Tidak semua orang tua mampu memberikan edukasi kesehatan reproduksi pada buah hati. Padahal, edukasi tentang organ intim, termasuk soal mentruasi menjadi bekal penting dan juga bermanfaat.
Berdasarkan data Unicef, 1 dari 6 anak perempuan Indonesia enggan pergi ke sekolah karena menstruasi. Keengganan ini diakibatkan karena minimnya sanitasi kebersihan di sekolah, tidak ingin siklus haidnya diketahui teman-temannya, dan masih ada stigma negatif terhadap anak perempuan yang sedang haid.
Ketua Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Laisa Wahanudin, mengatakan anak perempuan cenderung mengalami perundungan ketika haid oleh lingkungannya. Kondisi ini tentunya disebabkan karena minimnya pengetahuan tentang organ reproduksi perempuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Upaya untuk mengedukasi anak-anak perempuan dan juga laki-laki ini harus ditingkatkan, harus didorong agar menstruasi tidak dianggap sebagai hal aneh. Menstruasi ini normal, itu menandakan anak perempuan itu tumbuh," kata Laisa dalam diskusi virtual 'Jangan Takut Mens', Jumat (28/5).
Satu hal yang perlu dipahami orang tua adalah bahwa anaknya, baik laki-laki maupun perempuan haruslah mengenal orang intim serta fungsinya. Tak ada batasan usia untuk mengenalkan organ reproduksi pada anak.
Ketika anak sudah mulai mampu menyerap informasi, maka orang tua bisa segera mengenalkan apa itu menstruasi, organ kemaluan, fungsinya, hingga cara terjadinya kehamilan, bahkan pencegahannya.
"Tentunya ada jenjang edukasi apa yang bisa disampaikan pada anak. Pada usia paud misalnya bisa mulai dari pengenalan organ intim, ada laki-laki dan perempuan, kemudian ketika usia SD mulai beranjak pada sistem reproduksi, termasuk menstruasi," kata Wara Pertiwi Osing, Kepala Sub Direktorat Jenderal Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja Kementerian Kesehatan.
Orang tua juga jadi 'pintu pertama' anak-anak mengenal organ reproduksinya. Selain mengenalkan organ reproduksi pada anak, orang tua juga perli memberi penjelasan tentang mitos yang keliru agar anak tak menjadi takut ketika haid.
"Edukasi dari orang tua ini penting sekali, karena ada rasa percaya dan kedekatan orang tua dan anak. Sehingga anak bisa lebih mengerti. Ketika mengerti, anak tidak takut, tidak kaget, tidak khawatir dengan mitos-mitos," kata Wara.
Pentingnya mengenalkan sistem reproduksi pada anak-anak bisa berarti banyak. Anak bisa terhindari dari penyakit menular seksual, lebih mengenal tubuhnya sendiri dan meningkatkan rasa kepercayaan diri.
Ketua Yayasan Kesehatan Perempuan Zumrotin K. Susilo juga mengatakan, pentingnya mengedukasi anak soal menstruasi dan reproduksi untuk menjaga masa depan anak-anak.
Sebabnya, dengan memberikan informasi soal fungsi seksualnya pada anak, mereka bisa mengerti bahaya yang mengancam dirinya, serta terhindar dari kehamilan usia anak.
"Terutama anak harus tahu proses, fungsi alat reproduksinya, apa fungsi lubang vagina, rahim, dinding rahim kantung telur, juga harus tahu proses menstruasi, proses kehamilan. Dengan begitu mereka bisa menghindari Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), ini juga yang jadi penyumbang perkawinan anak," jelasnya.
Mengenalkan menstruasi pada anak di Indonesia artinya juga mengikis tabu di masyarakat.
Meski sulit dan tak mudah, memberikan edukasi soal seluk beluk dan fungsi organ seks menjadi keharusan. Orang tua, diharapkan bisa lebih terbuka kepada anaknya dan memberikan penjelasan yang benar tanpa ada judgment.
Laisa menganggap, mengikis tabu anggapan menstruasi bisa jadi cara menekan angka perkawinan anak usia dini. Pasalnya, anak-anak yang tak mengenal sistem reproduksi tidak akan mengetahui bagaimana cara terjadinya kehamilan, pencegahannya, apa yang harus dilakukan, serta tanggung jawab apa yang mesti diemban sebagai orang tua.
"Indonesia ini masuk 8 besar negara yang angka perkawinan anaknya tinggi. Ini miris sekali tentunya. Bagaimana kita menekan hingga mencegah perkawinan anak, salah satunya adalah memberitahukan bahwa menstruasi tidak tabu, menstruasi itu normal," tuturnya.
(mel/agn)