Jakarta, CNN Indonesia --
Pepohonan rimbun dan ombak yang bergulung menciptakan suasana teduh dan damai di Réunion, pulau teritori Prancis yang berada di Samudra Hindia.
Pulau Réunion berbatasan dengan Madagaskar dan Republik Muritius.
Sejak tahun 2010, Pulau Réunion masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO, dengan keberadaan Taman Nasional Réunion.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pulau seluas 2.511 kilometer persegi dengan populasi 858.450 ini memang terkenal akan keanekaragaman hayatinya, baik di darat maupun di perairannya.
Salah satu fauna yang paling terkenal di Pulau Réunion ialah hiu, yang pada akhirnya membuat kegiatan berenang dan berselancar dilarang di sana.
Pulau Réunion menjadi sangat terkenal karena kasus serangan hiu. Sebanyak 11 orang tewas dalam serangan hiu yang terjadi sejak 2011. Ada lebih dari 50 serangan hiu yang tercatat antara 1988 hingga 2016.
Dr Erwann Lagabrielle, pengajar dan peneliti bidang geografi dari Universitas La Réunion, menjadi saksi mata saat temannya diserang hiu saat mereka trip surfing di pulau itu.
Ia berhasil menyelamatkan temannya, yang sayangnya harus kehilangan satu tangannya.
Sejak itu, Dr Lagabrielle rajin menggali informasi dan memberi edukasi mengenai kondisi perairan dan kawanan hiu yang bermukim di Pulau Réunion.
Penelitiannya menunjukkan kemungkinan diserang oleh hiu di pulau ini terus meningkat selama 30 tahun ke belakang.
"Dalam sembilan dari 10 kasus, hiu yang menyerang ialah jenis hiu banteng," kata Dr Lagabrielle, seperti yang dikutip dari 9News pada Mei 2020.
"Alasannya bisa berupa peningkatan populasi hiu atau perubahan perilaku mereka. Bisa juga dijelaskan oleh faktor lain, seperti perubahan suhu air hingga keberadaan peternakan ikan yang menjadi incaran hiu. Saat ini penelitian terus dilakukan," lanjutnya.
Sementara itu, ahli lain percaya gunung berapi aktif di pulau itu, Piton de la Fournaise, ikut berperan dalam serangan hiu.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...
Ahli ekologi laut, Michael Heithaus mengatakan hiu banteng mengambil keuntungan dari fakta bahwa sedimen terbawa hanyut dari lereng gunung berapi itu.
Dia mengatakan, air yang keruh lalu membuat tempat berburu yang ideal untuk predator "pintar" ini.
Pemerintah Pulau Réunion turun tangan dalam masalah hiu ini. Pada tahun 2012 mereka memusnahkan 20 hiu yang dianggap agresif. Setahun berikutnya, setelah seorang peselancar berusia 15 tahun tewas diserang hiu di pinggir pantai, mereka memusnahkan 90 hiu lagi diikuti dengan larangan menginjak perairan tersebut.
Keputusan tersebut dikritik banyak orang, karena memusnahkan hiu dan melarang orang wisata bahari bukan jalan keluar yang tepat untuk membuat perairan aman.
Hingga akhirnya aturan ketat dikoreksi dan saat ini terdapat regu pemantauan hiu dengan pos pengamatan yang bakal memonitor pergerakan wisatawan dan hiu di perairan Pulau Réunion.
Jika wisatawan berada terlalu dekat dengan hiu, mereka akan membunyikan alarm dan meminta wisatawan segera keluar dari air.
Regu tersebut juga dilengkapi dengan senjata pembunuh hiu, yang hanya akan digunakan jika wisatawan terlihat kesulitan keluar dari air akibat sudah terlanjur dikunyah hiu.
Selain Pulau Réunion, beberada destinasi wisata bahari di dunia juga memiliki kasus serangan hiu, seperti di Florida dan California (AS), Pulau Dyer (Afrika Selatan), Australia Barat (Australia) hingga Recife (Brasil).
Meski ada banyak kasus serangan hiu terhadap manusia, tapi ketahuilah bahwa hiu tetap sebagai fauna yang patut dijaga kelestariannya, apalagi saat ini ada 15 spesies hiu yang terancam punah.
Jika spesies hiu punah, dikhawatirkan rantai makanan dan reproduksi makhluk di lautan bakal sangat kacau. Keindahan bawah laut yang mengundang wisatawan untuk snorkeling sampai surfing bakal hilang.
Mengutip Ocean Scuba Dive, 15 spesies hiu yang terancam punah ialah; hiu putih besar, hiu penjemur, hiu kehitaman, hiu coklat, hiu macan pasir, hiu porbeagle, hiu kepala martil bergigi, hiu paus, hiu malaikat smoothback, hiu belati, sawback angelshark, sawback angelshark, hiu pondicherry, hiu gangga, dan hiu sungai utara.
Di tengah pandemi virus Corona, perjalanan wisata masih dikategorikan sebagai perjalanan bukan darurat, sehingga sebaiknya tidak dilakukan demi mencegah penyebaran dan penularan Covid-19, terutama di daerah yang masih minim fasilitas kesehatannya.
Jika hendak melakukan perjalanan antarkota atau antarnegara, jangan lupa menaati protokol kesehatan pencegahan virus Corona, dengan mengenakan masker, mencuci tangan, serta menjaga jarak fisik antarpengunjung. Jangan datang saat sakit dan pulang dalam keadaan sakit.