Lepas Rindu dengan Almarhum Kakek di Telepon Umum Putih

CNN Indonesia
Kamis, 12 Agu 2021 20:50 WIB
"Kakek, tsunami sudah berlalu 10 tahun. Aku akan segera masuk sekolah menengah pertama," kata seorang cucu di telepon umum putih.
Telepon umum putih di Otsuchi, Jepang, menjadi cara melepas rindu keluarga korban tsunami. (REUTERS/ISSEI KATO)

Telepon angin

Bilik telepon umum ini dibangun oleh Itaru Sasaki, pemilik kebun di Otsuchi, sebuah kota sekitar 500 km timur laut Tokyo, beberapa bulan sebelum bencana, setelah dia kehilangan sepupunya karena kanker.

"Ada banyak orang yang tidak bisa mengucapkan selamat tinggal," katanya.

"Ada keluarga yang berharap mereka bisa mengatakan sesuatu saat perpisahan, seandainya mereka tahu mereka tidak akan bisa berbicara saling berbicara lagi," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Telepon umum ini didatangi ribuan pengunjung dari seluruh Jepang. Tak tidak hanya digunakan oleh para penyintas tsunami, tetapi juga oleh orang-orang yang kehilangan kerabat karena sakit dan bunuh diri.

Dijuluki "telepon angin", eksistensi telepon umum ini menginspirasi sebuah film.

Beberapa bulan yang lalu, Sasaki mengatakan dia didekati oleh orang yang ingin memasang telepon serupa di Inggris dan Polandia, yang memungkinkan orang menelepon kerabat mereka yang hilang karena pandemi virus corona.

"Sama seperti bencana, pandemi datang tiba-tiba dan ketika kematian tiba-tiba, kesedihan yang dialami keluarga juga jauh lebih besar," kata pria berusia 76 tahun itu.

Sachiko Okawa, 76, who lost her husband in the March 11, 2011 earthquake and tsunami, calls her late husband with her two grandsons Reo and Daina inside Kaze-no-Denwa (the phone of the wind), a phone booth set up for people to call their deceased loved ones, at Bell Gardia Kujira-yama, ahead of the 10th anniversary of the disaster, in Otsuchi town, Iwate Prefecture, northern Japan, February 27, 2021. Sachiko Okawa bersama dua cucunya di telepon umum putih. (REUTERS/ISSEI KATO)

'Saya sangat senang kita bisa berbincang'

Seperti ribuan orang lainnya di komunitas pesisir yang hancur, Kazuyoshi Sasaki, anggota dewan, tidak hanya kehilangan istrinya tetapi banyak saudara dan teman-temannya dalam bencana tersebut.

Dia mengaku amat mencintai Miwako hampir sepanjang hidupnya.

Dia pertama kali menyatakan cintanya padanya ketika mereka berdua di sekolah menengah pertama, tawaran yang awalnya ditolak.

Butuh 10 tahun lagi bagi keduanya untuk mulai berkencan. Sampai akhirnya mereka menikah dan memiliki empat anak.

Sasaki menjelaskan kepada istrinya bahwa dia baru saja pindah dari perumahan sementara, dan bahwa putra bungsu mereka sekarang sedang membangun rumah baru, di mana dia bisa tinggal bersama cucu-cucu mereka.

Sebelum menutup telepon, Sasaki memberi tahu Miwako bahwa pemeriksaan kesehatan baru-baru ini menunjukkan bahwa dia telah kehilangan berat badan.

"Saya akan menjaga diri," janjinya saat angin kencang bertiup di luar.

"Saya sangat senang kita bertemu, terima kasih, kita semua melakukan apa yang kita bisa, sampai nanti."



(reuters/ard)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER