Sejak dibuka pada 1973, Pusat Dokumentasi dan Riset Nasional Ahmed Baba di Timbuktu memainkan peran penting dalam melestarikan sejarah Islam di zona Sudano-Sahel di Afrika melalui konservasi manuskrip sejarah.
Tempat ini sering mengadakan seminar untuk pengunjung yang disponsori oleh Tombouctou Manuscripts Project. Pengunjung dapat mengikuti seminar tentang mata pelajaran seperti kaligrafi Arab, sejarah Afrika, dan konservasi naskah.
Timbuktu adalah rumah bagi tiga masjid yang membantu penyebaran Islam di seluruh Afrika pada abad ke-15 dan ke-16.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ikon Timbuktu ialah menara masjid terbesar di Djingareyber, yang dibangun oleh Sultan Kankan Moussa pada 1325 setelah kembali dari ziarah ke Mekkah.
Masjid Sankore dibangun sekitar waktu yang sama dan kemudian dipulihkan oleh Imam Al Aqib pada akhir 1500-an, menurut pengukuran dari Kakbah.
Imam Al Aquib juga merestorasi Masjid Sidi Yahia yang dibangun sekitar 1400 untuk mencetak calon imam.
Tempat ini ialah museum sejarah kota Timbuktu, yang menawarkan pengunjung kesempatan untuk melihat barang-barang tradisional dari berbagai kelompok etnis Mali, termasuk senjata, ornamen, alat musik, pakaian, sampai perhiasan tradisional.
Wisatawan dapat mengikuti tur berpemandu selama berada di dalam museum.
Museum ini berlokasi di sekitar sumur yang menjadi awal ketertarikan Bouctou, pendiri kota Timbuktu, datang dan membangun pemukiman.
Heinrich Barth, penjelajah Jerman terkenal, punya rumah di Timbuktu.
Barth lebih populer dari penjelajah Eropa lainnya yang mengunjungi Afrika pada 1800-an, karena dia lebih tertarik pada budaya dan sejarah Afrika daripada kolonisasi.
Ia juga menghabiskan waktu menjelajahi sebagian besar Afrika Utara dan Tengah.
Karena memiliki kemampuan membaca dan menulis bahasa Arab, ia berhubungan baik dengan ulama dan penguasa di Timbuktu.
Kediaman Barth di Timbuktu sekarang menjadi museum kecil, yang berisi beberapa tulisan dan reproduksi gambarnya.
Grand Marche, atau "pasar besar", menandai pusat kota Timbuktu.
Grande Marche adalah pasar tertutup tempat penduduk setempat berkumpul pada hari Senin untuk belanja.
Meskipun pasarnya tidak glamor seperti pasar di negara-negara Afrika Utara seperti Maroko, pasar ini adalah tempat terbaik untuk membeli barang-barang lokal sebagai suvenir.
Selain rempah-rempah, barang berbahan kulit juga berlimpah.
Karena Timbuktu telah lama menjadi perhentian saudagar garam yang melakukan perjalanan dari Sahara, turis juga bisa menemukan garam dalam bentuk mentahnya di Grand Marche.
(ard)