RS PGI Cikini menjadi salah satu bangunan bersejarah yang berada di kawasan Cikini. Letak persisnya berada di Jalan Raden Salah No. 40, Cikini, Jakarta Pusat.
Rumah sakit dengan luas area sekitar 5,6 hektare ini dulunya merupakan kediaman maestro seni lukis Indonesia, Raden Saleh. Rumah sakit ini termasuk rumah sakit tertua di Jakarta, bahkan di Indonesia.
Bangunan rumah sakit ikut andil dalam menorehkan sejarah di Indonesia. Berikut sejarah RS PGI Cikini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Bermula dari seorang misionaris asal Belanda, Dominee Cornelis de Graaf dan istrinya, Adriana J de Graaf, yang ingin mendirikan vereeniging voor ziekenverpleging in Indie atau balai pengobatan dengan tujuan merawat orang sakit tanpa melihat golongan.
Awalnya, mereka berdua mendirikannya di Gang Pool (daerah dekat Istana Negara) pada 1 September 1895.
Mendirikan dan menjalankan balai pengobatan tentu membutuhkan dana yang tak sedikit. Dari sana, Dominee de Graaf dan istri berusaha untuk mendapatkan uang untuk pelayanan tersebut.
Ratu Belanda saat itu, Ratu Emma, memberikan bantuan sebesar 100 ribu gulden. Dari sumbangan itu, mereka membeli rumah Raden Saleh (Huis van Raden Saleh) pada Juni 1897.
Kegiatan pengobatan yang mulanya berpusat di Gang Pool pun mulai dipindahkan ke Cikini. Mengutip laman RS Cikini, pada 12 Januari 1898, pelayanan di balai tersebut ditingkatkan dan diresmikan menjadi rumah sakit.
Koningin Emma Ziekenhuis (Rumah Sakit Ratu Emma), rumah sakit itu disebut. Nama itu dipilih sebagai tanda terima kasih kepada Ratu Emma yang telah memberikan sumbangan. Rumah sakit ini menjadi rumah sakit diakones pertama di Indonesia.
![]() |
Nirin Ninkuelen, yang berasal dari Depok, bekerja sebagai tenaga medis pertama berdarah pribumi di RS Ratu Emma. Pada 1 Agustus 1913, nama RS Ratu Emma berubah menjadi Rumah Sakit Tjikini.
Pada zaman kependudukan Jepang (1942-1945), rumah sakit ini menjadi rumah sakit Angkatan Laut Jepang (Kaigun). Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya, Rumah Sakit Tjikini dioperasikan oleh Recovery of Allied Prisioners of War and Internees (RAPWI) atau organisasi militer yang bertugas untuk mengevakuasi tawanan perang di wilayah Asia Tenggara, termasuk Hindia Belanda.
Hingga akhir 1948, RS Tjikini dikembalikan kepada pihak swasta atau pihak awal pengelola yang dipimpin oleh R.F Bozkelman.
Seiring berjalannya waktu, Stichting Medische Voorziening Koningen Emma Ziekenhuis Tjikini menyerahkan pengelolaan RS Tjikini kepada Prof. Dr. Joedono yang merupakan pimpinan sementara Dewan Gereja-gereja Indonesia (DGI) pada tahun 1957.
Simak lanjutan sejarah RS PGI Cikini di halaman berikutnya...