Cendol Dawet, Serupa Tapi Tak Sama

CNN Indonesia
Selasa, 05 Mei 2020 14:17 WIB
hand holding a spoonful of cendal
Cendol dan dawet terlihat sama, tapi ada perbedaan di antara keduanya.(Istockphoto/Getty Images/eriyalim)
Jakarta, CNN Indonesia -- Didi Kempot meninggal dunia pada Selasa (5/5) di Solo, Jawa Tengah. Sebagai seorang penyanyi campur sari, Didi dikenang sebagai sosok Godfather of broken heart atau bapak patah hati nasional.

Selain itu, penyanyi berambut panjang ini juga memiliki jargon yang akrab di kalangan sobat ambyar, cendol dawet.

Cendol dawet sebenarnya bukan nama yang asing lagi di Indonesia. Keduanya adalah nama es tradisional dari Pulau Jawa. Namun cendol dawet adalah dua nama es yang berbeda. Akan tetapi tak dimungkiri kalau keduanya serupa, tapi tak sama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apalagi keduanya juga memiliki tampilan dan pelengkap yang nyaris sama. 'jeli' atau 'boba lokal' kenyal berwarna hijau, diberi santan, dan sirup gula aren dan ditambah es. Kedua es ini juga populer sebagai sajian untuk berbuka puasa di bulan ramadan

Jadi apa bedanya cendol dan dawet?



Cendol

Mengutip berbagai sumber, cendol adalah es tradisional yang berasal dari Bandung, Jawa Barat. Sedangkan dawet berasal dari Banjarnegara, Jawa Tengah.

Jenis minuman dingin campur ini biasanya dijual di gerobak-gerobak keliling. Cendol sendiri sebenarnya merujuk pada untaian hijau. Cendol ini aslinya dibuat menggunakan tepung hunkwe atau tepung kacang hijau. Namun dalam perkembangannya, cendol dibuat dengan tepung beras.

Pakar kuliner dan pangan Universitas Gadjah Mada, Murdijati Gardjito, mengungkapkan istilah 'cendol' sendiri awalnya biasa digunakan oleh masyarakat Tatar Sunda. Cendol terbentuk dari cetakan berlubang yang ditekan. Adonan akan muncul dari lubang atau masyarakat menyebutnya dengan istilah 'jendol'. Dari situ, perlahan istilah 'cendol' terbentuk.

Sementara untuk wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, cendol lebih akrab disebut dengan dawet.



Tepung beras ini dicampur dengan air dan diberi pewarna hijau. Adonan ini kemudian dicetak dengan saringan cendol. Ada beragam saringan cendol yang dikenal, yang terpopuler adalah cetakan berbentuk gelas atau saringan yang ditekan sampai bentuknya memanjang.

Tekstur cendol sendiri sebenarnya lebih kenyal dibandingkan dengan dawet. Warnanya sendiri juga terlihat lebih transparan karena dibuat menggunakan tepung hunkwe.

Cendol juga memiliki ukuran yang lebih kurus atau kecil dibanding dawet.

Berbagai pelengkap juga ditambahkan ke dalam cendol misalnya irisan nangka, tape, pacar cina atau mutiara. Tak cuma itu cendol juga biasanya dicampur ke sebagai bagian dari es campur dengan sirup cocopandan dan juga cincau.

Dawet

'Cendol' asli Banjarnegara dikenal dengan nama es dawet atau es dawet ayu. Es dawet ayu juga biasa dijual berkeliling dengan menggunakan gerobak.

Sedikit berbeda dengan gerobak es cendol, penjual es dawet biasanya memakai gerobak tradisional dengan keranjang, kuali besar, dan juga pajangan berbentuk Semar dan Gareng di kedua ujung gerobak.

Mengutip berbagai sumber, semar atau gareng dianggap melambangkan pengharapan akan musim kemarau atau mareng. Tujuannya agar jualan laris manis di musim kemarau.

Jika cendol awalnya dibuat dari tepung hunkwe, dawet sejak awal dibuat dari tepung beras ketan atau tepung beras. Sedangkan dawet dari Jepara dibuat menggunakan tepung sagu aren.

Proses pembuatan dawet sendiri mirip dengan pembuatan cendol. Namun karena menggunakan tepung beras, maka teksturnya tak terlalu kenyal. Bentuknya lebih 'gendut' dan besar dibanding untaian cendol.


Asal usul nama dawet ayu sendiri memiliki tiga versi.

Versi pertama, namanya berasal dari sebuah lagu. Ketua Dewan Kesenian Banjarnegara Tjundaroso mengatakan, dawet Banjarnegara menjadi terkenal awalnya dari lagu yang diciptakan seniman Banjarnegara bernama Bono berjudul "Dawet Ayu Banjarnegara". Pada tahun 1980-an, lagu dipopulerkan kembali oleh grup seni calung dan lawak Banyumas, Peang Penjol, yang terkenal di Karesidenan Banyumas pada era 1970-1980-an. Sejak itu kebanyakan orang di Karesiden Banyumas mengenal dawet asal Banjarnegara dengan julukan dawet ayu.

Versi kedua nama tersebut berasal dari seorang pedagang dawet yang cantik (ayu). Versi ketiga nama dawet ayu ini berasal dari istri pedagang dawet yang cantik (ayu) sehingga dikenal sebagai pedagang dawet yang cantik.

Dalam versi lainnya, dawet yang paling terkenal dari kota di Jawa Tengah ini adalah dawet ireng. Ireng berarti hitam, berarti es dawet ini tidak berwarna hijau melainkan hitam. Dawet ireng berasal dari desa Butuh, Purworejo, Jawa Tengah.

Es Dawet Ireng, Foto: Istockphoto/Getty Images/MielPhotos2008
Es Dawet Ireng,


Jika warna hijau cendol berasal dari daun suji, maka warna hitam dawet ireng ini berasal dari abu bakar jerami yang dicampur air sehingga berwarna hitam. Air ini digunakan sebagai pewarna dawet.

Berbeda dari dawet hijau, dawet ireng disajikan lebih banyak jumlahnya dibanding dengan kuah santan dan air gula.

Sama atau pun beda, satu hal yang pasti, kedua es ini sama-sama menyegarkan untuk di hari yang panas atau untuk berbuka puasa. 

"Cendol, dawet seger," tulis lirik lagu Cendol Dawet Didi Kempot.

(chs)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER