Membedah Tren 'Ikoy-ikoy' dari Sisi Psikologi

CNN Indonesia
Selasa, 03 Agu 2021 19:57 WIB
Selain gempita Olimpiade Tokyo 2020, rupanya media sosial diramaikan pula dengan 'ikoy-ikoy'. Bagaimana tren ini dari kacamata psikologi?
Selain gempita Olimpiade Tokyo 2020, rupanya media sosial diramaikan pula dengan 'ikoy-ikoy'. Bagaimana tren ini dari kacamata psikologi? (iStockphoto/HAKINMHAN)

Kebutuhan bukan Keinginan

Pandemi jadi momen penuh tantangan dan perjuangan. Tak sedikit orang yang memerlukan bantuan. Rahma mengatakan momen pandemi pun layak dijadikan kesempatan untuk mengasah empati dan keinginan untuk berbagi. Sebenarnya cara ini juga bisa dijadikan cara baik untuk berbagi kepada orang yang benar-benar membutuhkan. Hadiah yang diberikan bukan berdasar kebutuhan tetapi keinginan.

Hal ini yang kerap jadi polemik. 'Kebutuhan' sering jadi kambing hitam dari 'keinginan.'

"Kalau ikoy-ikoyan ini lebih pada bagi-bagi biasa, bukan bagi-bagi sosial. [Bagi-bagi biasa] misalnya, kita pernah traktir teman yang sebenarnya masih bisa makan enak. Kita juga pernah kasih hadiah ulang tahun sama teman yang mampu. Kalau bagi-bagi sosial itu biasanya pada yang enggak mampu," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi ikoy-ikoyan ini bukan bagi-bagi dalam sudut pandang sosial tapi lebih ke kesenangan pribadi aja. Karena itu jika masih ada dana lebih sebaiknya disalurkan juga untuk berbagi sosial."

Rahma menyarankan jika ingin berbagi yang lebih bijak terlebih di masa pandemi seperti sekarang, bisa berbagi lewat komunitas, lembaga atau terjun langsung ke lapangan. Bantuan akan lebih menyasar pada yang memerlukan. Sebagai contoh, pemenuhan kebutuhan pangan, kesehatan atau untuk anak yang kesulitan sekolah.

"Jika mau berbagi handphone alangkah baiknya jika berbagi pada anak anak yang terpaksa tidak sekolah atau kesulitan belajar karena tidak mampu membeli handphone untuk sekolah online," imbuhnya.

Apa ikoy-ikoy bikin orang jadi pemalas atau mental pengemis?

Ada yang beranggapan kegiatan memberi hadiah tanpa syarat khusus seperti giveaway pada umumnya membuat orang jadi memiliki mental pemalas atau bahkan pengemis. Cukup minta lalu diberi tanpa mengeluarkan usaha. Namun Rahma tidak melihatnya seperti itu.

Pasalnya, dia mengatakan bahwa dalam kegiatan ini ada banyak orang yang berpartisipasi dan dilakukan pada orang berbeda. Artinya, orang yang mendapatkan hadiah bukan satu atau dua orang yang sama terus-menerus sehingga tidak akan sampai membentuk sifat atau kebiasaan tertentu. 

"Untuk membentuk sifat atau sikap tertentu, tentu bukan hanya dari satu peristiwa saja. Selama ini tidak dilakukan secara terus-menerus, hanya sesekali saja maka masih aman. Tidak sampai menimbulkan mental mengemis," katanya.

Hanya saja, dalam hal ini, netizen juga perlu bersikap bijak dan tak berbohong hanya demi mendapatkan hadiah dari sang selebgram. 

(els/chs)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
REKOMENDASI
UNTUKMU LIHAT SEMUA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER