Jakarta, CNN Indonesia --
Sembuh dari Covid-19 jadi kabar menggembirakan setelah dibelenggu gejala dan stres selama perawatan atau isolasi mandiri. Namun ternyata tubuh belum benar-benar sehat. Rasa lelah (fatigue) kerap dirasakan bahkan untuk aktivitas yang terbilang ringan.
Sebagian orang menganggap lelah adalah hal biasa dan tak perlu dikhawatirkan. Namun Wirawan Hambali, dokter spesialis penyakit dalam dan tim dokter penanganan Covid-19 RS Pondok Indah, Puri Indah, mengatakan rasa lelah berlebihan tidak boleh disepelekan apalagi sebelumnya pernah terkonfirmasi positif Covid-19 dan bergejala.
"Harus curiga kalau ini long covid syndrome (sindrom long covid), enggak boleh menyepelekan. Lelahnya itu enggak sama dengan lelah yang dirasakan sebelum sakit [Covid-19]," kata Wirawan dalam webinar bersama RSPI, Selasa (28/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia memberikan contoh sebelum sakit Covid-19, orang bisa naik tangga hingga lantai 3 tanpa lelah berlebihan. Kemudian setelah sembuh dari sakit, naik tangga belum sampai lantai 2 saja sudah lelah luar biasa.
Post Covid Syndrome atau Long Covid Syndrome merupakan terminologi yang digunakan untuk menjelaskan gejala Covid-19 yang masih bertahan dalam tubuh pasien selepas 4 minggu pascainfeksi. Sampai kapan Long Covid Syndrome berlangsung? Anthony Fauci, pakar penyakit menular AS, menyebut Long Covid Syndrome bisa muncul dan menetap sampai 9 bulan.
Apa saja gejalanya?
Dari sebuah meta-analisis yang diterbitkan di Scientific Reports (2021) ada lebih dari 50 gejala atau dampak Covid-19 jangka panjang. Namun ada 5 gejala paling umum yakni, kelelahan, sakit kepala, gangguan konsentrasi, rambut rontok dan dyspnea atau sesak napas. Gejala-gejala ini bisa disebut gejala klinis.
Akan tetapi ada pula gejala laboratoris atau gejala yang tampak dari hasil pemeriksaan laboratorium misal hasil rontgen belum normal. Adapun gejala Long Covid Syndrome bisa dibedakan menjadi,
- sistem pernapasan, batuk, rasa tidak nyaman di dada, penurunan kapasitas paru, sleep apnea, dan fibrosis paru.
- sistem kardiovaskular, aritmia (gangguan irama jantung) dan miokarditis (peradangan pada miokardium atau otot jantung).
- neuropsikiatri, demensia, depresi, ansietas (respons terhadap ancaman yang sumbernya tidak diketahui), gangguan atensi, dan obsesif kompulsif.
Siapa saja yang berisiko mengalami Long Covid Syndrome?
Tidak semua pasien Covid-19 yang sudah sembuh akan mengalami Long Covid Syndrome. Ada beberapa kelompok orang yang lebih rentan yakni,
1. Jenis kelamin perempuan
Perempuan ditemukan lebih berisiko dibanding laki-laki. Wirawan menjelaskan salah satu mekanisme yang dikhawatirkan mendasari timbulnya Long Covid adalah mekanisme autoimun. Sedangkan perempuan lebih rentan proses autoimun sehingga membuatnya rentan mengalami Long Covid Syndrome.
2. Usia di atas 50 tahun
Mereka yang berusia 50 tahun ke atas lebih rentan Long Covid. Meski ada kontradiksi bahwa usia 70 tahun ke atas malah risikonya lebih rendah. Long Covid pun dianggap mencapai puncak di usia 50-70 tahun.
3. Kondisi di awal infeksi
Riwayat infeksi akan turut menyumbangkan risiko Long Covid. Saat infeksi di awal terbilang berat sampai memerlukan perawatan di rumah sakit maka risiko Long Covid makin tinggi. Kemudian risiko juga meningkat saat gejala Covid-19 ada lebih dari 5 gejala terutama kelelahan, nyeri kepala, sesak napas, suara serak dan myalgia.
4. Etnis
Riset menyebut etnis turut berpengaruh. Terbukti etnis kulit putih lebih rentan Long Covid.
5. Komorbid
Komorbid tidak hanya memperberat infeksi tetapi juga memicu risiko Long Covid. Wirawan menyebut pasien dengan lebih dari 2 komorbid sebelum Covid lebih berisiko Long Covid daripada pasien yang tidak memiliki komorbid.
6. BMI
Pemulihan pascaCovid akan dipengaruhi indeks massa tubuh (body mass index). Mereka yang memiliki BMI kurang dari 30 kg/m2 tingkat pemulihan pascaCovid lebih baik daripada yang memiliki BMi lebih tinggi.
Apa saja tata laksana pasien Long Covid?
Pasien Long Covid akan menjalani pemeriksaan komprehensif meliputi, konsultasi status fungsional tubuh (quality of life), kondisi pernapasan, saraf, psikis (termasuk identifikasi depresi), kapasitas latihan juga risiko jatuh dan status keseimbangan (terutama pada pasien lansia).
Dari sini, akan dilakukan serangkaian tata laksana Long Covid.
- Rehabilitasi fisik, memulihkan kondisi fisik apalagi untuk pasien yang lama berbaring selama perawatan, pemulihan kondisi paru.
- Diet, perlu dukungan diet sehat dan seimbang. Penting untuk mencukupi kebutuhan makronutrien. Konsumsi suplemen vitamin tidak bersifat wajib.
- Manajemen kondisi sebelum sakit, mengecek penyakit-penyakit atau kondisi tertentu yang sudah ada sebelum Covid.
- Manajemen kondisi dan gejala spesifik, misalnya gejala sisa pada paru, kemudian jika ada gangguan jantung.
- Dukungan kesehatan mental dan sosial.