Untuk kali ke-13, gelaran Dewi Fashion Knight (DFK) di Jakarta Fashion Week kembali diselenggarakan. Namun kali ini semuanya digelar secara virtual.
'Gong' gelaran Jakarta Fashion Week (JFW) ini bakal dihelat pada 29 November 2020 secara virtual. Mengambil tema 'Mother Earth', DFK tahun ini mengajak penikmat mode untuk berefleksi seiring berbagai perubahan yang terjadi selama pandemi Covid-19.
"Kita menengok perjalanan dari awal tahun saat paparan pandemi. Perjalanan ini (memberikan kesempatan untuk) banyak berefleksi ke dalam diri. Selain pandemi, ada banyak gejolak baik ekonomi, juga politik. Di momen seperti ini, kita mulai mempertanyakan hal-hal yang esensial untuk hidup. Back to basic, apa yang benar-benar dibutuhkan," ujar Margaretha Untoro, editor in chief majalah Dewi, dalam konferensi pers virtual pada Selasa (17/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:JFW 2021 Bakal Digelar Secara Virtual |
Sementara itu tiga ksatria mode akan mempersembahkan karya busana sebagai wujud nyata refleksi mereka. Ketiga ksatria ini adalah Chitra Subyakto, creative director Sejauh Mata Memandang, Toton Januar, dan Lulu Lutfi Labibi. Menurut Margaretha, ketiganya memiliki visi dan misi selaras dengan gelaran JFW 2021 terutama terkait praktik mode berkelanjutan (sustainable) dan bisa dipertanggung jawabkan.
Sebenarnya ini bukan panggung DFK pertama ketiganya. Baik Toton, Chitra, dan Lulu Lutfi pernah bergabung sebagai ksatria di DFK JFW beberapa tahun sebelumnya.
Pandemi membuat orang banyak di rumah, memiliki waktu untuk berpikir, merenung berkaitan dengan spiritual. Toton menyebut manusia akan mendekatkan diri ke hal-hal yang bernuansa religius saat dilanda situasi yang tidak menentu. Ia pun mencoba menerjemahkan konsep ini ke dalam koleksinya nanti.
Yang menarik, desainer dan pemilik label Toton ini sama sekali tidak berbelanja kain baru. Dari hasil bongkar gudang, ia masih menemukan kain-kain dari koleksi beberapa tahun lalu. Kain-kain ini pun diolah jadi busana dengan teknik-teknik khas Toton seperti makrame juga bordir.
"Lewat koleksi ini ada kesempatan buat saya sebagai desainer untuk mengunjungi itu (apa yang saya miliki) lagi. Saya ingin menampilkan sesuatu yang sesuai, make sense dalam hal potongan busana di situasi sekarang tapi tetap bisa mengangkat spirit orang," ujar Toton dalam kesempatan serupa.
Buat Chitra, pandemi jadi kesempatan untuk kembali memikirkan dampak dari apa yang diperbuat manusia. Perbuatan atau karya manusia sekarang akan sangat menentukan kondisi generasi berikutnya. Perempuan yang lebih suka disebut pecinta kain ketimbang desainer ini mencoba mengolah kegelisahan ini jadi busana.
"Saya cukup hobi memperhatikan kebiasaan orang berpakaian di zaman dahulu. Hampir semua bersih, tipe pakaian terbatas, tipe warna, itu semua akan hadir di DFK kali ini. Intinya semua kesederhanaan dan proses lebih ramah terhadap ibu bumi," jelas Chitra.
Mengingat industri mode jadi penyumbang polusi dunia, Chitra tidak ingin menambah 'tangisan' bumi. Ia pun memilih memanfaatkan kembali pre-consumer waste (limbah prakonsumen) juga mempertahankan DNA Sejauh Mata Memandang lewat kain yang cukup ramah lingkungan seperti, katun juga linen organik. Pre-consumer waste ini berupa sampah sisa konveksi yang dikumpulkan, diproses jadi benang dan ditenun kembali menjadi kain.
Lulu Lutfi akan mengangkat koleksi dalam balutan karya puisi Joko Pinurbo. Kebutuhan orang akan sandang kini makin sederhana. Menurutnya, gaya berbusana nantinya akan kembali ke dasar, potongannya sederhana tetapi tetap ada estetikanya. Ia ingin menyembunyikan larik-larik puisi dalam saku baju dan kantong celana. Puisi bukan sekadar puisi tetapi lebih pada pesan tentang sandang dan manusia.
"Tubuhku kenangan yang sedang menyembuhkan lukanya sendiri," kata Lulu merapal larik puisi Joko.
"Keberadaan pandemi, masalah personal, beban batin yang kita terima akan sembuh pelan-pelan. (Kemudian) 'Kebahagiaan saya terbuat dari kesedihan yang sudah merdeka'. Semua orang mengelola emosi. Kesedihan dikelola sehingga jadi kebahagiaan."
Berkat pandemi, Lulu jadi sadar ada banyak kain maupun material yang masih bisa dipakai di gudang. Olahan kain diolah sedemikian rupa sehingga tetap ada rasa kebaruan dalam koleksi. Orang tidak akan kehilangan gaya khas Lulu dengan aksen asimetris dan dekonstruktif. Namun karya ini sekaligus menampilkan sisi Lulu yang mau belajar menakar estetika dan siap 'mengerem' tatkala mencapai kata 'cukup' untuk tiap tampilan. Bocorannya, Anda bakal dibuat pangling dengan tampilan busana yang 'hanya' melibatkan satu warna (monokrom). Seperti bukan Lulu tetapi justru ini yang bakal membuat penikmat mode menantikan kejutan darinya.
(els/chs)