Turis mulai berdatangan ke pantai-pantai di Tunisia setelah penerbangan charter dilanjutkan ke negara Afrika Utara itu yang sebelumnya ditutup lebih dari tiga bulan karena pandemi virus corona.
Akhir pekan kemarin di pulau wisata Djerba, sebanyak 155 wisatawan dari Prancis, Jerman, dan Luksemburg yang bermasker disambut dengan pemeriksaan suhu dan karangan Bunga Melati.
"Kami tidak bisa menyelamatkan seluruh musim [liburan turis], tetapi kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk menyelamatkan sebagian dari itu," kata Menteri Pariwisata Mohamed Ali Toumi, yang berada di bandara untuk menyambut penerbangan Luxair, seperti yang dikutip dari AFP pada Sabtu (18/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tunisia, negara berpenduduk sekitar 11,5 juta orang, mencatat 1.374 kasus positif dan 50 kasus kematian akibat virus corona.
Negara ini membuka kembali perbatasannya pada 27 Juni 2020, dan para pelancong dari negara-negara yang masuk klasifikasi "hijau", termasuk Prancis, Jerman, dan Luksemburg, tidak masuk dalam daftar pembatasan perjalanan.
"Anda telah berhasil mengatasi krisis kesehatan dengan lebih baik daripada kami," kata Patrick, warga negara Prancis berusia enam puluhan yang tiba bersama putranya untuk liburan selama 10 hari di bawah sinar matahari Tunisia.
Pariwisata menyumbang antara delapan sampai 14 persen dari PDB Tunisia, dan mempekerjakan sekitar setengah juta orang di negara ini.
Krisis virus corona telah menghantam perkembangan sektor pariwisata.
Pendapatan pariwisata turun sekitar 50 persen antara 1 Januari sampai 10 Juli, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, menurut angka resmi.
Pemerintah Tunisia berusaha mendatangkan kembali wisatawan mancanegara dengan kampanye protokol kesehatan, salah satunya dengan mengurangi separuh kapasitas hotel.
"Kami bertekad untuk secara ketat menerapkan protokol kesehatan," kata menteri pariwisata.
Pemerintah Tunisia berharap sektor pariwisatanya bisa bangkit pada awal tahun 2021.
Di tempat lain di Afrika Utara, Maroko pada Minggu (19/7) mengumumkan pelonggaran pembatasan perjalanan, yang memungkinkan perusahaan wisata beroperasi dengan kapasitas, meski tetap menutup perbatasannya.
"Tahap ketiga" pelonggaran diberlakukan pada hari Senin (27/7), kata pemerintah dalam sebuah pernyataan resmi.
Pemilik bisnis wisata sekarang diperbolehkan untuk "menggunakan 100 persen dari kapasitas mereka, tanpa melebihi 50 persen di area umum" seperti restoran, kolam renang, dan fasilitas olahraga dalam ruangan.
Tetapi Maroko masih menutup perbatasannya "sampai pemberitahuan lebih lanjut", kecuali untuk penduduk lokal atau penduduk yang di perantauan.
Sejak Juni, Maroko telah memungkinkan kafe, restoran, dan toko dibuka kembali dan pariwisata domestik mulai menggeliat.
Keadaan darurat kesehatan tetap diberlakukan di Maroko hingga 10 Agustus 2020.
Pusat budaya, perpustakaan, museum, dan situs arkeologi juga diizinkan untuk dibuka kembali "tanpa melebihi kapasitas 50 persen", kata pernyataan itu, dan pertemuan dan kegiatan yang dihadiri kurang dari 20 orang juga diperbolehkan.
Tapi pesta pernikahan dan pemakaman tetap dilarang, dan bioskop dan kolam renang umum akan tetap ditutup, tambah pernyataan itu.
Negara berpenduduk sekitar 34 juta ini mencatat lebih dari 17 ribu kasus positif dan sekitar 270 kasus kematian akibat virus corona sejak Maret.
Pemerintah Maroko kembali mengunci bagian kota Tangiers di utara pada pekan lalu setelah kasus baru muncul, dan mengunci kota pesisir Safi pada awal bulan ini setelah wabah virus corona muncul di pabrik pengalengan ikan.