Jakarta, CNN Indonesia --
Karantina bukan pertama kali berlangsung pada 2020 saat pandemi virus Corona menyandera dunia.
Proses menempatkan pasien dalam satu area sebenarnya telah dilakukan sejak zaman kuno, sejak muncul kekhawatiran bahwa wabah penyakit menular bisa menghapus peradaban manusia.
Dan siapa sangka, kalau kota pesisir nan Dubrovnik di Kroasia menjadi pulau karantina pertama di dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dubrovnik telah menjadi pulau karantina sejak lebih dari 500 tahun yang lalu.
Karantina di Dubrovnik dilakukan di kompleks bangunan berdinding batu yang disebut Lazaretto.
Dari tempat karantina, pasien sebenarnya bisa melihat pemandangan Laut Adriatik yang indah, namun pasien yang bosan dan mencoba kabur bisa menghadapi konsekuensi besar.
Tak main-main, hukuman bagi pasien yang melanggar aturan karantina di Dubrovnik pada abad ke-14 ialah, "Siksaan, atau potong hidung atau telinga."
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...
Ivana Marinavić mengatakan sejarah karantina di dunia dimulai pada tahun 1377, ketika wabah Black Death sedang dalam perjalanan untuk membunuh sepertiga populasi di Eropa.
Dubrovnik, pusat Republik Ragusa, adalah salah satu kota pedagang terkaya pada masa itu, dan ingin mempertahankan statusnya.
Tetapi, menutup gerbang perjalanan di kota kecil Dubrovnik tak semudah seperti di kota-kota besar semisal Venesia atau Milan.
Jadi para pemimpin kota membuat rencana untuk memaksa pengunjung karantina selama 40 hari di salah satu dari banyak pulau terpencil di lepas pantai Dubrovnik sebelum mereka diizinkan untuk datang ke darat.
Mereka menyebutnya "quarantino", kata dalam bahasa Italia untuk periode 40 hari, jangka waktu yang diyakini sejarawan "diilhami" oleh peristiwa-peristiwa alkitabiah, seperti ketika Yesus, dalam Perjanjian Baru, berpuasa di padang gurun selama 40 hari, atau 40 hari dan malam hujan yang membanjiri bumi dalam kisah Bahtera Nuh dari Alkitab Ibrani.
"Aturan karantina pertama cukup banyak diimprovisasi," kata Ivana Marinavić, ahli sejarah di Dubrovnik, seperti yang dikutip dari NPR.
"Pendatang ditempatkan di rumah-rumah kayu di sekitar pantai, bahkan ada yang bermalam seadaanya."
Pendatang yang dikarantina ditemani oleh seorang juru tulis, dua penjaga dan dua pembersih.
Ada juga seorang penggali kubur yang berjaga jika sewaktu-waktu pendatang yang sedang dikarantina bertemu dengan ajalnya.
Hampir 300 tahun kemudian, pada 1642, kota itu menyelesaikan pembangunan Lazaretto, serangkaian bangunan di luar tembok kota di mana pendatang - kebanyakan dari Kekaisaran Ottoman - akan karantina selama 40 hari.
Artikel ini masih berlanjut ke halaman berikutnya...
[Gambas:Infografis CNN]
Lazaretto berisi kamar dengan jendela berjeruji. Saat ini bangunan tersebut menjadi "museum karantina" yang dikepalai oleh Marinavić.
Ada pajangan alat-alat tua yang digunakan penjaga untuk memastikan jarak sosial - tongkat dengan paku di ujungnya - dan Marinavić memamerkan salah satu bentuk pembayaran nirsentuh paling awal, meja kasir dengan lubang yang diukir di dalamnya.
"Uang itu akan jatuh ke dalam laci melalui lubang ini," dia menunjukkan.
"Mereka wajib menghindari menyentuh uang itu."
Uang memang menjadi alasan Dubrovnik menciptakan proses karantina, hingga saat ini di masa pandemi virus Corona yang menampar sektor pariwisata kota pesisir itu.
"Saya pikir pemerintah kami mencoba melakukan hal yang sama dengan zaman dahulu kala, karena kami adalah negara yang sangat bergantung pada pariwisata," katanya.
"Itulah mengapa kami tidak pernah memiliki tindakan yang sangat ketat di Kroasia atau di Dubrovnik."
Dan itulah alasan Kroasia adalah salah satu negara Eropa pertama yang terbuka untuk turis yang telah divaksinasi penuh.
Itu juga mengapa Dubrovnik, yang dipenuhi dengan gereja abad pertengahan, ruang konser, dan situs karantina tertua di dunia, telah bekerja keras melobi maskapai penerbangan Amerika Serikat seperti Delta dan United untuk membuka kembali penerbangan langsung antara AS dan bandara Dubrovnik.
Dan ketika lebih banyak turis mulai tiba di kota bertembok kuno ini, mereka dapat berkunjung ke Lazaretto, berpura-pura sedang dikarantina - dan kemudian berjalan keluar pintu untuk beberapa tamasya tanpa khawatir kehilangan hidung mereka dalam prosesnya.
[Gambas:Video CNN]