Menyoal vaksin covid-19, masih banyak warga yang bertanya-tanya soal antibodi, manfaat, dan juga komorbid. Dirangkum dari pertanyaan warganet yang masuk ke media sosial CNNIndonesia.com, berikut beberapa pertanyaan yang masih sering ditanyakan soal vaksinasi Covid-19.
Mengutip laman Covid19.go.id, vaksinasi COVID-19 aman bagi Ibu Menyusui sudah dinyatakan aman melalui Surat Edaran Kemenkes RI tentang Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 No. HK.02.02/11/368/2021.
Secara biologis dan klinis, menyusui tidak menimbulkan risiko bagi bayi dan anak yang menyusu, serta bayi dan anak yang menerima ASI perah. Justru antibodi yang dimiliki ibu setelah vaksinasi dapat memproteksi bayi melalui ASI.
Sebuah studi penelitian di American Journal of Obstetrics and Gyencology yang diumumkan pada Kamis (25/3) menyimpulkan bahwa bahwa vaksinasi corona Pfizer/BioNTech pada ibu hamil berhasil memberikan antibodi virus corona pada bayi baru lahir.
Hasil studi ini dilakukan oleh para peneliti gabungan dari Rumah Sakit Umum Massachusetts, Rumah Sakit Brigham dan Wanita dan Institut Ragon MGH, MIT dan Harvard. Mereka mengamati 131 wanita yang menerima vaksin Pfizer dan Moderna.
tim juga menemukan bahwa wanita memberikan antibodi tersebut kepada bayi mereka yang baru lahir. Tingkat antibodi ini diukur dari dalam air susu ibu (ASI) dan plasenta.
Studi yang dilakukan peneliti dari New York University (NYU) juga menemukan bayi yang lahir dari ibu yang menerima vaksin Pfizer atau Moderna memiliki tingkat antibodi yang tinggi.
Hasil ini didapat setelah peneliti mengukur tingkat antibodi pada 36 bayi yang baru lahir dari ibu yang sudah mendapatkan vaksin berjenis mRNA.
Peneliti menemukan semua bayi yang baru lahir memiliki tingkat antibodi yang tinggi.
"Kekebalan akan diteruskan ke janin melalui tali pusar," kata dokter spesialis kandungan dan kebidanan Daniel Roshan,
Menurut para peneliti, lebih banyak data diperlukan untuk memahami bagaimana perlindungan bayi dan bagaimana waktu suntikan dapat mempengaruhi tingkat kekebalan yang diberikan kepada bayi yang baru lahir.
"Berita terbaiknya adalah ketika seorang wanita hamil divaksinasi, bayi yang baru lahir memiliki antibodi pelindung terhadap Covid. Mendapatkan vaksin Covid adalah pilihan terbaik untuk ibu dan bayi," kata dokter spesialis kandungan dan kebidanan Sheryl Ross.
2. Berapa kadar antibodi untuk menyatakan pasien telah terlindungi?
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Vaksinolog, Dirga Sakti Rambe menyebut hingga saat ini belum ada angka pasti yang menjadi penentu seberapa tinggi hasil tes yang bisa menyatakan bahwa imun atau antibodi tubuh telah mampu melawan Covid-19.
"Tidak ada organisasi kesehatan manapun baik itu WHO maupun Kemenkes yang menganjurkan pemeriksaan antibodi setelah vaksin," kata Dirga saat melakukan sesi live Instagram dengan Kementerian Kesehatan, Rabu (25/8).
Saat dilakukan pemeriksaan antibodi, memang akan muncul angka yang memperlihatkan seberapa kuat antibodi di dalam tubuh. Namun tak ada penelitian yang menunjukkan angka pasti yang terbaik untuk melawan vaksin ini.
"Belum ada kesepakatan berapa angka ideal," kata Dirga.
Ahli biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo juga menyatakan antibodi tidak langsung muncul ketika seseorang menerima vaksin Covid-19. Dia mengatakan antibodi pada umumnya muncul paling cepat dua minggu setelah suntikan.
"Rata-rata antara dua sampai tiga minggu ya," ujar Ahmad kepada CNNIndonesia.com, Kamis (4/2).
Ahmad menuturkan cepat atau lamanya tubuh menghasilkan antibodi tergantung dari status imunitas seseorang. Semakin rendahnya imunitas maka semakin lama antibodi terbentuk dan sebaliknya.
Epidemiolog Universitas Griffith, Dicky Budiman mengatakan antibodi bisa terbentuk dalam tujuh hari setelah seseorang menerima vaksin. Namun, antibodi tersebut terbilang belum optimal untuk menangkal penyakit.
"Mencapai puncaknya itu dua minggu setelah suntikan kedua. Jadai secara umum dari suntikan pertama itu butuh waktu kurang lebih empat mingguan dengan suntikan kedua diberikan dua minggu setelah suntikan pertama," ujar Dicky kepada CNNIndonesia.com.
Baca artikel selengkapnya di sini
3. Apa vaksin yang paling cocok untuk pengidap HIV?
WHO menyebut meskipun data terbatas, informasi yang tersedia menunjukkan bahwa vaksin COVID-19 yang direkomendasikan WHO saat ini ( AstraZeneca/Oxford, Johnson dan Johnson, Moderna, Pfizer/BionTech, Sinopharm dan Sinovac) aman untuk orang yang hidup dengan HIV.
