Faktor ketiga yang dapat memicu 'Sindrom Paris' ialah kelelahan fisik selama berwisata. Dan yang terakhir: jet lag.
Keempat faktor tersebut diperparah dengan gambaran Paris yang indah dan menawan di segala sudutnya, yang mungkin masih dipercaya oleh sebagian besar turis asal Jepang.
Bernard Delage dari Jeunes Japon, sebuah asosiasi yang membantu keluarga Jepang menetap di Prancis, berkata: "Di toko-toko Jepang, pelanggan adalah raja, sedangkan di sini asisten mengacuhkan mereka ... Orang-orang yang menggunakan transportasi umum semuanya terlihat galak, belum lagi kehadiran penjambret."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang wanita Jepang, Aimi, mengatakan kepada surat kabar itu: "Bagi kami, Paris adalah kota impian. Semua orang Prancis itu cantik dan anggun ... Dan kemudian, dalam kenyataannya, orang Jepang menemukan bahwa karakter orang Prancis adalah kebalikan dari karakter mereka."
Sesuatu yang berlebihan sudah pasti tidak baik, seperti melakukan perjalanan wisata dengan ekspektasi tinggi, yang mungkin dapat menyebabkan halusinasi sampai depersonalisasi, misalnya untuk sementara waktu kehilangan jati diri.
Terlepas dari namanya, 'Sindrom Paris' bukanlah sesuatu yang hanya dialami di ibu kota Prancis. Fenomena ini dapat terjadi pada siapa saja yang mencari "sepotong surga" di luar negeri.
Bisa saja terjadi pada turis yang melakukan perjalanan ke destinasi eksotis, seorang remaja yang melakukan petualangan solo pertamanya, seorang ekspatriat yang pindah ke luar negeri, atau seorang pengungsi politik atau imigran yang meninggalkan rumah untuk mendapatkan kesempatan yang lebih baik.
Mengutip TripSavvy, sindrom serupa juga bisa terjadi pada individu religius yang melakukan perjalanan ke Yerusalem atau Mekah, atau orang Barat yang bepergian ke India untuk pencerahan spiritual.
Bagi yang baru pertama kali ke Paris, ingatlah bahwa kisah fiksi dan kehidupan realita amatlah berbeda, jadi jangan memiliki ekspektasi terlalu tinggi bahwa kota ini 100 persen indah dan menawan. Tak hanya Paris, setiap kota di dunia pasti punya sisi indah dan buruknya.
Tetap berpikiran terbuka dan anggap "keburukan" yang ditemui menjadi pengalaman unik nan berharga. Jalani jadwal wisata dengan santai, jangan terburu-buru, sehingga membuat diri lelah dan gagal mendapat makna sebenarnya dari berwisata: menyenangkan diri.
Jika Anda termasuk salah satu turis yang mengalami 'Sindrom Paris', segera hubungi ahli kesehatan terdekat yang dapat menenangkan kecemasan tersebut.
(ard)