Nama saya Andre. Jika Anda bertanya-tanya tentang bagaimana nasib berbagai pesta pernikahan dalam situasi pandemi Covid-19 seperti saat ini, tenang saja, saya akan berbagi cerita. Saya adalah salah satu dari banyak pasangan yang terpaksa harus menunda pesta pernikahan akibat pandemi.
Tadinya, tanggal 1 Agustus 2020 akan menjadi hari paling membahagiakan di seumur hidup saya. Betapa tidak, di hari itu, saya akan resmi menjadi suami dari Pita, perempuan yang sangat saya cintai.
Tapi pandemi Covid-19 membuat kami harus mengundur waktu pernikahan tiga bulan hingga 21 November mendatang, lengkap dengan berbagai masalah yang mengikuti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masalah pertama muncul dari keluarga. Tadinya saya berpikir untuk terlebih dahulu mengadakan pemberkatan pada 1 Agustus 2020. Bukan apa-apa, saya hanya ingin segera mengesahkan hubungan saya dengan Pita.
Pemberkatan daring menjadi pilihan saya dan Pita. Acara ini rencananya hanya akan dihadiri oleh keluarga inti dari kedua belah pihak.
Namun, rencana ini langsung ditolak mentah-mentah oleh keluarga. Klise memang, mereka ingin agar keluarga dari luar kota tetap hadir pada pemberkatan. Pemberkatan daring, menurut mereka, 'haram' namanya.
Ah, sudah-lah. Mau tak mau saya dan Pita menggelar pemberkatan secara langsung. Saya dan Pita harus sabar menunggu.
Bukan cuma itu, kemelut juga muncul soal agama. Pernikahan kami diadakan secara Katolik. Syarat-syarat pernikahan kami tentu tak mudah, karena, toh, saya sendiri baru akan belajar untuk satu agama dengan Pita.
Lihat juga:Cintaku Bersemi di McDonald's Sarinah |
Pandemi membuat banyak proses harus terhambat. Misalnya, pembaptisan saya ditunda karena gereja belum beroperasi. Kuota untuk belajar persiapan pernikahan secara Katolik juga dibatasi.
Di sejumlah paroki, pelajaran membina rumah tangga (MRT) dihentikan. Salah satunya adalah paroki saya di Jakarta Timur.
Sayang, sejumlah paroki secara eksklusif lebih mengutamakan jemaahnya dibandingkan jemaah dari luar paroki. Beberapa paroki bahkan secara gamblang menolak saya mentah-mentah.
![]() |
Setelah perjalanan panjang kesana kemari, saya akhirnya mendapatkan slot MRT di salah satu paroki Jakarta Utara. Itu pun harus dilalui dengan proses negosiasi, karena awalnya paroki tak menerima peserta MRT dari luar.
Masalah belum selesai sampai di sana. Wedding organizer (WO) yang kami pilih juga tak henti-hentinya membuat kami pusing bukan kepalang.
Pada bulan April lalu, pihak WO memutuskan untuk mengundur waktu pernikahan tanpa terkecuali, termasuk pesta pernikahan saya tentunya. Pandemi memang menghentikan seluruh bidang perekonomian untuk menghindari kerumunan orang demi memutus mata rantai Covid-19, salah satunya tentu bidang jasa pesta pernikahan.
Saat itu juga, saya diminta untuk mencari tanggal pengganti. Dengan adanya tanggal pengganti ini, artinya saya juga harus berkomunikasi dengan gereja terkait penggantian tanggal.
Ah, kalut saya dibuatnya.
Aturan anyar mengenai adaptasi kebiasaan baru juga membuat kami harus putar rencana. Disebutkan bahwa resepsi bisa digelar dengan kapasitas yang berkurang hingga 50 persen. Makanan juga tak bisa disajikan prasmanan. Artinya, negosiasi harga bersama WO perlu kami lakukan.
Tapi Anda tahu apa yang kami dapatkan? Pihak WO mengabari bahwa tak ada sedikit pun perubahan dari biaya yang sudah ditetapkan sejak awal. Harga awal tetap berlaku meski ada pengurangan kapasitas tamu.
Ya, ya, ya. Jumlah tamu berkurang, tapi jumlah porsi makan yang disediakan tetap sama. Sungguh tidak masuk akal.
Tadinya saya pikir vendor katering akan mengurangi harga, karena, toh, jumlah tamu pun berkurang. Kenapa ini malah jadi bikin susah orang yang sudah kesusahan akibat pandemi?
Sebagai empunya acara, jelas saya kecewa. Apalagi tamu undangan juga pasti bakal banyak yang ogah datang karena pandemi.
Tapi, apa mau dinyana, meski kecewa, saya dan Pita pada akhirnya harus pasrah dan menerima keputusan WO. Bagi kami, yang terpenting adalah rencana pernikahan kami tetap berjalan lancar dan khidmat.
Yang penting kami resmi jadi pasangan suami-istri.
Tulisan ini merupakan kiriman pembaca CNNIndonesia.com, Andre.
(asr)