Obat antivirus remdesivir resmi dipasarkan di Indonesia dan dapat digunakan untuk pasien Covid-19.
Remdesivir merupakan obat antivirus yang dianggap potensial untuk mengobati virus corona. Obat ini awalnya dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi Gilead Science, Amerika Serikat, untuk mengobati infeksi Ebola, penyakit yang juga disebabkan oleh virus.
Saat virus corona mewabah, remdesivir menjadi salah satu obat yang diuji untuk pasien Covid-19. Obat ini dinilai berpotensi karena dapat menekan jumlah virus dan mengurangi tingkat keparahan penyakit pada pasien.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah uji menunjukkan remdesivir efektif mengurangi tingkat viral load atau jumlah virus pada pasien Covid-19.
Dokter spesialis paru Erlina Burhan menjelaskan bahwa remdesivir bekerja dengan menghambat proses replikasi virus pada sel-sel tubuh yang diserang.
Pada pasien Covid-19, virus yang masuk ke dalam tubuh akan menempel pada reseptor ACE2, banyak ditemukan di saluran pernapasan. Saat telah berikatan dengan ACE2, virus akan masuk ke jaringan paru dan mereplikasi diri hingga menimbulkan keparahan.
Remdesivir menghambat proses replikasi pada virus yang berikatan dengan ACE2 tersebut.
"Obat ini kerjanya berkompetisi [dengan virus yang sudahberikatan dengan ACE2], sehingga mencegah terjadinya proses replikasi," kataErlina.
![]() |
Berdasarkan petunjuk pengobatan untuk Covid-19, remdesivir digunakan pada pasien dengan gejala berat dan kritis, ditandai dengan saturasi oksigen di bawah 94 persen atau dirawat menggunakan bantuan ventilator.
Penggunaan obat harus berdasarkan penilaian dari rumah sakit atau dokter yang menangani pasien Covid-19.
Berikut beberapa kriteria pasien yang bisa mendapatkan remdesivir untuk mencegah terjadinya efek samping:
- Tidak memiliki riwayat alergi
- Tidak memiliki kelainan liver
- Tidak memiliki kelainan ginjal
Dokter Erlina menjelaskan bahwa pasien yang dapat menggunakan remdesivir akan mendapatkan obat sebanyak 100 miligram. Obat itu diinfuskan bersama dengan cairan NaCl. Umumnya, pasien akan menjalani pengobatan remdesivir selama 5-10 hari.
Remdesivir memiliki sejumlah efek samping dan kontraindikasi.
Remdesivir dapat meningkatkan kadar enzimhepatik sehingga bisa mempengaruhi hati atau liver dan ginjal. Oleh karena itu, pasien dengan masalah liver dan ginjal tidak disarankan menggunakanremdesivir.
Food and Drug Administration Amerika Serikat (FDA) menemukan pasien mengalami peningkatan kadar enzim di hati setelah pengobatan remdesivir secara intravena. Peningkatan kadar enzim ini dapat memicu peradangan dan kerusakan sel di liver.
FDA juga menemukan remdesivir dapat menyebabkan reaksi alergi yang serius.
Studi yang dipublikasikan di Medlineplus juga mendapati dalam sebuah uji klinis, sebanyak 23 persen pasien mengalami efek samping serius, seperti syok, sepsis, gangguan hati, hingga cedera ginjal akut.
Saat ini, obat remdesivir dengan nama dagang Covifor didistribusikan oleh PT Kalbe Farma bekerja sama dengan PT Amarox Pharma Global, anak perusahaan Hetero, India.
Kalbe Farma menyatakan pendistribusian obat ini mulai dilakukan sejak Kamis (1/10) di seluruh Indonesia. Kalbe Farma menjamin pendistribusian berjalan cepat dengan memanfaatkan infrastruktur dan jaringan pemasaran perusahaan tersebut.
Obat ini akan didistribusikan ke rumah sakit dan fasilitas tingkat tiga, bukan apotek.
Harga Obat
Saat ini, Kalbe Farma menetapkan harga obat sekitar Rp3 juta per vial. Vial adalah wadah penampung cairan, bubuk, atau tablet farmasi.
(ptj/has)