Tak jarang saya juga jadi korban fitnah. Semua hal-hal yang dikomplain klien selalu disebut-sebut sebagai kesalahan saya, bahkan komplain fiktif sekalipun, dan ironisnya semua menyebar lewat gosip.
"Kamu menghadap saya sekarang karena Si A komplain, si B komplain, dan kamu harus jelaskan ke saya," bunyi pesan singkat dari bos ke saya.
"Baik pak, saya telusuri dulu kasusnya," jawab saya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nyatanya setelah ditelusuri kasusnya, semua bermula hanya dari masalah sepele yang dibesar-besarkan dan secara logika mereka juga tahu kalau itu bukan kesalahan saya, tapi si klien yang punya permintaan tak masuk akal. Mereka juga tahu kalau permintaan klien itu memang dilarang oleh perusahaan karena alasan keamanan.
Kompornya adalah salah satu rekan kerja saya beda divisi. Saya tak menyalahkan dia ketika bos mempertanyakan soal komplain itu. Sebaliknya saya hanya menjelaskan dan merunut kasusnya satu per satu. Tak dinyana, bos tak peduli penjelasan saya dan malah bilang kalau saya yang harus memperbaiki kesalahan tersebut. Baik, saya telan saja.
Beberapa waktu kemudian, saya kembali berusaha untuk mempertanyakan janji kantor untuk menambah rekan setim saya. Tapi dengan santainya dia bahkan bilang, tak ada budget dan bahwa dia tak pernah menjanjikan hal itu melainkan HRD yang janji.
![]() ilustrasi kantor toxic |
Ketika komplain saya sempat mampir ke bosnya bos, dia malah bilang kalau tim saya tak perlu tambahan orang karena 'saya saja tidak ada kerjanya,' Duh, seandainya dia benar-benar tahu apa yang sehari-hari saya kerjakan.
Dia bahkan juga sempat berucap kalau dia tahu saya tidak pernah bekerja karena saya tak pernah terlihat menenteng kertas dan bolpen untuk mencatat semua hal. Menurut dia, itulah yang harus dilakukan dan dibawa orang dengan pekerjaan seperti saya.
Oh tidak, bukankah sekarang ini ada teknologi yang bernama notepad di ponsel pintar? atau juga dengan laptop super ringan dan bahkan tablet yang mumpuni untuk mencatat? Maaf bukan sombong, tapi saya punya itu semua dan memang saya pakai untuk mencatat semua pekerjaan yang saya lakukan. Alangkah piciknya berpikir saya tak pernah kerja dengan benar ketika saya tidak terlihat secara fisik menenteng alat kerja sesuai keinginannya? Lagi-lagi saya hanya bisa elus-elus dada.
Mendengar dan mengalami hal ini, rekan satu tim saya pun tak tahan. Dia memilih untuk segera keluar dari kantor. Kantor bahkan tak menahan kepergiannya sedikit pun, padahal gaji yang diterimanya bahkan ada di bawah UMR.