Pada pertengahan 1990-an, Khao San Road menjadi salah satu pusat backpacker terbesar di dunia. Pesaingnya ialah Kathmandu dan Pantai Kuta. Mereka sering menyebut tiga kawasan ini sebagai 3K.
Selain menjadi destinasi impian backpacker, Khao San Road juga menjadi destinasi belanja di pasar gelap. Dari celana bergambar gajah khas Thailand sampai kartu identitas palsu bisa dibeli di sini.
Agen perjalanan wisata juga banyak yang buka, dengan spanduk bertulisan nama destinasi dan harga tiket pesawatnya, yang terkadang terasa terlalu murah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alex Garland, penulis novel 'The Beach' yang diterbitkan pada 1996 lalu filmnya diperankan oleh aktor pemenang Piala Oscar Leonardo Di Caprio dan dirilis pada 2000, diketahui amat terinspirasi dengan Khao San Road.
Perjalanan solonya menghasilkan tujuh bab pertama soal Jalan Khao San yang amat autentik. Sejak saat itu, Khao San Road menjadi semakin populer.
Di tahun yang sama saat 'The Beach' tayang di bioskop, produser musik elektronik Italia Spiller merilis video lagu dansanya "Groovejet (If This Ain't Love)," yang direkam di Bangkok dengan adegan akhir di mana Spiller dan penyanyi Inggris Sophie Ellis-Baxter menari di kelab malam Khao San Road.
Sebuah artikel di New Yorker pada tahun itu menggambarkan Khao San Road sebagai "destinasi yang patut dikunjungi untuk mengenal separuh dunia, dan juga yang teraman, termudah, paling kebarat-baratan untuk memulai perjalanan ke penjuru Asia."
Menurut Khao San Business Association, pada 2018, jalan tersebut dikunjungi oleh 40 ribu-50 ribu wisatawan mancanegara per hari di musim ramai, dan 20 ribu per hari di musim sepi.
Dengan jumlah seperti itu, tidaklah mengherankan ketika pemerintah kota Bangkok mengumumkan pada 2019 bahwa mereka menginvestasikan US$1,6 juta untuk mengubah Khao San Road menjadi "jalan pejalan kaki internasional".
Mungkin digagas untuk melawan reputasi Khao San yang agak buruk, proyek ini akan selesai pada akhir tahun 2020, dengan gang dan jalan setapak yang sudah diperbaiki, dan area khusus untuk diisi 250-350 lapak pedagang berlisensi yang dipilih melalui undian.
Kendaraan dilarang berada di jalan dari jam 9 pagi sampai 9 malam setiap harinya.
Ketika pandemi virus Corona memaksa Thailand menutup perbatasannya pada April 2020, kedatangan turis internasional di Khao San Road seakan turun menjadi nol dalam semalam.
Khao San Road kembali ramai ketika perjalanan domestik diizinkan lagi pada Juli. Sayangnya saat Khao San Road yang telah direnovasi dibuka pada November 2020, hanya ada segelintir backpacker mancanegara yang terlihat di sana.
Bar di sepanjang jalan yang biasanya diisi oleh 80 persen wajah-wajah asal Eropa kini hampir 90 persen terisi oleh penduduk Thailand.
Khao San Road mengalami kemunduran lagi ketika gelombang kedua kasus virus Corona melonjak pada awal Januari 2021.
Pemerintah segera memerintahkan penutupan semua tempat hiburan di Bangkok, dan sekali lagi Khao San Road hampir seluruhnya kosong melompong.
Ketika Cummings mengunjungi kembali Khao San Road yang sepi pada akhir bulan lalu, ia memutuskan untuk singgah di VS Guesthouse, wisma pertama dan tertua yang masih berdiri.
Di saat tempat penginapan lain menutup pintunya, wisma itu masih terlihat buka.
Bisnis keluarga itu kini dikelola oleh generasi keempat. Rintipa Detkajon, kakak dari dua bersaudara yang mengurus wisma ini, mengenang bagaimana almarhum ayahnya, Vongsavat, mulai menerima tamu asing sekitar 1980 dan mengizinkan mereka untuk tidur di lantai ruang keluarga.
"Saya berusia sekitar 16 tahun ketika tamu pertama kami, seorang pria Australia, menginap malam itu," kenangnya.
"Orang asing saat itu bepergian dengan sangat tenang. Mereka tertarik pada sejarah dan budaya, tidak seperti anak muda yang kita lihat sekarang, yang tampaknya lebih tertarik untuk mabuk dan berpesta."
Keluarga tersebut terus memperluas rumah kayunya selama bertahun-tahun, pada satu titik mencapai puncaknya, 18 kamar. Mereka sekarang mengoperasikan 10 kamar dengan harga US$10 semalam.
Pada hari Cummings berkunjung, hanya satu kamar yang ditempati, oleh turis asal Amerika Serikat yang tinggal dalam jangka waktu lama.
Saya bertanya kepada Rintipa tentang sepinya bisnis karena pandemi.
"Bukan hanya kita yang terdampak, tapi seluruh orang di dunia," katanya.
"Kita akan bersama-sama melalui kondisi ini. Ini hidup kita, jadi kita akan bertahan hidup."
(ard)