat yang aku lihat di Google, terus aku tanya beberapa orang. Tapi, ada juga di beberapa tempat yang aku lihat di aplikasi lain, kemudian aplikasi lain aku bandingkan dengan yang lain. Banyak banget cara seleksinya,
sih.
Tapi, kalau misalnya pas aku ke sana ternyata enggak sesuai harapan, ya sudah, aku enggak akan
masukin ke video (YouTube). Jadi, enggak semua yang aku datangi saat itu, masuk ke video.
Beberapa tempat yang kurang cocok di lidah aku enggak
dimasukkin ke video. Makanya kenapa hampir dalam semua video, aku bilang suka. Ya, karena melewati proses seleksi itu.
Berapa banyak video yang akhirnya terbuang? Ada rencana untuk merilis video makanan yang tidak enak? Banyak. Banyak banget.
Aku enggak akan merilis video makanan yang enggak enak.
Aku tahu banget, secara konten, itu (video makanan tidak enak) akan menyenangkan untuk ditonton.
Tapi, dengan begitu, aku sangat mengorbankan orang yang punya dagangan. Jadi lebih baik aku mengutamakan mereka, dibanding mengutamakan konten.
 Foto dan informasi kuliner dari teman jadi pertimbangan Ria SW untuk memilih makanan yang akan didokumentasikan. (CNN Indonesia/ Hesti Rika) |
Pengalaman makan seperti apa yang paling menyenangkan yang pernah dialami Ria? Makan yang membekas itu ketika aku tahu sejarah mereka di balik itu.
Misalnya, aku makan di suatu tempat, ternyata mereka mulainya dari usahanya kecil, di gerobak, sudah 25 tahun, bisa sampai besar dan rasanya tetap konsisten seperti dulu.
Biasanya,
kan, orang (pebisnis kuliner) memikirkan gimana caranya supaya bisa dapat untung lebih banyak. Caranya dengan mengurangi beberapa bahan atau mengganti dengan yang lebih murah.
Nah, mereka enggak begitu. Mereka tetap menjaga kualitasnya dan bisa konsisten mempertahankannya.
Ketika aku tahu
history-nya dan aku makan, itu terasa lebih enak.
Bagaimana tips memilih kuliner atau tempat makan yang enak versi Ria SW? Kalau aku pribadi, yang selama ini aku terapkan dan tetap akan aku terapkan adalah bahwa aku harus suka dulu (sama makanannya), bukan karena viral saja.
Makanan apa yang ingin sekali dicoba tapi belum sempat untuk dinikmati?Ada satu makanan yang bikin aku penasaran. Ada satu makanan Betawi sudah langka banget, aku ingin coba, tapi enggak tahu cari di mana.
Kalau enggak salah itu namanya sayur babanci. Itu aku ingin banget. Tapi aku enggak tahu siapa yang bikin itu.
Sehari-hari, Ria SW kerap disibukkan oleh kegiatan meracik video kulinernya yang menggugah selera. Di luar itu, YouTuber asal Jakarta ini juga punya mimpi-mimpi di masa mendatang.
Bagaimana keseharian Ria SW selain membuat video kuliner? Aku menulis. Aku memang ingin meniti karier di dunia tulis menulis sampai tua, karena memang itu salah satu impian aku.
Impian aku yang lainnya, ingin banget bikin film. Ini juga cita-cita aku dari kecil buat jadi sutradara dan itu belum kesampaian hingga sekarang.
Film tentang kuliner? Kayaknya lebih ke
thriller,
deh.
Hehehe. (diikuti dengan tawa)
Antara menulis dan menjadi YouTuber, mana yang lebih disukai? Dua-duanya. Soalnya aku suka bikin video. Bikin video itu salah satu wadah untuk belajar bisa bikin film. Dan menulis ini memang salah satu wadah untuk belajar untuk bikin skenario. Dua-duanya aku suka.
[Gambas:Instagram]Apakah Ria juga mendapatkan komentar jahat dari netizen? Haters itu sudah pasti ada. Maksudnya, sebaik apapun kita, itu (
haters) sudah pasti ada.
Bagaimana caraku mengatasinya? Aku enggak pernah peduli sama mereka. Mereka itu orang-orang yang enggak eksis, cuma
ngumpet di balik layar monitor, di balik monitor dan di balik nama, tanpa nama. Aku enggak mau menghabiskan energi, emosi, dan pikiran ke orang-orang yang enggak terlalu berguna untuk aku.
Apa ada komentar netizen yang membekas bagi Ria? Ada. Mungkin dulu banget, tapi aku sudah lupa. Karena aku tahu banget kalau fokus melihat komen itu, enggak bagus
feedback-nya untuk aku. Karena aku enggak dapat energi positif dari situ, jadi aku setop melakukan itu.
Sebagai food vlogger, apa Ria juga memiliki keinginan untuk membuka kafe atau restoran? Seperti apa? Aku bercita-cita punya kafe, tapi sepertinya
skill (kemampuan) dan kapasitas aku belum mumpuni untuk ke arah sana.
Aku ingin punya kafe yang belum pernah orang lain ciptakan. Begitu pula dengan konsep tempatnya.