Jakarta, CNN Indonesia --
Seorang sepuh yang membentangkan kain batik tampil sebagai Google Doodle hari ini. Ia adalah Go Tik Swan, seorang seniman, budayawan sekaligus pelopor motif batik Indonesia. Hari ini publik diajak merayakan ulang tahunnya yang ke-90 sekaligus merayakan kekayaan budaya Nusantara khususnya batik.
Go Tik Swan atau dikenal dengan nama K.R.T Hardjonagoro adalah putra sulung dari keluarga Tionghoa di Surakarta. Karena kesibukan orang tuanya, Tik Swan dididik oleh kakek dari pihak ibu, Tjan Khay Sing. Tjan adalah seorang pengusaha batik dengan empat lokasi pembatikan dan sekitar seribu karyawan.
Dari sini, Tik Swan berkenalan dan bersentuhan langsung dengan budaya Jawa. Ia berjumpa dengan para karyawan perajin batik sekaligus melihat sendiri proses pembuatan berlembar-lembar kain batik. Tak hanya itu, Tik Swan juga senang mendengarkan tembang dan dongeng tentang Dewi Sri dan berbagai kisah tradisional Jawa. Dari para karyawan sang kakek, ia pun mengenal Mocopat, pedalangan, gending, Hanacaraka dan tarian Jawa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perkenalan dengan budaya Jawa makin mendalam kala ia berkunjung ke rumah Pangeran Hamidjojo, putra Paku Buwana X, yang tak jauh dari rumah sang kakek. Sang pangeran yang merupakan indolog lulusan Universitas Leiden dan penari Jawa klasik, membuka latihan tari yang menarik perhatian Tik Swan.
Tarian yang memukau Soekarno
Selepas lulus dari VHO Voortgezet Hooger Onderwijs (VHO), Semarang, orang tua Tik Swan ingin putera mereka melanjutkan studi di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Tampaknya ia tidak ingin menjadi pengusaha seperti kedua orang tuanya. Cintanya akan budaya Jawa membuat Tik Swan memilih masuk jurusan berbeda.
Di sana, ada dua pengajar yang memberikan pengaruh besar terhadap Tik Swan yakni Profesor Tjan Tjoe Siem, ahli sastra Jawa lulusan Leiden dan ProfesorR.M.Ng. Poerbatjaraka. Bersama Poerbatjaraka, ia masih belajar menari.
Pada Dies Natalis Universitas Indonesia yang ke-5 (9 Februari 1955), Tik Swan dan rombongan diundang mengisi pementasan tari Jawa. Dalam kesempatan itu, Presiden Soekarno hadir dan terpukau akan penampilan Tik Swan membawakan tari Gambir Anom. Mengutip dari karya ilmiah bertajuk 'Peranan Go Tik Swan Hardjonagoro dalam Mengambangkan Batik di Surakarta' disebutkan Soekarno memberikan pujian pada Tik Swan dan sejak saat itu keduanya makin dekat. Soekarno meminta bantuannya untuk melayani tamu-tamu yang berkunjung ke Istana Negara.
Saat Soekarno mengetahui Tik Swan datang dari keluarga pengusaha batik, ia menyarankan untuk menciptakan batik baru. Batik baru ini diharapkan membawa identitas baru, bukan batik Solo, batik Yogyakarta atau batik-batik daerah lain, tetapi batik Indonesia.
Ini bukan saran yang mudah diwujudkan. Mungkin Tik Swan melihat ini sebagai perintah sehingga ia begitu menggebu untuk menemukan batik seperti yang diharapkan. Tjan Tjoe Siem merasa iba dan mengajak Tik Swan ke Bali demi meringankan beban pikiran. Bagaimana tidak? Tik Swan sudah melalui berbagai macam survei yang panjang dan melelahkan tapi tak kunjung mendapatkan hasil.
Akan tetapi, rasa putus asa akhirnya sirna. Di Ubud, ia seperti memperoleh wahyu, petunjuk, bayangan wujud batik Indonesia itu. Sekembalinya ke Solo, ia segera bergerak dan menuangkannya di selembar kain mori. Akhirnya, desain gambar batik diterima oleh Sorkarno.
Batik Indonesia merupakan hasil perkawinan batik gaya klasik karaton (batik Surakarta dan Yogyakarta) dan batik gaya pesisir Utara Jawa Tengah. Desain batik ini tak hanya menyematkan warna cokelat, kuning, biru, maupun putih yang umum ditemui di batik Solo dan Yogyakarta, tetapi juga berbagai warna lain yang cerah.
Tak pernah pudar
Meski sudah berpulang pada 2008 silam, semangat dan kecintaannya akan batik tak pernah pudar. Pasangan suami-istri Hardjosoewarno dan Supiyah Anggriyani, anak angkat sekaligus ahli waris Tik Swan masih mengelola dan memproduksi batik Go Tik Swan.
Barangkali Anda tidak sadar bahwa batik dengan motif ayam dan burung merak nan indah adalah batik Sawunggaling, motif batik ciptaan Tik Swan. Supiyah mengatakan motif ini tercipta dari sabung ayam di Bali.
"Orang Bali kan kalau mau tanam padi itu ada sabung ayam, terus darah menetes itu buat sesaji harapannya bumi subur, hasil panen berlimpah, supaya tidak ada hama. Ini sekitar 1950-an dan jadi masterpiece," tutur Supiyah.
Selain Sawunggaling, Tik Swan pun menciptakan aneka motif batik lain yang tak kalah cantik. Ada pun motif batik Kembang Bangah yang merupakan pengulangan motif stilasi bunga Bangah. Semen Rama merupakan motif batik dengan corak padat dan warna dasar biru tua.