Jakarta, CNN Indonesia -- Selain syarat administratif, sejumlah
sekolah mulai dari jenjang KB (Kelompok Bermain), TK (Taman Kanak-kanak) hingga
SD (Sekolah Dasar) juga menerapkan sejumlah syarat bagi para calon siswa untuk bisa diterima sebagai anak didik.
Bila dua puluh tahun lalu syarat masuk SD dilihat dari kemampuan membaca dan berhitung, metode belajar di dunia pendidikan yang sudah jauh berbeda membuat TK dan SD menerapkan syarat yang berbeda pula.
Sejumlah lembaga pendidikan mulai dari KB, TK dan SD kini juga menjadikan sesi wawancara antara orang tua dengan pihak sekolah sebagai salah satu syarat wajib agar anak bisa diterima di sekolah tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walau kebanyakan orang tua sudah 'fasih' menjalani wawancara kerja, tak jarang orang tua yang merasa gugup saat menghadapi wawancara dengan pihak sekolah.
Bukan tanpa alasan, sebab selain sesi observasi siswa (siswa dinilai perkembangannya oleh psikolog dari sekolah), interview dengan orang tua adalah sesi penting yang menentukan apakah anak cocok dengan sekolah atau tidak.
Wawancara dengan pihak sekolah biasanya dilakukan antara kedua orang tua (ayah dan ibu) serta kepala sekolah yang didampingi oleh psikolog. Pastikan ayah dan ibu bisa hadir saat wawancara, sebab kehadiran kedua orang tua bisa menjadi nilai lebih ketimbang hanya satu pihak yang hadir, kecuali ada alasan yang benar-benar kuat.
Psikolog Klinis Anak dan Remaja Listya Paramita mengatakan kepada
CNNIndonesia.com, Jumat (20/12), tujuan sekolah mengadakan sesi wawancara antara pihak sekolah dengan orang tua adalah untuk mengukur apakah orang tua memiliki nilai-nilai, harapan, hingga aturan-aturan yang sejalan dengan yang diterapkan di sekolah. Sehingga, diharapkan pendidikan anak di sekolah dan di rumah bisa selaras.
Begitu juga sebaliknya, sesi wawancara juga bisa menjadi sarana bagi orang tua untuk mengenal lebih dalam tentang sekolah. Misalnya bagaimana metode pengajaran, apa saja nilai-nilai budi pekerti yang ditanamkan, bagaimana sikap guru dalam menghadapi anak didik, dan apapun yang sekiranya ingin ditanyakan oleh orang tua. Sehingga orang tua bisa mempertimbangkan apakah visi dan misi sekolah sejalan dengan apa yang diharapkan.
Bila tidak ada kesamaan, ditakutkan anak bisa menjadi bingung dan akhirnya perkembangannya menjadi kurang optimal, baik secara akademis maupun karakter. Belum lagi, pendidikan SD memakan waktu hingga 6 tahun dengan biaya yang tak sedikit.
Jujur tentang kondisi keluarga dan anakSelain menakar nilai-nilai, selama sesi ini sekolah juga akan menilai sejauh mana orang tua terlibat dalam pengasuhan anak sehari-hari hingga pendidikan anak. Termasuk mengukur kesediaan orang tua untuk mendukung program-program yang dijalankan oleh pihak sekolah.
Seperti yang dialami oleh Isma Anggrita, ibu dari putri bernama Mika (6). Isma berbagi cerita kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (19/12), tentang pengalaman saat ia dan sang suami melakukan wawancara dengan pihak sekolah sekitar awal tahun lalu. Isma memilih SD swasta berbasis karakter yang ada di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
 Foto: Istockphoto/ Demaerre |
Ia bercerita, sesi wawancara berlangsung sekitar satu jam. Kala itu pihak sekolah sudah memegang berkas hasil observasi anak yang telah dilakukan seminggu sebelumnya.
Menurut Isma, ada satu pertanyaan yang cukup menantang untuk dijawab, yaitu pertanyaan tentang 'Bisakah orang tua terus mendukung sekolah dalam bentuk petan aktif di kegiatan sekolah dan konsisten bergandengan tangan dengan sekolah dalam hal pengasuhan anak?'
"Saya dan suami sempat khawatir tidak mampu mendampingi anak seperti yang diharapkan sekolah. Sebab semua tugas dan proyek anak (PR) hingga kegiatan di sekolah seperti renang, field trip, acara sekolah, benar-benar membutuhkan peran aktif orang tua. Nantinya, akan ada penilaian untuk orang tua dalam hal membimbing tugas anak dan juga di kegiatan sekolah," katanya.
Tak hanya untuk ibu, pihak sekolah juga melalukan wawancara untuk ayah untuk melihat sejauh apa peran ayah dalam pengasuhan anak.
Isma menyarankan agar ibu berkata jujur karena pihak sekolah akan membandingkan dengan hasil psikotes yang didapat pada sesi observasi. Dengan kata lain, bila ibu dan ayah benar-benar terlibat dalam pengasuhan anak, maka untuk wawancara tak perlu persiapan apapun, karena sebagian pertanyaan adalah mengenai anak.
Listya menambahkan, "Jujur dan terbuka atas semua pertanyaan dari pihak sekolah serta ungkapkan nilai-nilai yang menjadi prinsip dalam mendidik anak yang telah diterapkan orang tua kepada anak agar pihak sekolah dapat mengukur kesamaan nilai-nilai yang diterapkan di sekolah dan di rumah."
Contoh pertanyaan saat wawancara sekolah anakBeberapa hal yang juga ditanyakan oleh pihak sekolah selama sesi wawancara ialah seputar kegiatan anak, kemandirian, kebiasaan, hingga kedekatan dengan orang tua. Berikut sejumlah contoh pertanyaan:
1. Apa yang diharapkan orang tua menyekolahkan anak di sekolah ini?
2. Apakah ibu dan ayah bekerja? Sejauh mana orang tua bisa mendampingi anak dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah?
3. Siapa pengasuh utama anak di rumah?
4. Apa yang dilakukan anak sehari-hari seperti permainan yang disukai, dengan siapa anak bermain, makanan yang disukai, makanan yang tidak disukai, dan kegiatan harian anak lainnya.
5. Bagaimana perilaku anak saat sedang marah? Misalnya apakah anak hanya menangis, suka berguling-guling, atau bahkan melempar benda?
6. Bagaimana sikap anak saat bertemu dengan orang baru, apakah biasa saja, malu, menangis?
7. Apakah anak sudah bisa makan sendiri, ke toilet sendiri, melepas dan memakai baju sendiri?
8. Bagaimana penerapan nilai-nilai agama?
9. Apa yang dilakukan keluarga di akhir pekan?
Tulisan ini merupakan bagian dari fokus yang berjudul 'Lika-liku Pilih Sekolah Anak'[Gambas:Video CNN] (ayk/ayk)