Jakarta, CNN Indonesia --
Vitiligo mungkin bukan penyakit yang umum dijumpai. Menurut data Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), prevalensi vitiligo saat ini tercatat antara 0,1-2 persen, atau ada sekitar 5 juta penduduk Indonesia mengalami vitiligo.
Ketika menderita vitiligo, sel melanin yang bertanggung jawab membuat warna kulit dihancurkan. Alhasil, kulit tak lagi memproduksi melanin, area kulit akan kehilangan warna dan memutih.
Bercak putih ini bisa timbul di mana saja, termasuk area mukosa seperti bibir, sekitar mata, hingga bagian kelamin. Perubahannya bahkan bisa terjadi pada rambut hingga warnanya berubah menjadi abu-abu atau putih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Vitiligo membuat penderitanya bisa sampai depresi dan stres karena warna kulitnya berbeda dengan orang lain. Bahkan, vitiligo sering dianggap penyakit menular sehingga penderitanya dijauhi," kata dokter spesialis kulit dan kelamin dari FKUI, Hanny Nilasari, dalam webinar beberapa waktu lalu.
Apa itu vitiligo?
Vitiligo adalah penyakit autoimun yang membuat bercak putih pada kulit. Bercak putih yang dibiarkan bisa meluas seiring berjalannya waktu.
Sel melanin yang memberikan pigmen warna pada kulit tak terbentuk karena autoimun. Warna kulit menjadi seputih kapur pada beberapa bagian.
Pada pasien vitiligo berat, bercak putih bisa berkembang hingga menutupi seluruh bagian kulit yang berwarna. Beberapa kasus vitiligo ditemukan juga hingga mengubah 99 persen warna kulit menjadi putih.
Namun vitiligo bukan penyakit menular. Vitiligo juga bukan penyakit turunan.
"Seorang ibu yang menderita vitiligo tidak serta merta akan melahirkan anak vitiligo juga, tapi gen memang berpengaruh pada vitiligo," ujar Hanny.
Vitiligo juga dapat menyerang berbagai usia dan jenis kelamin. Vitiligo bisa terjadi pada bayi baru lahir, atau ketika sudah lansia sekali pun.
Gejala vitiligo
Ketua Dermatologi FKUI RSCM, dokter spesialis kulit dan kelamin Sondang Pandjaitan Sirait mengatakan, gejala awal vitiligo berupa bercak putih pada kulit.
Bercak awal mungkin terlihat kecil di beberapa bagian tubuh, namun bisa berkembang jika dibiarkan.
Sondang juga menjelaskan, pada pasien vitiligo, bercak putih tidak terasa gatal, perih, atau sakit. Bercak putih hanya muncul dan berkembang dengan sendirinya.
"Deteksi dininya sangat mudah terlihat dengan mata telanjang. Ada kelainan pada kulit, bercak putih timbul, tidak gatal, tidak sakit, dan warna putihnya seperti cat atau kapur," kata Sondang.
Simak pembahasan lebih lanjut mengenai vitiligo di halaman berikut.
Faktor risiko vitiligo
Menurut Hanny, belum diketahui secara pasti apa penyebab vitiligo. Namun dia mengungkapkan bahwa vitiligo bukan penyakit turunan.
Kebanyakan orang vitiligo tidak memiliki riwayat keluarga dengan vitiligo. Namun riwayat vitiligo pada keluarga meningkatkan risiko terkena vitiligo atau penyakit autoimun lainnya.
Sebagaimana dilansir Healthline, beberapa penyakit autoimun yang bisa meningkatkan risiko vitiligo seperti tiroiditis, gangguan kelenjar tiroid, artritis, lupus, dan terbakar sinar matahari atau terluka parah.
Vitiligo juga bisa menyerang segala usia, mulai dari bayi hingga lansia.
Pengobatan vitiligo
Vitiligo merupakan penyakit kronik yang membutuhkan treatment pengobatan dalam jangka waktu lama.
"Pengobatan vitiligo tak bisa langsung sembuh, butuh proses yang mungkin bisa berbulan-bulan hingga bertahun-tahun," kata Sondang.
Perawatan vitiligo bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan warna pada kulit. Beberapa perawatan bertujuan menambah pigmen warna, sementara yang lain menghilangkannya. Artinya, pasien bisa memilih pengobatan yang akan menambah warna coklat pada kulit, atau menambah yang putihnya.
Namun pilihan pengobatan akan bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan Vitiligo.
Beberapa pengobatan yang ditawarkan untuk pasien vitiligo mulai dari pengobatan oral, dan krim oles untuk menghambat pertumbuhan bercak putih. Terapi pengobatan dengan sinar UVA untuk mengembalikan warna kulit, hingga prosedur operasi.
"Semua prosedur perawatan membutuhkan waktu lama, dan memang tidak 100 persen akan mengembalikan kondisi seperti semula, tapi bisa mencegah perluasan," tutur Sondang.
Pengaruh psikososial pada pasien vitiligo
Penyakit vitiligo sering dianggap sebagai penyakit menular sehingga penderitanya mendapat stigma negatif dari masyarakat.
Hanny mengatakan, banyak pasien vitiligo datang berobat karena alasan malu dengan kondisi kulitnya, ketimbang menginginkan sehat kembali.
Perawatan pasien vitiligo juga kerap kali harus bersamaan dengan psikiater atau psikolog untuk menangani kejiwaannya.
"Terkadang pengobatan pasien vitiligo harus dibarengi dengan perawatan dari psikolog atau psikiater karena mereka punya masalah kejiwaan, bisa tertekan, stres, atau depresi," kata Hanny.
Pengobatan untuk pasien vitiligo tidak hanya berupa tindakan medis, melainkan juga dukungan moral dari keluarga dan lingkungan.
"Mengobati vitiligo tidak hanya dengan tindakan obat-obatan medis, tapi juga butuh dukungan dari keluarga, teman, tempat kerja, sehingga mereka tidak dipandang punya penyakit yang mengkhawatirkan," kata Sondang.