Dokter Richard Lee mengungkapkan alasan dirinya berhenti mengulas atau review krim berbahaya setelah berseteru dengan Kartika Putri.
"Ya review krim berbahaya butuh energi yang banyak, karena kita melawan mafia yang enggak sedikit dan review krim berbahaya beda banget dengan mengulas produk yang aman, seperti review biasa," katanya saat berbincang dengan CNN Indonesia TV di acara Connected, Senin (8/2).
"Jadi review krim berbahaya butuh energi lebih banyak, butuh waktu mengumpulkan energi dulu."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain karena alasan tersebut, Richard pun tak menampik bahwa kasus yang sedang bergulir juga menjadi faktor lainnya.
"Salah satunya ya," aku Richard seraya mengatakan, "Sebetulnya di sini saya melihat ada apresiasi yang luar biasa, masyarakat sudah cerdas, dibandingkan lima tahun yang lalu, sekarang masyarakat jauh lebih pintar dalam memilih skincare, dan ini buat saya terkejut dan berterima kasih."
Richard lantas mengatakan bahwa dia tidak akan melepas konten tersebut sepenuhnya, tapi hanya rehat untuk sementara waktu.
"Saya tidak akan meninggalkan konten ini tapi saya butuh waktu persiapan untuk mengumpulkan semangat," katanya.
Sebelumnya, Richard telah mengumumkan untuk berhenti sementara waktu lewat unggahan di media sosial.
"Ternyata sulit ya ngumpulin semangat. Dengan ini saya umumkan, saya akan berhenti me-review krim berbahaya untuk sementara waktu, sampai batas waktu yang tidak dapat saya tentukan," tulis Richard di Instagram.
Keputusan Richard untuk berhenti melakukan review krim berbahaya merupakan buntut perseteruannya dengan Kartika Putri.
Dalam beberapa minggu terakhir hubungan dua figur publik ini memanas setelah keduanya saling lapor mengaku difitnah dan dicemarkan nama baiknya.
Menanggapi kasus ini, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan menyerahkannya kepada pihak terkait.
"Kasus dr. Lee sepenuhnya tergantung pada pihak yang bersengketa, apakah sengketa ini ranah pribadi atau ke arah BPOM tentang kandungan krim, tapi kami siap membantu, kalau perlu tenaga ahli kita siap membantu," ujar Arustiyono selaku Direktur Pengawasan Kosmetik BPOM
Terlepas dari perseteruan tersebut, Arustiyono mengungkapkan data temuan kosmestik ilegal selama tiga tahun terakhir.
BPOM menyatakan menemukan 128 miliar komestik ilegal pada 2018, lalu sebanyak 185 miliar kosmetik ilegal pada 2019, serta pada tahun lalu menurun menjadi 69 miliar kosmetik ilegal.
"Untuk pengawasan kami dari BPOM menyiapkan dua langkah, pertama memutus mata rantai suplai, dengan operasi lapangan, patroli siber untuk mengawasi peredaran kosmetik ilegal, dan kedua dari sisi demand, kita putus peredaran krim ilegal dengan memberikan informasi dan kampanye," kata Arustiyono.
Selain itu, ia juga memberi himbauan terkait kandungan yang dilarang dalam produk perawatan kulit. Pertama, kata Arustiyono, adalah krim yang ada merkuri.
"Itu sudah dilarang, merkuri sudah tidak boleh ada di produk kecantikan," ujarnya.
"Kandungan pemutih juga tidak boleh, kalau dipakai terlalu banyak bikin wajah pucat, efeknya hiperpigmentasi juga, kulitnya bisa muncul bintik hitam, kalo pada ibu hamil ada kemungkinan zat Retinoic berpengaruh pada janin jadi harus hati-hati," lanjut Arustiyono.
Dan yang ketiga yakni krim dengan pewarna tekstil merah.
"Ini biasanya dipakai di lipstik ya, warnanya cerah, kalau tertelan mungkin itu waktu makan atau minum, lama-lama menimbulkan kanker karena ada kandungan zat karsinogenik," tambah Arustiyono.
Dia kemudian berpesan agar konsumen tetap teliti dan memeriksa kandungan dalam produk perawatan kulit yang hendak dipakai.
"Teliti dan cek KLIK, yaitu cek kemasan, cek label, cek izin edar dan cek masa kedaluwarsa," ujar Arustiyono.
(nly/agn)