Kawasan Kota Tua, Petak Sembilan, Monumen Nasional (Monas), Pasar Baru, Wisata Kuliner Jalan Sabang, ialah tempat wisata yang wajib didatangi untuk mengenal DKI Jakarta untuk yang pertama kalinya.
Namun bagi yang ingin mencari suasana baru, sebenarnya ada banyak tempat wisata bernuansa kekinian yang bisa disinggahi di kota yang pada 22 Juni 2020 berulang tahun yang ke-493 ini.
Lancong semalam pada akhir pekan kemarin saya lakukan dari arah Ancol ke Ragunan, karena saya harus melakukan liputan mengenai suasana new normal (normal baru) di sana.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menggapai selatan dari utara Jakarta juga tak lagi merepotkan, karena Jakarta sudah sedemikian modernnya dengan beragam moda transportasi baru, mulai dari taksi dan ojek online sampai TransJakarta dan MRT.
Menunggu waktu kedatangan bus dan kereta juga tak lagi menyebalkan, karena ada banyak aplikasi penunjuk waktu kedatangan moda transportasi yang bisa diunduh di telepon genggam, seperti Google Maps, Traffi, dan Moovit.
Sembari menikmati rindangnya pepohonan di Taman Margasatwa Ragunan pada Minggu (21/6) pagi, saya jadi berpikir bahwa siapa saja bisa tinggal di Jakarta.
Tapi mengingat lagi status saya sebagai perantau dari Bandung yang belum bisa pulang ke kampung halaman karena Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DKI Jakarta, saya jadi teringat lagu Melky Goeslaw yang berjudul Siapa Suruh Datang Jakarta.
PSBB DKI Jakarta bukan satu-satunya aral yang melintang di tengah perkembangan kota berpenduduk 9,6 juta ini. Sebelumnya kita yang tinggal di sini sudah lama terdera banjir sampai kemacetan. Belum lagi urusan demonstrasi kelompok yang mengusung politik sampai agama.
Ah, saya rasa pikiran saya terlalu jauh untuk sebuah hari Minggu. Daripada pundung memikirkan biaya indekost dan tagihan listrik selama kerja dari rumah tiga bulan kemarin, saya memutuskan untuk memulai lancong semalam menikmati wajah baru DKI Jakarta.
13.00-14.00 - Gelora Bung Karno
![]() |
Pagi sampai siang hari saya habiskan untuk liputan di Ancol dan Ragunan. Dari Ragunan, saya iseng menuju Gelora Bung Karno dan Taman Skate Park Dukuh Atas untuk menikmati keramaian akhir pekan di sana.
Seperti yang sudah diketahui bersama, kawasan Gelora Bung Karno sudah ditata dengan rapi, bahkan dilengkapi dengan area Hutan Kota by Plataran dan area foodcourt. Bahkan ada gerai Starbucks yang buka di area stadion sepakbolanya.
Penataan Gelora Bung Karno seakan menyiratkan bahwa semua pengunjung kini tak bisa lagi berperilaku sembarangan saat datang, seperti parkir liar sampai buang sampah tidak pada tempatnya.
Menjelang digelarnya lagi Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau Car Free Day (CFD) pekan ini, tentu saja warga DKI Jakarta bisa semakin nyaman berolahraga di sini, asal jangan lupa mengenakan masker dan menjaga jarak sosial.
Sayangnya saat hendak makan siang di Plataran, saya diminta petugas di sana untuk melakukan reservasi terlebih dahulu. Hari itu reservasi penuh, sehingga ia menyarankan untuk reservasi pada Senin.
Saya lalu menuju area foodcourt yang ada di seberangnya, ternyata juga masih tutup. Akhirnya saya memutuskan untuk mencari makanan di luar Gelora Bung Karno saja.
![]() |
14.00-14.30 - Taman Skate Park Dukuh Atas
Bukan cuma Hutan Kota by Plataran saja yang menjadi tempat Instagram-able di jalur Thamrin-Sudirman, karena ada juga Taman Skate Park Dukuh Atas yang menarik untuk menjadi lokasi foto-foto kala siang atau malam hari.
Saat saya datang, hanya beberapa orang yang terlihat bermain skateboard. Mungkin ramai pada saat CFD atau sore nanti.
Skate park seakan menjadi usaha Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk merangkul anak mudanya. Sebelumnya, mereka telah membangun skate park di Kalijodo, Taman Puring, dan beberapa yang berukuran kecil di bawah jembatan, seperti yang ada di seberang Mal Ambassador.
![]() |
Namun sayangnya tak semua skate park menarik untuk dijajal - begitu pengakuan teman saya yang gemar bermain skateboard.
Pasalnya, terkadang ada trek yang dibuat seadanya dan kurang menantang, sehingga para skater yang nekat sering bermain di pinggir jalan atau gedung sepi.
Saya rasa Pemprov DKI Jakarta perlu berkonsultasi dengan komunitas skateboard sebelum menghambur-hamburkan dana untuk pembangunannya.
15.00-16.00 - COMO Park dan Pizza Place
Sebenarnya saya ingin makan siang sembari ngopi di M Bloc. Namun mengunjungi tempat makan dan hiburan itu juga memerlukan reservasi sebelum datang.
![]() |
Lihat juga:FOTO: Sudut Pelesir Kekinian di Jakarta |
Akhirnya saya memutuskan langsung menuju COMO Park untuk makan di Pizza Place sekaligus menikmati pemandangan anjing-anjing peliharan yang lucu bermain di tamannya.
Sesampainya di Pizza Place, saya langsung memesan sepotong Peperoni Beef yang dihargai Rp30 ribu. Jujur saja, ukurannya sepotongnya lumayan besar bagi saya yang berbadan mungil. Tapi mungkin karena lapar, saya merasa bisa menghabiskannya.
![]() |
Setelah mendapatkan pizza, saya lalu memesan Iced Americano di Say Something Coffee. Beruntung saya mendapat tempat duduk di dekat taman, sehingga bisa isi perut sambil memandangi anjing-anjing yang berlarian dengan ceria.
Pengunjung COMO Park kebanyakan anak muda dan ekspatriat yang tinggal di kawasan Kemang. Walau tak ada reservasi, namun mereka mematuhi protokol kesehatan tanpa disuruh, seperti mengenakan masker dan menjaga jarak sosial.
Tak cuma tempat pizza dan kedai kopi, di sini juga ada restoran dan butik.
17.00 - The Forest by Wyl's
Karena saat hendak makan di Plataran saya diminta menunjukkan reservasi, saya jadi ragu untuk datang ke The Forest by Wyl's yang ada di kawasan Lebak Bulus.
Rencananya saya ingin datang ke sana untuk makan malam sekaligus menikmati pemandangan areanya yang banyak orang bilang mirip di Ubud, Bali.
Saya lalu menghubungi pihak The Forest by Wyl's dan mereka mengatakan kalau untuk makan malam, ada set menu mulai dari Rp350 ribu per orang.
Karena datang sendirian, saya mengurungkan niat datang ke sana. Saya rasa, bakal lebih asyik kalau tempat semenarik itu didatangi bersama keluarga atau teman-teman.
Sebaiknya bagi yang ingin datang bisa menghubungi tempatnya terlebih dahulu, untuk bertanya soal reservasi dan set menu hari itu.
Pizza dan kopi sudah di perut. Saya merasa lumayan kenyang dan memutuskan pulang dari COMO Park ke rumah.
Lihat juga:Muda-Mudi yang 'Berselingkuh' dari Jakarta |