SURAT DARI RANTAU

Diantar Doa Ibu Menuju Harvard

I Made Subagiarta | CNN Indonesia
Minggu, 10 Jan 2021 13:00 WIB
"Bu, suatu hari, saya akan pergi ke sana," ujar saya saat kami menonton acara TV yang menggambarkan Kota New York. Ibu hanya mengamini sambil tersenyum.
Patung Liberty di Amerika Serikat. (Drew Angerer/Getty Images/AFP)
Boston, CNN Indonesia --

Saya masih ingat betul momen saat menonton acara televisi ketika masih kecil bersama ibu yang kini sudah almarhumah.

Kala itu layar televisi menampilkan pemandangan gedung pencakar langit dan kelap-kelip lampu Kota New York di Amerika Serikat.

"Bu, suatu hari, saya akan pergi ke sana," ujar saya. Ibu hanya mengamini sambil tersenyum.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ibu sudah lama tiada, tapi saya yakin beliau pasti tahu kalau anaknya kini berhasil menjejak Negeri Paman Sam.

Kedatangan saya di Amerika Serikat bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2018.

Saya mendapat kesempatan bermukim untuk belajar di sini sebagai mahasiswa Master of Medical Sciences in Medical Education di Harvard University.

Sebelumnya saya menyelesaikan pendidikan kedokteran di Universitas Udayana, Bali. Dan saat ini saya merupakan Postdoctoral Research Fellow di Harvard Medical School.

Keraguan pernah membayangi benak saya ketika hendak mendaftar ke universitas top dunia. Belum lagi biaya kuliah yang bisa dibilang sangat mahal. Tapi usaha dan doa akhirnya mengalahkan ketakutan saya untuk mendaftar di Harvard.

Beasiswa dari program Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan amat membantu saja mewujudkan cita-cita kuliah di Harvard. Selebihnya saya tinggal mengurus visa, mencari tempat tinggal, dan menjalani perkuliahan itu sendiri.

Intinya, meyakinkan diri bahwa kita bisa dan layak mewujudkan mimpi adalah kunci menjadikannya nyata.

[Gambas:Instagram]



Tepo seliro

Amerika Serikat di televisi atau film amat berbeda dengan kehidupan nyatanya. Kehidupan di sini tak melulu glamor atau sebaliknya mengecewakan.

Tidak ada hitam atau putih soal ekspektasi kebanyakan orang tersebut, namun setiap kawasan pasti memiliki karakternya tersendiri.

Saya menetap di Boston, yang bisa dibilang "Yogyakarta-nya Amerika Serikat" alias kota pelajar. Beragam budaya dan karakter orang bisa ditemui di sini, mulai dari pelajar hingga ekspatriat.

Beruntung saya berasal dari Indonesia, sehingga saya mudah beradaptasi karena tak lagi canggung dengan keberagaman adat dan budaya.

Di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung, ialah peribahasa lama yang selalu saya ingat selama merantau. Tepo seliro, orang Jawa mengatakannya. Mencoba beradaptasi dan menjaga tenggang rasa serta toleransi rasanya menjadi kunci meminimalisir kemungkinan mendapatkan diskriminasi ataupun menjadi pelaku rasisme.

Dua tahun studi di Amerika Serikat membuat saya memahami pentingnya berani mengemukakan pendapat di hadapan umum. Sesi belajar dan mengajar di sini amatlah aktif dan interaktif.

Semua orang boleh bertanya, menyampaikan gagasan, bahkan mengutarakan pandangan yang dirasa berbeda dengan dosennya sejak awal menit perkuliahan.

Berbeda dengan pengalaman saya ketika masih duduk di bangku sekolah di Indonesia, Thailand, China, dan Jepang, yang biasanya sesi tanya jawab hanya digelar di akhir kelas.

Kebebasan berpendapat di Amerika Serikat, bahkan sejak dari ruang kelas, benar-benar melatih saya untuk menjadi pribadi yang lebih kritis dan vokal dalam melafalkan ide-ide yang saya miliki.

[Gambas:Instagram]

Suasana terkini Capitol Hill

Secara geografis, memang Boston dan Washington DC tidaklah dekat, namun tidak sejauh itu juga.

Meskipun kota saya terbilang cukup tenang, namun saya pribadi dapat merasakan keresahan yang dialami oleh sebagian besar warga yang bermukim di Amerika Serikat setelah peristiwa penyerbuan gedung kongres Capitol Hill oleh massa pendukung Donald Trump pada beberapa hari yang lalu.

Berasal dari Indonesia, saya paham demokrasi adalah sebuah kata yang sarat berbagai makna mulia untuk sebuah negara yang berkedaulatan.

Tentunya keberadaan demokrasi diharapkan memberikan kebaikan sebesar-besarnya bagi keberadaan masyarakat luas.

Menjadi warga yang bijak, cerdas dalam menanggapi isu, serta bertanggung jawab atas segala tindakan yang kita perbuat merupakan hal yang saya pelajari dari demokrasi di Indonesia dan saya yakin hal ini sangat relevan dengan keadaan sosial di Amerika saat ini.

Artikel Surat dari Rantau masih berlanjut ke halaman berikutnya...

Diantar Doa Ibu Menuju Harvard

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER