Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dipastikan akan menjadi RUU inisiatif DPR di Rapat Paripurna pertama usai masa reses.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo mendesak agar RUU segera dibahas dan disahkan demi memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
Meski ini memberikan sedikit angin sejuk buat para penyintas kekerasan seksual, tetapi pengawalan tidak boleh kendor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perlawanan terhadap kekerasan seksual harus terus dilanjutkan dengan berbagai cara. Ade Kusumaningrum, aktivis kesetaraan gender dan LGBTIQA+, perjuangan itu tidak harus selalu 'keras'. Siniar atau podcast, lanjutnya, juga bisa menjadi sarana perjuangan dan pengawalan kekerasan seksual.
Tak dimungkiri selama ini podcast alias siniar selalu lekat dengan topik-topik ringan dan menghibur. Padahal lebih dari sekadar itu, siniar bisa menjadi sarana menyuarakan hak perempuan sekaligus perlawanan terhadap kekerasan seksual sekaligus menguatkan perempuan satu sama lain.
Ade yang sempat menyicip dunia radio di 1998 menjadi saksi bahwa suara bisa menjadi suatu kekuatan yang begitu besar dan mampu menjatuhkan penguasa saat itu.
"Di Mei 1998, televisi itu kalah karena tidak bisa siaran langsung. Entah gimana radio se-Jakarta kompak menyiarkan secara langsung gimana penembakan, orang teriak, ada suara tembakan. Suharto lengser. Itu kekuatan suara. Podcast justru sangat bisa jadi alat perjuangan," ujar Ade.
Suara, kata dia, mampu menstimulasi citra atau gambar di benak orang. Pun isu-isu seputar perempuan dan kaum minoritas tak melulu topik kekerasan. Pengenalan akan ragam identitas seksual maupun identitas gender pun bisa turut dibahas dan dibawakan dengan format yang menghibur.
"Dengan medium suara, sebagian orang merasa lebih nyaman cerita lewat suara. Ada suatu kenyamanan tersendiri," imbuhnya.
Hal ini pun dibenarkan oleh penulis buku dan pemilik podcast Kitab Kawin, Laksi Pamuntjak.
"Ada satu unsur penting dalam podcast, karena inikan suara. Suara yang membawa kita ke audiens. Itu adakah elemen yang sebenarnya sangat saya sukai. Mungkin karena saya juga penyair," kata Laksmi saat peluncuran podcastnya secara virtual bersama Gramedia dan Podluck Podcast.
Siniar pun jadi wahana yang lebih nyaman buat berbagi cerita sebab orang tidak terekspos wajahnya seperti di media visual seperti YouTube.
Helga Worotitjan, penyintas dan pendamping korban kekerasan seksual, menuturkan siniar soal kekerasan seksual menjadi suatu terobosan kreatif buat sarana pemulihan kondisi penyintas kekerasan seksual.
Saat penyintas berbagi cerita via siniar dan mendengarkan kembali ceritanya, ini menjadi kekuatan buat penyintas.
Bagi penyintas atau mereka yang masih berjuang di tengah kasus kekerasan, siniar menjadi teman. Artinya, mereka tidak berjuang sendirian.
"Menceritakan sesuatu yang pernah dialami itu jadi menumbuhkan daya untuk berdialog dengan diri. Enggak harus selalu merasa kesepian, mereka jadi tahu ada orang di luar sana mengalami juga. Saya enggak sendiri, itu jadi sebuah kekuatan untuk mendorong pemulihan diri," kata Helga yang juga sempat menjadi bintang tamu siniar Kitab Kawin dari penulis buku Laksmi Pamuntjak.