Nasib desa yang menua, yang lebih miris, bisa ditemukan di sebuah desa di Nokdo, atau pulau Nok.
Pulau yang dinamakan karena bentuknya seperti rupa rusa ini terletak di kota Boryeong, di selatan Provinsi Chungcheong.
Pulau kecil yang dulunya ramai dengan nelayan-nelayan yang bekerja keras memancing ikan teripang dan abalon ini sekarang hanya berpenduduk sekitar 100 orang, dan hanya empat di antaranya anak-anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain desa di pulau Nokdo, masih banyak lagi desa-desa yang terancam punah, atau malah telah ditinggalkan dan menjadi desa kosong tidak berpenghuni. Kebanyakan dari desa-desa yang hampir kosong ini adalah pedesaan nelayan.
Silver town - mengacu pada rambut abu-abu yang biasanya dimiliki orang tua - adalah sebutan bagi pedesaan seperti ini.
Ada beberapa faktor kenapa daerah pedesaan yang digambarkan seperti Gongjin ditinggalkan oleh pemuda dan pemudinya.
Sedikitnya jumlah anak kecil dan anak muda di pedesaan seperti ini mengartikan minimnya fasilitas yang tersedia, terutama dalam hal sekolah dan pendidikan.
Seperti halnya Hong Du-Sik atau putra dari Nenek Gam-Ri, anak-anak muda dikirim orangtuanya untuk menimba ilmu di universitas di kota besar terdekat atau di kota metropolitan, seperti Seoul, Busan, Incheon, Daejeon, atau Gwangju.
Anak-anak muda pergi merantau ke kota demi kehidupan dengan fasilitas modern yang kadang langka ditemukan di daerah pedalaman. Tapi mereka juga pergi dengan beban ekspektasi dari orangtuanya untuk sukses sekolah atau berkarier di metropolitan.
Ketika Yoon Hye-Jin pindah ke desa Gongjin untuk membuka klinik gigi pribadinya, ia mengalami gegar budaya, alias gangguan yang tidak disadari oleh individu yang tiba-tiba pindah ke dalam suatu kebudayaan baru yang berbeda dari kebudayaan sebelumnya.
Yoon Hye-Jin kaget karena desa itu tidak punya servis pengiriman barang kilat, langkanya makanan Barat kelas atas, perbedaan cara berpakaian sampai upah minimum.
Apa yang dialami Yoon Hye-Jin juga dialami anak-anak muda yang sudah terlanjur menjadi "orang kota". Mereka enggan pulang kampung karena sudah terbiasa dengan gaya hidup metropolitan dan kemudahan akses kota besar.
Tidak hanya itu saja, ilmu yang mereka emban di kota besar membuat profesi dan jalan hidup mereka berubah sehingga tidak memungkinkan untuk kembali dan mencari nafkah di kampung halamannya.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...