Jakarta, CNN Indonesia --
Emot berusaha mengingat tahun-tahun ke belakang, saat dia melihat cengkih afo untuk pertama kalinya.
"Capek banget jalan ke sananya, lelah naiknya," kata Emot, seorang warga Halmahera kepada saya sembari tertawa.
"Ada angkot ke kampung sana tuh, nanti mau masuk ke lokasi Afo-nya baru jalan, tapi ada kampung juga di situ. Namanya Kelurahan Marikurubu."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Afo bukan pohon cengkih sembarangan. Dahan-dahan tuanya dan batang pohon sebesar empat pelukan orang dewasa dan daunnya yang lebat sudah menemani manusia-manusia kesayangannya. Afo II berusia 260 tahunan.
"Dipeluk 3 orang juga enggak sampai diameter batangnya saking besarnya itu," katanya.
Ketika akhirnya akar-akar senjanya tak kuasa lagi menahan beban yang selama ini dipikulnya, Afo I dan II pun roboh. Meski demikian, batang afo II masih berdiri tegak di tempatnya, meski tak lagi 'bernyawa.' Dulunya, di Gunung Gamalama, enam kilo dari Ternate, rumah bagi afo generasi pertama, afo II, dan afo III. Namun sepeninggal Afo II, kini afo III pun sebatang kara.
Afo yang berusia ratusan tahun ini diyakini sebagai cengkih varietas asli Ternate. Dalam nama lokal, afo berarti tua atau 'sejenis pohon yang besar.' Namun cerita lain menyebut nama afo diyakini berasal dari nama keluarga Alfalat. Kala itu, saat Belanda memusnahkan semua tanaman cengkih untuk memulai monopoli perdagangan cengkih di Ternate, Alfalat adalah orang yang berhasil menyelamatkan Afo generasi pertama.
 Foto: ANTARA FOTO/Andika Wahyu/Asf/ama/15. Petani menjemur cengkeh di kawasan Pelabuhan Tahuna, Kecamatan Tahuna Timur, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Kamis (29/1). Cengkeh yang dijemur 3-5 hari sejak dipanen agar bisa diperdagangkan itu kemudian dijual Rp. 140 ribu/kg. ANTARA FOTO/Andika Wahyu/Asf/ama/15. |
Afo sendiri punya berbagai ciri khas utama yang pantas jadi rebutan. Bunga mudanya berwarna muda hijau kemerahan sedangkan bunga matang petiknya berwarna kuning kemerahan. Selain itu, aromanya kuat, ukurannya pun lumayan besar, sedangkan kandungan eugenol yang melambangkan mutu bunganya pun cukup tinggi.
Setangkai kecil cengkih punya kisah yang panjang. Meski tak ada yang tahu pasti, kapan dan bagaimana cengkih di dunia ini bermula, ada banyak cerita soal perjalanan cengkih di dunia.
Anthony Reid, sejarawan terkemuka tentang Asia mengungkapkan perihal cengkih dalam buku Southeast Asia in the Age of Commerce, 1450-1680: Volume 2, Expansion and Crisis (1993).
"Cengkih dan kadang-kadang pala dan bunga pala disebut di dalam catatan perdagangan di Kairo dan Alexandria sejak abad ke-10, tapi semuanya itu sangat jarang dan mahal di Eropa hingga akhir abad ke-14. Orang Tiongkok juga mengenal cengkih dan pala pada masa Dinasti Tang tetapi menggunakannya dengan hemat sebelum abad ke 15."
Sejumlah sumber China sebelum abad ke-14 tahu bahwa cengkih berasal dari Maluku, hanya ada satu catatan bertanggal 1350 yang betul-betul menulis orang China langsung berlayar dari negaranya ke Maluku. Dalam catatan China pula cengkih dan Maluku sudah ditulis sejak masa dinasti Song (960-1279) dan Yuan (1271-1368). Cengkih disebut sebagai barang yang dipakai sebagai hadiah atau barang dagangan yang dibawa pedagang Champa, Jawa, Sriwijaya, Timur Tengah, Chola dan Butuan.
Cerita lain juga menyebut bahwa pada 200 SM, seorang utusan dari Jawa datang menghadap Kaisar Han di China. Dia membawa cengkih atau gau medi atau pohon pedas, kata orang lokal. Cengkih ini dipakai untuk mengharumkan napasnya. Bahkan, Kaisar Han memerintahkan semua tamu kerajaan untuk mengunyah cengkih sebelum bertamu agar mulutnya wangi.
