Osteoporosis dapat menyerang siapa saja. Berdasarkan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan, dua dari lima orang berisiko terkena osteoporosis.
Namun, wanita disebut memiliki risiko yang lebih tinggi terkena osteoporosis. Mengapa?
Menurut National Osteoporosis Foundation, dari perkiraan 10 juta orang Amerika dengan osteoporosis, sekitar delapan juta atau 80 persennya adalah wanita. Tak hanya itu, sekitar satu dari dua wanita di atas usia 50 akan mengalami patah tulang akibat osteoporosis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Risiko seorang wanita mengalami patah pinggul sama dengan risiko gabungan dari kanker payudara, rahim dan ovarium.
Ada beberapa alasan mengapa wanita lebih mungkin terkena osteoporosis daripada pria, termasuk karena wanita cenderung memiliki tulang yang lebih kecil dan lebih tipis daripada pria.
Koordinator Sub Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik Kementerian Kesehatan, Lily Banonah Rivai mengatakan penyebab wanita memiliki risiko lebih tinggi terkena osteoporosis adalah karena hormon estrogen yang menurun saat wanita memasuki usia menopause.
Estrogen, hormon pada wanita yang melindungi tulang, yang menurun saat wanita mencapai menopause dapat menyebabkan pengeroposan tulang.
"Karena ada fase menopause, di saat itu hormon yang bagus mulai menurun. Hal ini tentu berpengaruh terhadap penyerapan mineral, protein dan gizi lainnya dari asupan makanan yang kita konsumsi," kata Lily.
Meski begitu, hal ini dapat diketahui dari usia muda dan dicegah agar kondisi tidak semakin parah. Menurut Lily, caranya yakni dengan melakukan evaluasi terkait risiko osteoporosis di dalam tubuh. Misalnya, mengamati gaya hidup yang dijalani sehari-hari.
"Kegiatan sehari-hari bagaimana, makanan yang dikonsumsi seperti apa, kalau dari sini ada faktor risiko, sebaiknya segera lakukan konsultasi ke dokter dan lakukan pemeriksaan kepadatan tulang," katanya.
Di samping itu, wanita hamil dan menyusui disebutnya juga berisiko terkena osteoporosis cukup tinggi. Namun, Lily menyebut bahwa hal ini bisa diatasi dengan memenuhi kebutuhan kalsium dan gizi, mengingat saat hamil dan menyusui wanita cenderung rentan kekurangan kalsium.
"Tentunya dengan konsumsi kalsium yang tinggi untuk memenuhi yang berkurang tadi," ujarnya.
(tst/agn)