Kenapa sih saya takut punya anak?
Kalau orang biasanya bingung kasih jawaban saat mereka ditanya kapan punya anak, saya tidak bingung. Saya sudah punya jawaban pastinya.
"Saya takut punya anak." Itu jawaban saya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesal? Terserah saja. Punya anak, menunda, atau memilih enggak punya anak itu kesepakatan saya dengan suami, bukan dengan keluarga besar, orang banyak apalagi tetangga-tetangga usil. Tapi jangan tanya berapa banyak orang yang sudah judge dan juga menasehati saya soal 'takut punya anak.'
Saya tahu kok kalau punya anak itu anugerah besar dari Tuhan. Tapi saya juga tahu ada tanggung jawab besar di baliknya.
Ketakutan saya bukan tanpa alasan. Bahkan faktanya ketakutan saya ini juga gara-gara orang lain.
Ketakutan ini sudah ada sebelum saya memutuskan untuk menikah. Pada 2019, kakak perempuan saya harus kehilangan bayi di dalam kandungannya yang baru berusia tujuh bulan. Di tengah kondisinya yang belum stabil secara fisik dan mental, dia makin tertekan karena terus disalahkan atas peristiwa itu.
Almarhum ibu saya bahkan saat itu secara tak langsung ikut menyalahkan dia. Ibu bilang secara mental kakak saya memang belum siap memiliki anak hingga tak menjaga bayinya dengan baik.
Tak hanya ibu saya, suami kakak saya pun ikut menyalahkannya, tak memberi perlindungan dan pelukan yang mungkin saat itu dibutuhkan kakak saya. Dia malah kabur karena merasa kakak saya tidak bertanggung jawab sebagai calon ibu bahkan membiarkan anaknya meninggal di kandungan. Kakak stres berat, dan ini juga membuat saya stres bahkan ketakutan. Apa yang bakal terjadi pada saya jika saya ada di posisi itu?
Rasa takut itu terpatri di benak saya. Ketika akhir suami melamar, hal yang saya sampaikan pertama kali padanya adalah ketakutan saya memiliki anak. Saya bilang, saya ingin menunda hingga kondisi saya memungkinkan secara fisik, mental dan uang.
Kami sempat berdebat. Namun beruntung,suami dan keluarga besarnya tak terlalu mempermasalahkan soal kapan harus punya anak.
(tst/chs)