Alasan Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Sering Mandek

CNN Indonesia
Sabtu, 12 Jun 2021 15:10 WIB
Meki telah banyak terungkap ke publik, tak sedikit dari kasus pelecehan seksual yang terkendala alias mandek.
Ilustrasi. Meki telah banyak terungkap ke publik, tak sedikit dari kasus pelecehan seksual yang terkendala alias mandek. (Istockphoto/Favor_of_God)
Jakarta, CNN Indonesia --

Banyak kasus pelecehan seksual mulai terungkap ke publik. Tren speak up lewat media sosial bisa dibilang ikut berkontribusi membantu terungkapnya kasus kekerasan seksual.

Tapi, meski telah banyak kasus terungkap ke publik, tak banyak dari kasus pelecehan seksual tersebut selesai di meja hijau.

Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad mengatakan, ada beberapa hambatan untuk menangani kasus pelecehan seksual. Salah satunya adalah keraguan yang dialami korban.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Biasanya kendala yang ditemui karena kelengkapan administrasinya belum lengkap, kadang korban juga ragu-ragu lagi," kata Fuad saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (11/6).

Pada proses pengumpulan berkas untuk membuat laporan, pelapor atau korban terkadang masih ragu-ragu dan tidak meneruskan laporannya.

"Ada yang tiba-tiba tidak bisa dihubungi, atau menarik laporannya, atau menyelesaikannya dengan permintaan maaf. Kalau korban memaafkan, Komnas Perempuan tak bisa memaksa untuk melanjutkan kasusnya [lewat jalur hukum]," jelas Fuad.

Selain kendala dari sisi korban, kelengkapan administrasi pun turut berkontribusi terhadap lambatnya penanganan kasus pelecehan seksual.

Komnas Perempuan biasanya akan melakukan identifikasi kasus terlebih dahulu. Apakah kasus tersebut termasuk dalam kasus kekerasan seksual berbasis gender atau bukan.

Pada tahap ini, pelapor diharapkan dapat memberikan dokumen dan bukti-bukti yang diperlukan secepatnya. Setelah bukti terkumpul, Komnas Perempuan akan melakukan advokasi dengan pihak berwenang. Kasus baru akan dilanjutkan oleh kepolisian.

Sejumlah aktivis perempuan mahardika melakukan aksi di Kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Senin  (8/3/2021). Aksi mereka dalam rangka memperingati hari perempuan sedunia. Dalam aksinya mereka meminta pemerintah Akui kekerasan seksual sebagai pelanggaran HAM, Cabut UU Cipta kerja, segera ratifikasi konvensi ILO 190 beserta rekomensi 206, segera bahas dan sahkan RUU PKS dan RUU PPRT. CNN Indonesia/Andry NovelinoIlustrasi. Tren speak up turut meningkatkan terungkapnya kasus-kasus pelecehan seksual. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

Pentingnya Laporan

Fuad mengatakan, ada lebih dari 8.600 laporan pelecehan seksual yang diterima oleh Komnas Perempuan di tahun 2020.

Ia meyakini, masih ada banyak korban pelecehan seksual yang berdiam diri dan tidak melaporkan kejadian pelecehan seksual. Padahal, laporan atau pengaduan sangat penting untuk mengungkap kasus pelecehan seksual.

"Kepada korban di luar sana, jangan takut melapor. Kalau belum berani speak up, bisa mencari bantuan. Ada banyak orang yang mau membantu, bisa ke Komnas Perempuan, LBH APIK, Women Crisis Center, dan banyak lagi," kata Fuad.

Menurut Fuad, penting membuat laporan terlebih dahulu kepada komnas atau lembaga untuk membantu menyelesaikan kasus pelecehan seksual. Pasalnya, lembaga bisa membantu memberikan rasa aman pada korban.

"Korban kekerasan seksual biasanya takut melapor karena diancam, ada relasi kuasa antara korban dan pelaku, sehingga sebaiknya membuat aduan dulu supaya keamanannya bisa terjamin," ucap Fuad.

"Untuk penyintas, kami berharap bisa bersuara dan tidak perlu takut," tuturnya.

(mel/asr)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER