Belum lama ini, pendakwah tersohor Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym ramai diperbincangkan di media sosial. Ucapannya menuai pro-kontra dengan menggunakan istilah 'turun mesin' pada istrinya.
Ungkapan 'turun mesin' diduga diucapkan Aa Gym dalam sebuah rekaman viral yang tersebar di media sosial. Dalam rekaman tersebut, Aa Gym disebut mengatakan bahwa Teh Ninih, sang istri, telah tujuh kali 'turun mesin' alias telah tujuh kali melahirkan.
Selain mendapat kecaman dari para warganet, Komnas Perempuan juga turut bersuara soal istilah 'turun mesin' yang ditujukan pada perempuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komisioner Komnas Perempuan, Bahrul Fuad mengatakan, istilah 'turun mesin' adalah bentuk kekerasan verbal. Ungkapan tersebut merendahkan dan menghina kondisi tubuh perempuan, seksis, dan menempatkan perempuan hanya sebagai objek seks.
Dalam hal ini, imaji 'perawan' dan elastisitas bagian intim perempuan hanya dikaitkan dengan kepuasan laki-laki saat berhubungan seksual.
"Dengan demikian, 'turun mesin' merupakan bentuk kekerasan verbal atau simbolik terhadap perempuan yang berdampak psikologis yang negatif terhadap perempuan," kata Fuad dalam keterangan tertulis, Jumat (11/6).
Fuad menjelaskan, penggunaan ejekan atau makian yang seksis merupakan bagian dari kekerasan psikis atau kekerasan verbal berbasis gender. Ungkapan 'turun mesin' disebut muncul karena budaya patriarkis yang melanggengkan diskriminasi pada perempuan.
Padahal, kekerasan psikis maupun verbal bisa menimbulkan trauma mendalam pada korban. Kekerasan yang dilakukan oleh pasangan bisa menimbulkan rasa tidak percaya diri, rasa tidak berdaya, rasa takut, bahkan penderitaan psikis pada seseorang.
"Karenanya, penanganan yang komprehensif merupakan langkah penting dalam memastikan pemenuhan hak konstitusional, khususnya perlindungan diri, kehormatan dan martabat [Pasal 28 G Ayat 1] dan bebas dari diskriminasi [Pasal 28 I Ayat 2]," kata Fuad.
Selain itu, Komnas Perempuan juga mengajak agar setiap orang berupaya mengubah cara pandang atau pola pikir dan kebiasaan merendahkan perempuan, termasuk melalui bahasa.
(mel/asr)