Rumah Cimanggis, Hunian Juragan Pasar sampai Karyawan RRI
Bukan cuma museum atau benteng, rumah yang didirikan saat zaman kerajaan atau penjajahan di Indonesia juga merupakan situs bersejarah yang patut dilestarikan.
Rumah Belanda, begitu sebutan awam terhadap rumah-rumah kuno itu. Sayangnya, banyak yang menganggap rumah seperti itu dihuni hantu sampai ada yang menggusurnya sampai rata demi mendirikan bangunan baru.
Tahun ini, pemerintah Indonesia melalui Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Prumahan Rakyat (PUPR) melakukan revitalisasi sebuah rumah kuno yang berada di dalam Komplek Radio Republik Indonesia (RRI) Depok, Jawa Barat, yang direncanakan akan menjadi area dibangunnya kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII).
Rumah tersebut dinamakan Rumah Cimanggis - warga lokal menyebutnya Gedong Tinggi - yang eksistensinya sudah santer sejak tahun 2018 karena megah namun terbengkalai.
Sejarah Rumah Cimanggis
Ketua Heritage Depok Community (HDC), Ratu Farah Diba mengatakan, Rumah Cimanggis awalnya adalah hunian petinggi Kongsi Dagang Belanda Hindia Timur atau Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Rumah Cimanggis diyakini mulai dibangun pada rentang tahun 1771 dan 1775.
Arsitekturnya kurang lebih sama dengan rumah-rumah Belanda di Indonesia, yang dibangun dengan gaya Art Deco campur tropikal; beratap tinggi untuk sirkulasi udara dan berhalaman luas lengkap dengan pepohonan di pinggirnya.
"Rumah itu punya Albertus van Der Parra dihadiahkan kepada Yohanna van Der Parra, jadi itu rumah peristirahatan," kata Farah saat diwawancara oleh CNNIndonesia.com pada Januari 2018.
Albertus van Der Parra merupakan seorang Gubernur Jenderal VOC. Sedangkan Yohanna adalah istri kedua dari van Der Parra, yang juga merupakan pemilik dari Pasar Cimanggis.
Farah mengatakan, Pasar Cimanggis kini bernama Pasar Pal. Lokasinya sekitar satu kilometer dari Rumah Cimanggis.
Cukup lama Yohanna menempati rumah tersebut hingga akhir hayatnya. Farah mengatakan, setelah Yohanna meninggal, rumah tersebut sempat diserahkan pada seorang pengusaha bernama David Smith.
Namun setelah David Smith bangkrut, tidak ada catatan terkait siapa pemilik rumah Cimanggis tersebut. Hingga akhirnya pada tahun 1953, rumah tersebut sudah dibalik nama atas nama Samuel de Meyer.
Kemudian, kata Farah, pada tahun 1946-1947, rumah tersebut digunakan sebagai markas Belanda terutama saat agresi militer pertama.
Lihat Juga : |
Pascakemerdekaan pada tahun 1964, di era orde baru, Presiden Soeharto meresmikan tiga pemancar RRI di area tersebut. Bangunan Rumah Cimanggis menjadi bagian kompleks pemancar RRI itu.
Lalu, pada tahun 1978 bangunan tersebut dijadikan menjadi semacam rumah dinas untuk karyawan RRI. Rumah disekat menjadi beberapa bagian untuk ditempati 13 kepala keluarga sebagai rumah dinas.
"Tahun 2002-2003 mulai dikosongkan lagi, itulah akhirnya mulai tidak terpelihara," ujar Farah.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...