Saya merasa saat itu, susterlah yang sangat memahami perasaan. Mungkin faktor beliau yang menuntun saya dari awal kehamilan sehingga mengetahui persis proses persiapan yang saya lakukan dan harapan yang saya miliki sebelum melahirkan.
Sang suster yang baik hati itu lalu menenangkan saya dan berkata bahwa membesarkan anak ialah proses yang bisa dipelajari, namun secara perlahan.
Setelah dilakukan diskusi dengan dokter dan suster di Neuvola, akhirnya mereka meminta saya untuk memberikan susu formula saja. Menurut mereka, dengan kondisi psikologis saya saat itu, saya diminta untuk lebih meningkatkan lagi kedekatan fisik dengan anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut mereka ada 3 hal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, yaitu faktor genetis, asupan gizi, dan kelekatan. Soal anak yang tak mau menyusu ASI juga menurutnya tidak masalah, karena masih ada pengganti susu formula. Tapi, untuk faktor kelekatan, tidak ada orang yang bisa menggantikan kecuali dengan ibunya.
Saya sadar bahwa rasa cemas yang berlebihan ini membuat saya melupakan faktor kedekatan dengan anak. Saat itu saya berpikir harus kembali semangat, sehingga anak juga tertular aura positif dari saya.
Pengalaman anak pertama menjadi pelajaran yang berarti bagi saya. Setelah hamil anak kedua, semuanya terasa lebih mudah.
Sekarang saya juga punya lebih banyak teman sesama warga negara Indonesia (WNI) yang sedang merantau di Finlandia. Bahkan saat kelahiran anak kedua, anak pertama sempat saya titipkan ke salah satu dari mereka.
Rumaisa Sabiila (Rumah Muslimah Indonesia di Eropa) kini menjadi kesibukan baru saya selain mengurus suami dan anak-anak di rumah.
Komunitas online ini menjadi ajang kajian Islam dan ajang mencurahkan hati sesama Muslimah asal Indonesia yang sedang merantau di luar negeri, khususnya di Eropa.
Rumaisa Sabiila berawal dari ajakan beberapa teman untuk pengajian mingguan di Skype. Akhirnya, kami memutuskan untuk membuat group WhatssApp.
Dua tahun kemudian, anggota kami semakin bertambah banyak dan akhirnya kami memberi nama komunitas ini dengan Rumaisa Sabiila. Di tahun yang sama, kami "memperlebar" jaringan dengan aktif berbagi informasi kegiatan di media sosial.
Saat ini anggotanya tersebar di beberapa negara Eropa lain, seperti Turki, Macedonia, Jerman, Prancis, Belanda, Inggris, Austria, Swedia, Norwegia sampai Estonia.
Aktivitas di Rumaisa Sabiila dilakukan secara online melalui WhatsApp dan beralih ke Zoom karena bertambahnya anggota yang cukup banyak. Acara mingguannya mulai dari pengajian sampai kelas mengasuh anak.
Ternyata, tak hanya saya yang sering merasa rindu rumah, banyak anggota kami yang merasakan hal yang sama. Di komunitas ini kami jadi bisa mencurahkan perasaan dan berbagi ilmu.
Semua WNI Muslimah yang sedang merantau ke luar negeri boleh bergabung, baik itu pelajar, pekerja, atau ibu rumah tangga.
Salah satu anggota asal Estonia bahkan pernah berkata kalau dirinya amat senang setelah bergabung di komunitas ini, karena notabene jarang sekali WNI di negaranya.