Tiap individu memerlukan support system, begitu pula dengan Kanti. Namun permasalahannya, support system utama yakni suami harus tinggal jauh dengannya. Sementara itu dia harus berjibaku menjaga anak, bekerja, tanpa ada tempat untuk berbagi.
"Seharusnya suami [yang jadi support system], enggak tahu anggota keluarga lain gimana. Support system mungkin ada. Keluarga ada tapi mungkin enggak support, mungkin juga keluarga ignorant," kata Nisfie.
Lihat Juga :![]() Hari Bahagia Sedunia Cara Mencari Kebahagiaan di Tengah Pandemi |
Pola asuh orang tua sangat berperan dalam pengembangan kepribadian anak terutama berkaitan dengan pengendalian amarah. Pola asuh ada beragam seperti menumbuhkan kemandirian, empati, disiplin dan ada juga bagaimana manajemen emosi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita marah, [diajari] enggak boleh pukul-pukul, saat sedih dipeluk, kalau kesal bilang ada apa. Nah ini harus dipertanyakan, saat kecil menunjukkan emosi negatifnya gimana," kata dia.
Gangguan jiwa membuat orang sulit membedakan mana hal yang sifatnya riil, mana yang sifatnya imajinatif. Buat orang dengan gangguan jiwa, pikiran, imajinasi, bisikan yang dia dengar itu benar.
Nisfie memberikan contoh, timbul pikiran bahwa orang tua mau bunuh saya. Hal itu hanya ada dalam pikiran dia dan tidak dilihat oleh orang lain bahwa orang tua mau bunuh.
"Kalau 1, 2, 3, dan 4 saja, seharusnya enggak perlu sampai pembunuhan. Banyak yang seperti ini. Banyak di antara kita punya pengalaman masa kecil kurang bahagia, trauma, situasi ekonomi turun. Enggak ada support system? Bisa lari ke Tuhan, cari cara self healing. Pola asuh orang tua yang dirasa tidak ideal, akhirnya menemukan hal-hal yang tidak diajarkan orang tua dari bergaul dengan banyak orang," terang Nisfie.
"Ini sampai membunuh, tidak menunjukkan rasa bersalah, menyesal, besar kemungkinan [Kanti] ada gangguan jiwa."
Dia menambahkan, gangguan jiwa ini bisa muncul akibat faktor pengalaman masa lalu dan pola asuh orang tua semasa kecil. Dari uraian ini, Nisfie berharap publik mau melihat sebuah kasus dengan komprehensif.
"Ini bukan untuk melegitimasi [membenarkan perbuatan Kanti] tetapi untuk melihat kasus secara komprehensif, untuk bahan pembelajaran kita, tidak semata-mata menyalahkan dari satu sisi saja," imbuhnya.
(els/els/agn)