Hal sama juga dikatakan Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman. Dia bahkan menekankan agar tak ada pembukaan warung makan dengan sistem 20 menit makan di tempat.
Akan lebih baik selama pengetatan berlangsung seluruhnya hanya menerapkan sistem makanan dibawa pulang, baik itu warung makan besar maupun kecil.
"Sebetulnya, baiknya ya makanan dibawa saja, dibungkus. Karena ini tidak bisa disamaratakan. Mungkin untuk rumah makan yang besar sirkulasi bagus, bisa diatur, tapi ya kan kebanyakan tempat makan ya indoor, ya berisiko," kata dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menambahkan, jangka waktu 20 menit adalah waktu yang lebih dari cukup untuk menginfeksi orang-orang. Kondisinya adalah ada beberapa orang lain yang tak dikenal makan bersama, dan pastinya ketika makan, masker pun harus dilepas.
"Ya tidak mesti 20 menit. Bahkan kurang dari satu menit (bisa tertular). Pesan pentingnya ya lebih baik take away dan masalahnya sekarang ini masih banyak orang yang belum vaksin dan tinggi potensi paparannya," kata dia.
![]() Ilustrasi makan di restoran |
Senada dengan keduanya, Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan juga menyarankan untuk take away atau delivery dan makan di rumah ketimbang makan di luar maksimal 20 menit.
Resiko penularan dalam kurun waktu 20 menit menurut Ede adalah waktu yang cukup untuk varian-varian Corona masuk ke dalam tubuh manusia. Kata dia, makan di tempat meski hanya 20 menit beresiko tinggi bagi masyarakat, bahkan bukan lagi kontak erat, tetapi kontak sangat erat.
"(Waktu) 20 menit jadinya apa? kontak lebih eratkan. Nah dengan sebagian besar sekarang penularan kasus varian delta, berarti risiko lebih tinggi," kata dia.
Jika memang ingin memberi kelonggaran pada para pedagang, izin buka usaha saja yang cukup diberikan, namun makan tetap harus dibawa pulang.
"Itu akan lebih baik, boleh berjualan namun risiko penularan diminimalkan, semaksimal mungkin. Jadi ya take away saja," kata dia.
(tst/chs)