Jack Turner menulis dalam bukunya Spice, The History of a Temptation (2005) menulis:
"Tidak ada rempah-rempah yang menempuh perjalanan lebih jauh ataupun lebih eksotis daripada cengkih, pala, dan bunga pala Maluku. Setelah panen di hutan pala di Banda atau di bawah bayangan gunung vulkanik Ternate dan Tidore. Selanjutnya kemungkinan besar, rempah tersebut dimuat dalam salah satu cadik yang masih melintasi pulau-pulau di Nusantara. Rempah bisa juga dibawa oleh pedagang China yang diketahui telah mengunjungi Maluku dari sejak abad ke-13. Bergerak ke barat melewati Sulawesi, Borneo, dan Jawa melalui Selat Malaka, rempah-rempah tersebut lalu dikapalkan menuju India dan pasar rempah di Malabar.
Selanjutnya komoditas itu dikirim dengan kapal Arab menyeberangi Samudera Hindia menuju Teluk Persia atau Laut Merah. Di salah satu dari sekian banyak pelabuhan tua, Basra, Jeddah, Muskat atau Aqaba, rempah lalu dialihkan ke dalam karavan besar menyusuri gurun pasir menuju pasar-pasar jazirah Arab dan Alexandria dan Levant. Baru setelah mencapai perairan Mediterania, rempah-rempah akhirnya tiba di tangan bangsa Eropa."
Jalur rempah cengkih dan riwayat afo
Bagi Indonesia, afo bukan cuma sekadar pohon cengkih biasa. Afo menjadi saksi sejarah masa keemasan Indonesia di jalur rempah. Merunut masanya, cengkih Ternate sudah jaya jauh sebelum datangnya Portugis ke Indonesia. Dalam bukunya Kepulauan Rempah-rempah, M. Adnan Amal mengungkapkan, cengkih dibudidayakan pada 1450.
Kala itu, pohon tersebut yang bisa jadi belum bernama, sudah memikat para pedagang dan pemburu rempah dari seluruh dunia. Perdagangan cengkih Ternate dan Maluku dimulai oleh pedagang Jawa dan bangsa Cina, Melayu, Arab, Persia, dan Gujarat. Kala itu mereka, kerap singgah di kota-kota pelabuhan ini untuk beristirahat. Pada abad 16 dan 17, para pedagang singgah di Makassar untuk membeli beras untuk ditukarkan dengan rempah di Maluku.
Aroma khas cengkih juga membius seorang penulis dan bendahara Portugis Tome Pires dalam bukunya yang berjudul Suma Oriental que trata do Mar Roxo ate aos Chins menuliskan perjalanannya selama berada di Indonesia.
"Para Pedagang Melayu berkata bahwa Tuhan telah menciptakan Timor untuk kayu cendana, Banda untuk pala, dan Maluku untuk cengkih. Barang dagangan ini tidak dapat ditemukan di tempat lain di dunia kecuali di ketiga tempat ini."
Kepopuleran cengkih membuat orang-orang Eropa pun mencoba menelusuri asal-usulnya, hanya lewat namanya. Hanya saja minimnya informasi soal rempah ini membuat mereka kesulitan melacak jejaknya.
Pada 1506, Lodewijk de Bartomo adalah orang Portugis pertama yang datang ke Ternate dari Banda. Saat itu tak diketahui motif dan tujuannya datang ke Ternate. Kedatangan Bartomo kemudian disusul oleh kedatangan armada Portugis di bawah pimpinan D'Abrau dan Fransisco Serrao. Mereka tiba di masa kepemimpinan Sultan Bayanullah dari Ternate, Serrao bahkan dijadikan penasehat pribadi hingga akhirnya diberikan hak istimewa dalam perdagangan. Kongsi ini dilakukan demi mengukuhkan Ternate sebagai kerajaan terkuat di Maluku.
Kedatangan dan hak istimewa perdagangan rempah menjadi catatan tersendiri buat bangsa Eropa khususnya Spanyol, Belanda, dan Inggris, untuk datang ke Maluku demi cengkih. Pada 1521, bangsa Spanyol mulai datang ke Maluku dan mencari rempah, seperti Portugis yang dapat hak khusus perdagangan rempah, Spanyol mendapat hak monopoli perdagangan cengkih dari Sultan Almansur di Tidore.
Saat pedagang Portugis dan Spanyol berhasil menemukan tempat asal cengkih, Spanyol menyebutnya Gilope, karena dibawa dari pulau Gilolo. Sedangkan Portugis menyebutnya clou de girofle karena bentuknya yang mirip paku atau clou. Dalam bahasa Inggris disebut clove yang berasal dari bahasa Latin, clavus yang berarti kuku.
Pada 1579, Sultan Baabullah dari Ternate menerima kunjungan Francis Drake dari Inggris yang membawa 5 kapal besar, termasuk Golden Hind yang terkenal. Drake mengaku hanya ingin berdagang. Sultan pun menjamunya dengan berbagai makanan mewah termasuk hidangan sagu, nasi, lauk pauk dari kambing, rusa, ayam, ikan bakar, sampai kepiting yang semuanya dimasak dengan cengkih. Rasa suka dan hormat satu sama lain membuat Baabullah mengisi kapal Drake dengan penuh muatan cengkih terbaik. Hal ini menjadi salah satu cikal bakal terbentuknya hubungan perdagangan antara Inggris dan Indonesia.