Produk vaksin yang tersedia saat ini bukanlah vaksin hidup, melainkan termasuk materi genetik dari SARS-CoV-2 yang tidak dapat direplikasi. Oleh karena itu, vaksin ini diperkirakan akan aman pada orang yang kekebalannya terganggu atau dengan HIV.
Selain itu, tidak ada interaksi farmakologis yang dilaporkan antara vaksin COVID-19 dan obat antiretroviral yang harus terus dikonsumsi oleh orang yang hidup dengan HIV setelah vaksinasi untuk menjaga kesehatan mereka dengan melakukan protokol kesehatan.
Hal yang sama juga diungkapkan Unaids. Untuk orang yang hidup dengan HIV, vaksin COVID-19 akan membawa hal yang sama manfaat yang mereka bawa ke semua individu dan komunitas- pencegahan penyakit parah akibat SARS-CoV-2 dan berpotensi mengurangi penularan virus SARS-CoV-2.
4. Untuk berapa lama vaksin mampu menangkal virus corona?
Dalam laman resminya, WHO menyebutkan bahwa sampai saat ini masih terlalu dini untuk mengetahui durasi perlindungan vaksin Covid-19.
"Penelitian sedang berlangsung untuk menjawab pertanyaan ini. Namun, data yang tersedia menunjukkan bahwa sebagian besar orang yang pulih dari COVID-19 mengembangkan respons kekebalan yang memberikan setidaknya beberapa periode perlindungan terhadap infeksi ulang - meskipun kami masih mempelajari seberapa kuat perlindungan ini, dan berapa lama bertahan," tulis WHO.
Hanya saja, antibodi itu bisa memberikan perlindungan, namun sejauh ini tak ada yang bisa menjamin bakal bertahan berapa lama.
Sama halnya seperti Sinovac, antibodi yang dihasilkan vaksin lain, misalnya buatan Pfizer-BioNTech, Moderna, atau AstraZeneca-Universitas Oxford juga belum dapat diketahui berapa lama akan bertahan.
Baca artikel selengkapnya di sini
5. Vaksin apakah pengaruh terhadap siklus mens?
Baru-baru ini terdapat laporan yang menyebut bahwa vaksinasi Covid-19mempengaruhi siklus menstruasi sejumlah wanita.
Menanggapi hal ini, Juru Bicara Vaksin Covid-19 Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa tidak ada efek samping vaksin Covid-19 berupa masalah siklus menstruasi
"Enggak kok, tidak ada efek samping seperti itu," demikian keterangan Siti Nadia saat dihubungi CNNIndonesia.com.
Vaksinolog dokter Dirga Sakti Rambe menyatakan kabar vaksin mengganggu kesuburan dan siklus menstruasi tak bisa dijadikan acuan.
Menurut dokter spesialis penyakit dalam ini, vaksin Covid yang mengganggu kesuburan tak terbukti secara ilmiah.
"Orang hamil itu bisa vaksin. Di Amerika juga sudah ada penelitian soal kesuburan ini. Jadi tidak berpengaruh ya," kata Dirga
Sementara itu, mengenai vaksin yang dapat mengganggu siklus menstruasi, Dirga menjelaskan hal ini merupakan efek sementara.
Dirga menyebut terdapat sejumlah laporan perempuan yang menyatakan mengalami gangguan haid setelah mendapatkan vaksin. Misalnya, waktu haid menjadi lebih lama atau lebih cepat.
Namun, biasanya gangguan ini hanya terjadi satu bulan di masa haid pertama setelah vaksin.
"Sifatnya jangka pendek, biasanya pas vaksin saja tapi setelah itu biasa lagi. Tapi bukan berarti yang sedang mens enggak boleh vaksin," kata Dirga
Baca artikel selanjutnya di sini
 Foto: DieterRobbins/Pixabay Vaksin covid tak akan memengaruhi siklus menstruasi |
6. Apakah vaksin aman untuk penderita stroke hemoragik (pecah pembuluh darah)?
Mengutip laman resmi Stroke.org, vaksinasi adalah cara terbaik untuk melindungi orang yang paling rentan. Otoritas Pengatur Obat dan Produk Kesehatan (MHRA) telah menyetujui vaksin coronavirus Pfizer/BioNTech, Oxford/AstraZeneca, dan Moderna, mengikuti tes paling ketat untuk keamanan dan efektivitas.
Hanya saja yang harus dilakukan adalah berkonsultasi dengan dokter Anda sebelum melakukan vaksinasi, khususnya untuk Anda yang masih menggunakan obat antikoagulan, dan pasien dengan faktor risiko yang tidak terkontrol misalnya gangguan jantung, tekanan darah tinggi, diabetes, autoimun, dan kelainan pembuluh darah otak.
Mengutip laman Mayapada Hospital, semua pasien neurologi (saraf dan otak)boleh menerima vaksin Covid-19. Namun, ada beberapa kondisi pasien yang tidak diperbolehkan vaksin, yaitu sebagai berikut:
* Memiliki penyakit penyerta di bidang lain yang masuk kontraindikasi.
* Anak-anak di bawah 12 tahun.
* Pasien sedang menerima terapi imunosupresan.
* Pasien masih mendapat perawatan kondisi akut.
Hanya saja untuk pasien yang masih dirawat karena stroke (dalam fase akut) belum dapat menerima vaksina