Ahli Epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman juga mengatakan hal serupa dengan Slamet soal dosis ketiga vaksin Covid-19. Menurutnya, dosis ketiga ini memang seharusnya hanya diberikan kepada para tenaga kesehatan.
Apalagi, pihak WHO pun belum memberi rekomendasi terkait pemberian dosis ketiga pada populasi masyarakat umum di luar tenaga kesehatan. Terlebih, masih banyak masyarakat yang belum menerima vaksin dosis pertama dan kedua Covid-19.
"Karena belum saatnya (untuk masyarakat umum), banyak negara lain, wilayah lain yang masih antri lama (untuk dapat vaksin)," kata Dicky.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, pemberian dosis ketiga bagi tenaga kesehatan menjadi penting setelah ada laporan bahwa efikasi vaksin Sinovac menurun.
Selain itu, varian delta dari Covid-19 juga membuat para tenaga kesehatan harus mendapat perlindungan ekstra demi melawan virus-virus ini.
"Sehingga harus di-booster. Karena kalau tidak, mereka tidak akan kerja aman, dan akan banyak korban. Yang rugi ya masyarakat," kata Dicky.
"Nah perlu pemberian dosis ketiga pada tenaga kesehatan. Tapi kalau untuk masyarakat ya tidak. Itu namanya strategi berbasis vaksinasi publik," lanjutnya.
Sementara penanganan di luar vaksin dosis ketiga untuk masyarakat umum, kata Dicky, bisa dengan peningkatan protokol kesehatan. Selain itu, tracing juga harus terus ditingkatkan agar bisa melacak seberapa jauh virus ini telah menyebar.
Dicky juga menekankan mengatakan bahwa jika memang sudah saatnya nanti masyarakat biasa bisa mendapat vaksin booster, protokol kesehatan harus tetap dijaga karena terpapar Covid-19 bukanlah sesuatu yang mustahil.
"Bukan berarti dijamin 100 persen jika sudah di-booster. Ada tambahan dua kali sudah vaksin Pfizer saja bisa terinfeksi meski enggak parah. Artinya 3T dan 5M tetap harus dilakukan," ujar Budi.
(tst/agn)