 Foto: CNNIndonesia/Basith Subastian |
Monopoli VOC
Kedatangan Belanda ke Maluku untuk mendapatkan cengkih, mengubah sejarah Maluku. Sebelumnya, Belanda berhasil menaklukan Banda pada 1622. Mereka berhasil menaklukan dan memonopoli pala dan kembang pala.
Demi menjalankan rencananya, VOC pun menjalin kesepakatan dengan penguasa Ternate saat itu, Sultan Mandar Syah. Dalam perjanjian tersebut, VOC diizinkan untuk melakukan eradikasi atau memusnahkan cengkih di Maluku. Sebagai gantinya, mereka memberikan Mandar Syah sejumlah recognitie penningen dengan besaran yang disepakati, pakaian dan perhiasan mahal. Akan tetapi, rakyat si empunya pohon cengkih justru mendapat bayaran yang sangat kecil dan membuat rakyat cukup marah.
Tak hanya itu, demi memastikan semua pohon cengkih habis ditebang, Belanda juga 'menggandeng' bobato (kepala desa) untuk berlayar dari pulau ke pulau melaksanakan ekspedisi pelayaran Hongi. Mereka menebang semua tanaman cengkih tersebut dan menanamnya di Ambon dan Lease, dekat pusat pemerintahannya di Banda. Hanya saja menurut cerita, keluarga Alfalat berhasil menyelamatkan sebatang pohon cengkih yang kini dikenal sebagai cengkih afo. Pohon ini disebut sengaja ditanam di dalam hutan Gunung Gamalama agar tak bisa ditemukan Belanda.
Meski demikian, saat itu Belanda dengan VOC-nya berhasil memonopoli jalur rempah di Maluku. Pada 1770, seorang saudagar Prancis berhasil mengambil bibit cengkih afo dan membawanya ke Zanzibar. Inilah yang menjadi cikal bakal Zanzibar kini menjadi produsen cengkih yang terkenal.
Monopoli VOC ini juga menimbulkan pro-kontra di antara pedagang jalur rempah. Paruh kedua abad 18, Prancis menyelundupkan cengkih dari Hindia Timur ke pulau-pulau Samudra Hindia dan Dunia Baru untuk mematahkan monopoli VOC.
Masa suram cengkih
Cengkih yang kala itu menemukan masa kejayaannya, juga sempat mengalami masa suram. pada abad 18 dan 19, popularitas cengkih mulai meredup dan tergantikan oleh hasil bumi lainnya seperti tebu, tembakau, lada, kopi, teh, nila, kelapa sawit, dan kayu jati di Jawa dan Sumatera.
Dalam buku Ekspedisi Cengkeh, Puthut EA menyebut penemuan teknologi mesin pendingin akibat Revolusi Industri Inggris juga membuat harganya merosot tajam. Ini berlangsung sampai pertengahan abad 20. Masa suram bukan cuma melanda harga dan perdagangan cengkih, tapi juga warga setempat.
Pelayaran hongi yang sejak dulu menghantui warga akhirnya berakhir pada 1824. Ini artinya, mereka bisa kembali menanam cengkih seperti dulu. Namun kenangan buruk yang menghantui kehidupan mereka selama bertahun-tahun tak bisa dilupakan begitu saja. Tak semudah itu buat mereka untuk move-on dan bersikap seperti tak terjadi apa-apa untuk kembali menanam rempah itu.
Saat itu izin untuk menanam kembali cengkih sebenarnya sudah diberikan. Pemerintah bahkan berani membayar mahal untuk tiap panenan cengkih. Perlahan namun pasti, keeksotisan cengkih memang sulit ditolak. Kebangkitan cengkih di Nusantara kembali berkat petani Tidore di 1970-an. Perlahan Tidore bangkit menjadi salah satu produsen cengkih di Maluku. Saat itu bibit cengkih didatangkan dari Jawa dan juga bibit afo yang dibudidayakan sampai saat ini.
Emot mengungkapkan saat ini di Maluku masih punya beberapa varietas asli Maluku antara lain Afo, Tibobo, Tauro, Sibela, Indari, Air Mata, Dokiri dan daun Buntal.
"Belum lagi ada cengkih raja si cengkih hutan. Itu daunnya lebar-lebar buahnya juga besar-besar tapi aromanya kurang kuat. Enggak dibudidaya kalau itu, tumbuh liar di hutan, banyak."
