SURAT DARI RANTAU

Jawaban Manisku, Obat Penenang Ibuku

CNN Indonesia
Minggu, 14 Mar 2021 13:13 WIB
Hidup merantau tak selamanya indah dan membahagiakan. Terutama bagi perempuan, punya perencanaan ekstra adalah hal yang wajib.
Pemandangan sepi di distrik finansial London, Inggris. (AP/Matt Dunham)
London, CNN Indonesia --

Sudah hampir lima tahun saya bermukim di Inggris, tepatnya di kota London. Saya bisa merantau di negara ini setelah diterima bekerja sebagai salah satu konsultan di sebuah perusahaan.

Kalau ditanya bagaimana rasanya sebagai seorang perempuan yang merantau, saya tak punya jawaban lugas. Tapi rasanya setiap perempuan yang merantau seorang diri, baik di dalam maupun di luar negeri, patut diberikan tanda salut, karena mereka punya keberanian lebih.

Dari awal memutuskan merantau, sebenarnya orang tua agak khawatir. Belum pernah juga ada anggota keluarga saya yang tinggal di luar negeri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tapi setelah diskusi panjang, terutama dengan argumen jumlah gaji lumayan yang bisa ditabung untuk menikmati hari tua di Indonesia, mereka mengizinkan saya merantau.

Kadang setiap telepon atau panggilan video, ibu saya suka terasa menahan tangis. Katanya kangen melihat anak perempuan bontotnya makan nasi, sayur asem, ikan asin, petai, daun pohpohan, dan sambal gandaria dengan lahapnya.

Pertanyaan ibu juga sering terkait soal masuk angin dan udara dingin, karena saya punya sinusitis. Kalau perlu saya keluar rumah setelah mengguyur badan dengan minyak kayu putih lalu pakai selimut, katanya.

Menjawab pertanyaannya dengan kalimat-kalimat yang manis mungkin menjadi salah satu cara saya menenangkan ibu. 

"Iya bu, aku sehat... Aku masih punya uang, gak perlu kirim lagi... Aku makan enak tadi... Udaranya gak terlalu dingin kok hari ini..." begitulah kira-kira tipe jawaban manis saya. Padahal kenyataannya hidup merantau kadang terasa pahit.

Bertemu teman baru

Sejak hari pertama menjejakkan kaki di Bandara Heathrow, saya berusaha tak banyak berekspektasi hidup akan selalu indah dan membahagiakan. Saya cenderung berpikir kalau kesialan bisa datang tak terduga, sehingga saya harus punya rencana A, B, C dan seterusnya untuk bertahan hidup.

Dan tak mengejutkan, kesialan datang ke saya di hari pertama, karena saya salah naik kereta menuju apartemen saya di kawasan South Bank.

Jam sudah menunjukkan hampir pukul 9 malam di hari Selasa, yang berarti stasiun kereta bakal lebih sepi dari warga maupun turis. Hawa dingin menampar dan menusuk kulit, karena saya lupa mengeluarkan jaket yang ada di koper. Telapak tangan dan kaki mulai terasa dingin, tanda saya gugup. Yang saya ingat, malam itu saya terdampar di stasiun kawasan Lewisham.

Karena panik, saya tak mampu membaca peta rute kereta dengan jelas. Saya juga khawatir tak bisa mengisi ulang kartu kereta yang mungkin saldonya sudah menipis.

Dengan satu koper besar dan tas punggung, saya hanya pasrah duduk di pinggir peron, berharap ada petugas stasiun yang bisa saya temui. Nyatanya, hanya ada seekor tikus gendut yang lewat dengan sepotong kecil bagel di mulutnya.

Ketika sudut mata sudah mulai tergenang, saya melihat seorang perempuan cantik berkulit putih yang berjalan ke arah tempat duduk peron. Di belakangnya ada tiga pria yang juga berjalan ke arah yang sama. Mata saya dan sang perempuan saling bertatapan, dan seketika ia langsung tersenyum lalu mempercepat langkahnya ke tempat saya duduk.

"Apakah kita bisa pura-pura berteman? Mereka sepertinya mengikuti saya dari luar stasiun," katanya dengan suara pelan saat sudah duduk di sebelah saya.

Di tengah rasa sedih karena terdampar di stasiun antarberantah, otak saya langsung berusaha mengartikan maksudnya ke dalam bahasa Indonesia dan melontarkan jawaban dalam bahasa Inggris.

"Oh oke, kita bisa pura-pura berbincang," jawab saya berusaha santai.

Jawaban Manisku, Obat Penenang Ibuku

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER