Jakarta, CNN Indonesia --
Stay at home alias tetap berada di rumah saat ini jadi strategi yang dilancarkan demi mencegah penularan
virus corona.
Stay at home bukan berarti Anda harus selalu di rumah, tetapi Anda membatasi aktivitas di luar rumah--kecuali perlu sesuatu hal yang mendesak.
Perusahaan menyiasati pekerjanya agar bisa bekerja dari rumah (
work from home). Anak-anak pun mau tak mau belajar di rumah. Terlihat 'ribet' tetapi Astrid Gonzaga Dionisia, child protection specialist UNICEF Indonesia menilai justru
stay at home merupakan kesempatan merajut komunikasi seluruh anggota keluarga.
"Hal-hal yang sehari-hari selama ini sulit kita lakukan terutama bagi keluarga yang tinggal di perkotaan. Kita lihat realitas Jakarta, bapak ibu pulang malam hari dan anaknya tidur," kata Astrid dalam konferensi pers di BNPB, Jakarta, Kamis (2/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak pelak,
stay at home pun jadi tantangan buat para orang tua, khususnya di Indonesia.
1. Mendampingi anak sesuai usiaAnak-anak juga seperti orang dewasa yang merasa bosan karena tidak bisa keluar rumah. Astrid berkata anak remaja cenderung ingin bermain dengan teman sebayanya. Orang tua pun dituntut untuk mampu mendampingi anak, menjadi kawan untuk anak-anak mereka.
Tapi tak hanya kawan, orang tua juga turut didaulat untuk bisa jadi guru--sementara waktu.
"Saya pernah mengalami. Anak saya itu adalah apa yang dikatakan ibu guru. Ini jadi tantangan, kita menjadi guru di keluarga," imbuh dia.
2. FasilitasHarus disadari bahwa
stay at home membawa aneka konsekuensi. Anak yang belajar di rumah perlu fasilitas internet untuk mengakses materi dan tugas mata pelajaran.
"Ada keterbatasan fasilitas tersebut sehingga tidak bisa mengikuti belajar online dibanding teman-teman mereka, karena keterbatasan. Dan akhirnya nilai mungkin tidak baik, mungkin
bullying karena tidak terekspose," kata Astrid.
3. Minim pengawasanTak semua orang bisa mengerjakan pekerjaannya dari rumah. Bagi orang tua yang tergolong kelompok masyarakat ekonomi rentan masih harus mencukupi kebutuhan harian.
Sebagian orang tua itu terpaksa keluar rumah untuk tetap bekerja, sehingga anak minim pengawasan. Astrid berkata, lembaganya memperoleh laporan dari sejumlah daerah bahwa
stay at home bukan berarti sepenuhnya bisa membatasi pergerakan.
"Karena di keluarga yang [ekonominya] rentan, stay at home berarti ada pembatasan dari mata pencaharian mereka, yang dampaknya adalah kelangsungan hidup mereka. Mereka harus keluar rumah untuk mencari sesuap nasi, dengan demikian anak-anak tidak ada yang mengawasi. Siapa nanti yang mengasuh anak-anak? Dan di sinilah berarti anak-anak menjadi rentan terkena covid-19, [karena] tidak ada pengawasan," jelas dia.
4. Rentan stresOrang tua harus melakukan banyak penyesuaian. Tak hanya soal pekerjaan harian, ada pula tugas-tugas lain di rumah. Deret tanggung jawab seperti, belanja, memasak, mendampingi anak-anak, juga jika ada situasi darurat misalnya anggota keluarga yang sakit adalah situasi yang mungkin terjadi bersamaan.
 Foto: Istockphoto/ Fizkes |
"Seseorang yang ingin mendampingi anaknya tentu akan menjadi pengalaman yang penuh stres. Siapa yang membantu kita saat ini?" ungkap dia.
5. Tak hanya keluarga tapi juga orang sekampungTugas mendampingi anak tak hanya jadi tanggung jawab orang tua atau keluarga besar melainkan juga orang di lingkungan sekitar. Sebab lingkungan pun aspek yang turut membentuk anak.
Karena itu, orang-orang dalam lingkup kecil--misalnya saja satu kampung atau tingkat RT--perlu menciptakan situasi yang kondusif dan tetap mematuhi aturan
physical distancing dan
social distancing.
Akan tetapi jangan sampai orang tua sampai lupa akan kebutuhan mereka. Astrid mengingatkan, orang tua harus tetap memenuhi kebutuhan diri termasuk istirahat.
[Gambas:Video CNN] (els/nma)