Manfaat cengkih
Cengkih merupakan sumber beta karoten yang bagus dan bisa diubah menjadi vitamin A. Ini juga yang memberi mereka warna coklat yang pekat. Cengkih secara umum memiliki manfaat untuk kesehatan karena kandungan eugenolnya, antara lain mengurangi peradangan. Salah satu jenis rempah ini juga mengandung senyawa antioksidan yang bisa membantu menurunkan radikal bebas, meningkatkan fungsi liver, dan mengurangi risiko maag.
Sejak dulu, rempah dimanfaatkan sebagai bumbu masak, obat, dan ramuan, wewangian, dan bahan utama pengawet bahan pangan. Inilah yang membuat orang-orang Eropa untuk pertama kalinya bisa mengawetkan dan menimbun makanan selama bermusim-musim.
Sementara itu, di tempat aslinya, bunga cengkih Afo digunakan masyarakat Desa Tongole sebagai penyedap rasa alami yakni untuk menguatkan rasa masakan dan minuman.
Revitalisasi kejayaan cengkih
Indonesia lewat berbagai varietas dan produksi cengkihnya menjadi salah satu produsen cengkih terbesar di dunia selain Madagaskar. Di 2019, Mengutip laman Kementerian Pertanian, dari 2015 sampai 2019 luas area perkebunan cengkih selalu mengalami peningkatan. Di 2019, Indonesia menghasilkan 134.790 ton per tahun dan berada di atas negara lain seperti Madagaskar (23.120 ton), dan Tanzania (8.970). Pada 2018 luas area perkebunan untuk cengkeh yaitu 568.892 hektar. Dari luasan tersebut sebagian besar sekitar 66.84 persen diusahakan oleh petani rakyat yang dibudidayakan secara tumpang sari dengan tanaman lainnya.
Emot kembali bercerita, saat musim panen tiba, aroma cengkih pun menyeruak tajam, namun eksotis. Aromanya tercium lantaran berkilo-kilo cengkih setengah kering yang dijemur di atas terpal di depan rumah warga.
"Di sini, dari dulu petani cengkih tidak pernah monokultur, semua kebun campuran. Jadi selain cengkih, ada pala juga ada kelapa, durian langsa, mangga," kata Emot.
Hal ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, lantaran harga cengkih yang tak lagi seperti dulu di masa jayanya.
"Dijualnya bisa mentah dan kering. Kalau dulu bisa sampe 180rb/kg tapi kalau sekarang ini harga turun jauh cuma Rp60 - 70rb/kg."
"Kalau mentah dijual Rp3 - 5rb per cupa."
Cupa, kata dia, adalah satuan yang dipakai warga lokal untuk menghitung cengkih. Bisa dibayangkan bahwa cupa adalah seukuran kaleng alumunium kental manis. Sekilo cengkih berkisar 4-5 cupa.
Untuk mengembalikan kejayaan cengkih Maluku, berbagai program revitalisasi pun diperlukan. Kementerian Pariwisata saat ini memiliki program destinasi wisata rempah yaitu Indonesia Spice Up the World. Ini adalah upaya pemerintah yang melibatkan lintas kementerian sebagai salah satu upaya perluasan pemasaran produk bumbu atau pangan olahan dan rempah Indonesia.
Melalui laman resmi Kemenparekraf, Sandiaga Uno mengungkapkan bahwa nilai ekspor bumbu olahan dan rempah segar Indonesia memiliki nilai pertumbuhan positif sebanyak 2,95 persen dalam 5 tahun terakhir. Pada 2020 lalu, nilai ekspornya mencapai US$1,02 miliar. Amerika Serikat sendiri memang menjadi salah satu target pasar komoditas rempah dan kuliner Indonesia, dan bernilai sekitar 20-25 persen dari pasar ekspor rempah Indonesia.
Selain secara nasional dan global, upaya revitalisasi cengkih juga dilakukan secara lokal, termasuk lewat peremajaan pohon cengkih tua. Berdasarkan penelitian yang dimuat dalam Jurnal Humano, pohon Cengkih Afo III termasuk dalam kriteria pohon plus. Hal ini berarti bahwa Cengkih Afo III tercatat sebagai pohon plus dalam rangka penentuan upaya awal dalam suatu program penangkaran untuk konservasi jenis dan pemuliaan tanaman.
Revitalisasi pohon cengkih tua menjadi cengkih muda juga diperlukan untuk meningkatkan jumlah panenannya. Selain itu, pemerintah daerah juga diharapkan merawat dan memfasilitasi destinasi wisata cengkih afo sebagai pohon cengkih tertua. Tak cuma untuk tujuan wisata, lokasi cengkih afo ini juga bisa bermanfaat sebagai sarana edukasi keluarga. Ada baiknya juga para guide dibekali dengan berbagai sejarah mengenai cengkih dan kegunaannya.