Sejarah Taman Ismail Marzuki, Pusat Seni Budaya di Ibu Kota

CNN Indonesia
Minggu, 03 Okt 2021 17:04 WIB
Tidak sekadar arena pertunjukan, Taman Ismail Marzuki (TIM) memiliki catatan sejarah dan menjadi saksi bisu perkembangan seni budaya di Indonesia.
Tidak sekadar arena pertunjukan, Taman Ismail Marzuki (TIM) memiliki catatan sejarah dan menjadi saksi bisu perkembangan seni budaya di Indonesia. (Foto: CNN Indonesia/Endro Priherdityo)
Jakarta, CNN Indonesia --

Taman Ismail Marzuki dikenal sebagai area berkumpulnya para seniman menuangkan pikiran dan ekspresinya. Lokasinya terletak di salah satu sudut Jalan Cikini Raya.

Lokasinya pun tak jauh dengan gedung-gedung bersejarah yang berada di Cikini. Dari Gedung Joang 45 ke Taman Ismail Marzuki, hanya membutuhkan 10 menit dengan berjalan kaki.

Dilansir dari Indonesia Kaya, di dalam kompleks Taman Ismail Marzuki terdapat 6 ruang teater modern, gedung arsip, bioskop, galeri dan balai pameran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu terdapat pula Planetarium Jakarta yang diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 1964.

Tidak sekadar arena pertunjukan, Taman Ismail Marzuki yang juga dikenal dengan TIM ini memiliki catatan sejarah dan saksi bisu perkembangan seni di Indonesia.


Sejarah Awal Pembangunan Taman Ismail Marzuki

Teater Jakarta (Jakarta Theatre), a performing art building in Jakarta Art and Cultural Center Taman Ismail Marzuki (TIM). (dok. commons.wikimedia.org/Gunawan Kartapranata)Sejarah awal pembangunan Taman Ismail Marzuki sebagai pusat kesenian (Foto: commons.wikimedia.org/gunawankartapranata)

Sebelum TIM menjadi pusat kesenian, para seniman menuangkan ekspresinya di Pasar Senen dan Balai Budaya Jakarta.

Pada tahun 1968, terjadi perbedaan ideologi politik yang mengakibatkan para seniman tidak bisa berkarya lagi di sana.

Dikutip dari laman Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Ali Sadikin mencari tempat pengganti bagi para seniman dan terpilihlah lahan di area Cikini Raya.

Lahan itu sebelumnya adalah ruang rekreasi terbuka Taman Raden Saleh dan kebun binatang Jakarta.

Ali Sadikin merangkul dan menyerahkan konsep pembangunan dengan para seniman. Para seniman dan budayawan berkumpul dan berdiskusi membahas pembangunan TIM di Kantor Harian KAMI dan pondokan Salim Said yang terletak di Matraman Raya.

Kala itu, tokoh seniman dan budayawan yang sering berkumpul adalah Arifin C. Noer, Goenawan Mohamad, Ed Zulverdi, dan Sukardjasman.

Akhirnya, rancangan pembentukan TIM pun jadi dan kemudian diketik oleh Arifin C. Noer. Berkas itu kemudian ia serahkan ke Christianto Wibisono dan diteruskan kepada Ali Sadikin.

Hingga akhirnya, Ali Sadikin menyetujui bahwa Pemprov DKI akan menyediakan sarana, dana, dan fasilitas penunjang operasional TIM. Sedangkan pengelolaan TIM diserahkan kepada seniman dan budayawan.

Ali Sadikin juga membentuk Badan Pembina Kebudayaan atau yang kini dikenal sebagai Dewan Kesenian Jakarta. Lembaga itu beranggotakan 25 orang dan termasuk Trisno Soemardjo yang dipilih sebagai ketua.

Anggota itu antara lain Arief Budiman (sastrawan), Zaini (pelukis), Binsar Sitompul (musikus), Sardono W. Kusumo (penata tari), Teguh Karya (sutradara), Taufiq Ismail (penyair).

Selanjutnya, Pramana Padmodaryana (pemain teater), Goenawan Mohamad (sastrawan), H.B Jassin (kritikus sastra), Misbach Yusa Biran (sutradara film dan sineas), Ayip Rosidi (penulis).

Kemudian, Asrul Sani (penulis naskah drama dan sutradara film), Moh. Amir Sutaarga, Oesman Effendi, D. Djajakusuma (sutradara film), Sjuman Djaja (sutradara film) dan D.A Peransi (perupa).

Sementara itu, nama Ismail Marzuki dipilih lantaran menghormati karya-karyanya yang lebih dari 200 lagu.

Ismail Marzuki merupakan seniman asal Betawi yang telah menciptakan lagu-lagu perjuangan bangsa seperti Berkibarlah Benderaku, Nyiur Melambai, Halo Halo Bandung dan Sepasang Mata Bola.

Ismail Marzuki pun juga telah dianugerahi gelar pahlawan nasional secara resmi diumumkan pada 10 November 2004.


Tempat Pertunjukan Seni Skala Internasional

Sejak didirikan, TIM menjadi saksi perkembangan seni di Indonesia. Pada waktu itu, Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) memberikan fasilitas kepada para seniman.

Sastrawan W.S. Rendra mengatakan bahwa karya dari Sardono W. Kusomo bertajuk Samgita Pancasona (1969) lahir di TIM. Pertunjukan teater juga aktif ditampilkan oleh Teater Koma dan Teater SAE.

Tidak hanya karya dalam negeri, TIM juga sering menjadi sarana pertunjukan kelas dunia. Salah satunya koreografer ternama dunia asal Amerika Serikat Martha Graham pernah tampil di TIM pada 1974.

Selain itu juga ada koregrafer asal Jerman Pina Bausch (1974), pertunjukan kelompok butoh pertama di Indonesia Byakkosha (1981).

Menjadi Area Perkuliahan

Para seniman yang awalnya hanya berkumpul dan menampilkan karyanya akhirnya menjadi pengajar pada Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ). Letak kampus berada di area belakang kompleks TIM.

Sebelum menjadi gedung perkuliahan, area ini dulunya merupakan arena pacu balap anjing. Pada 25 Juni 1976, Presiden Indonesia Soeharto meresmikan lembaga pendidikan seni yang berada di TIM.

Sistem pendidikan yang diambil menggunakan sistem sanggar atau padepokan. Tenaga pengajar pun kebayakan para seniman yang sudah sering menampilkan hasil karyanya di lingkungan TIM.

Lima tahun setelah diresmikan, lembaga pendidikan beralih nama menjadi Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dengan sistem pendidikan formal sesuai dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan saat itu.

Saat ini, Pemprov DKI Jakarta sedang melakukan revitalisasi di area kompleks TIM. Nantinya revitalisasi akan dilakukan dalam dua tahap.

Tahap pertama adalah pembangunan fasilitas baru di Plaza Graha Bhakti Budaya, hotel, masjid Amir Hamzah, pusat kuliner, gedung perpustakaan, dan galeri seni. Sedangkan pada tahap kedua, melakukan renovasi pada gedung planetarium, asrama seni budaya, dan gedung teater.

Demikianlah sejarah singkat dan fakta menarik seputar Taman Ismail Jakarta.

(auz/fef)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER