Banyak orang beranggapan bahwa konsep pembelajaran jarak jauh (PJJ) dapat menimbulkan stres pada siswa atau anak. Namun, studi yang dilakukan Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia tidak memperlihatkan hal yang serupa.
Studi menemukan, kondisi psikologis siswa yang mengikuti PJJ justru lebih baik daripada mereka yang mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) maupun campuran keduanya.
PJJ juga ditemukan tidak menimbulkan stres yang lebih tinggi dibandingkan metode pembelajaran lainnya. Hal ini jelas berbeda dengan anggapan kebanyakan orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak orang menganggap PJJ rentan memicu stres pada anak dan siswa. Minimnya interaksi bersama teman, guru, dan lingkungan luar dianggap jadi penyebabnya.
Selain itu, penelitian juga menemukan, berdasarkan temuan dari hasil-hasil studi sebelumnya, kondisi psikologis siswa saat ini tidak berbeda dari kondisi sebelum pandemi.
Studi mengenai dampak PJJ terhadap kondisi psikologis siswa ini melibatkan sebanyak 15.304 siswa. Siswa berasal dari jenjang pendidikan SD, SMP, SMA, dan SMK di 6 wilayah di Indonesia (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua).
"Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kondisi psikologis siswa saat ini tidak secara langsung disebabkan oleh PJJ," tulis IPK Indonesia dalam catatan rekomendasi yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (17/12).
Jauh sebelumnya, survei yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menemukan bahwa metode PJJ selama pandemi membuat anak atau siswa merasa stres dan kelelahan.
Survei yang dilakukan di 54 kabupaten/kota di Indonesia itu menemukan, 79,9 persen anak mengaku bahwa proses PJJ dilakukan tanpa interaksi antara siswa dan guru. Guru hanya bersifat memberikan dan menagih tugas, tanpa adanya interaksi belajar seperti tanya jawab langsung. Minimnya interaksi tersebut tak ayal membuat anak merasa stres.
Belum lagi banyaknya tugas yang diberikan. Mayoritas anak sebanyak 73,2 persen mengaku merasa berat dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Sebanyak 21,6 persen bahkan mengaku mengerjakan tugas hingga enam jam dalam sehari.
(asr)