Pandangan Psikolog soal Kasus Ibu Bunuh Anak di Brebes

CNN Indonesia
Rabu, 23 Mar 2022 19:29 WIB
Seorang ibu di Desa Tonjong, Brebes, Jawa Tengah, ditangkap dengan dugaan pembunuhan terhadap anaknya. Berikut pandangan psikolog. (iStockphoto/Kumikomini)
Jakarta, CNN Indonesia --

Kanti Utami (35), seorang ibu di Desa Tonjong, Brebes, Jawa Tengah, ditangkap dengan dugaan pembunuhan terhadap anaknya. Dia diduga melakukan pembunuhan dengan cara menggorok leher tiga orang anak.

Satu dari tiga anak meninggal akibat luka sayat di bagian leher kiri, sedangkan dua anak lainnya masih menjalani perawatan di rumah sakit karena luka di leher, rahang hingga dada.

Sontak peristiwa ini viral di media sosial salah satunya berkat unggahan sebuah akun Instagram, @memomedsos.

"Saya enggak gila Pak, saya pengen disayang sama suami, tapi suami saya sering nganggur, saya enggak sanggup kalau kontraknya habis [lalu] nganggur lagi, [kontrak] kerjanya, saya ingin menyelamatkan anak-anak," tutur Kanti dalam unggahan video.

[Gambas:Instagram]

Kasus Kanti menuai beragam respons publik, termasuk tuduhan bahwa Kanti begitu tega membunuh darah dagingnya. Namun psikolog Nisfie M. Hoesein mengajak untuk melihat kasus ini dengan lebih komprehensif, tidak hanya dari satu sisi saja.

Nisfie berkata, peristiwa pembunuhan anak oleh orang tua sebenarnya bukan peristiwa langka.

Sudah ada beberapa kasus serupa yang mungkin dulu tidak banyak diekspos. Adapun motif pembunuhan anak oleh orang tua secara garis besar ada lima.

- Tanpa ada unsur kesengajaan, orang tua melukai anak dan tanpa sadar berakibat fatal atau anak meninggal.

- Gangguan kejiwaan, orang tua mendapat bisikan atau melihat anak berubah wujud menjadi sosok mengerikan sehingga terjadi pembunuhan. Bisikan atau sosok yang dilihat ini sebenarnya tidak ada atau hanya muncul dalam pikirannya.

- Dendam, sebenarnya orang tua memiliki dendam tetapi bukan terhadap anak. Dendam ini misal terhadap keluarga atau orang tuanya tetapi tidak ada kekuatan untuk melawan sehingga anak jadi objek pelampiasan.

- Unsur kesengajaan akibat beberapa faktor lain, orang tua memang berencana membunuh anak dengan segala kesadaran didorong faktor seperti, daripada anak nanti sakit, hidup susah, tidak sanggup mengurus anak sehingga lebih baik anak dilenyapkan.

- Trauma masa kecil, ini berkaitan dengan konsep diri, bagaimana orang tua memperlakukan anak. Nisfie memberikan contoh, saat orang tua melihat kehadiran anak itu bencana, anak disebut 'Anak setan', maka anak akan mempersepsikan dirinya tidak berharga, dirinya tidak seharusnya ada.

Akan tetapi, dengan berbagai faktor atau kondisi orang tua, kenapa kok bisa sampai pada keputusan membunuh anak?

Nisfie mengungkap setidaknya ada lima penyebab orang tua sampai pada keputusan untuk membunuh anak yakni, situasi dan kondisi, pengalaman masa lalu, tidak ada sistem pendukung (support system), pola asuh orang tua dan gangguan jiwa.

1. Situasi dan kondisi

Situasi dan kondisi yang melingkupi orang tua berpengaruh pada keputusan untuk mengakhiri hidup anak. Tengok saja situasi dan kondisi pandemi seperti sekarang.

Menilik celoteh Kanti, rupanya ada tekanan ekonomi termasuk keluhan sang suami yang penghasilannya tidak tentu. Kemudian ini ditambah tanggung jawab untuk merawat tiga orang anak yang masih usia sekolah.

"Secara umum ada tekanan ekonomi, itu masalah umumnya, tetapi enggak semua orang yang tertekan secara ekonomi terus ambil tindakan ini. Kenapa? Penghayatan dia terhadap tekanan ini beda sama kita," jelas Nisfie pada CNNIndonesia.com, Selasa (22/3).

2. Pengalaman masa lalu

Pengalaman masa lalu ini bisa dibagi lagi menjadi tiga hal yaitu, trauma masa kecil, konflik peran dan kematangan menjalani peran.

Kemunculan ide untuk menyiksa sampai membunuh anak bisa berasal dari pengalaman masa lalunya sendiri termasuk trauma akan perlakuan orang tuanya di masa lalu.

Kemudian ada konflik peran, misal, keinginan untuk bebas dari tekanan tetapi ternyata kebebasan itu tidak mudah sebab terhalang keberadaan anak dan suami yang kurang bisa diandalkan untuk berbagi peran.

Setelah itu, berkaitan dengan kematangan. Merunut pengalaman Kanti, sebenarnya ia berkeluarga di usia cukup matang (23/24 tahun).

"Usianya cukup matang, tapi banyak yang belum sadar dengan peran sebagai ibu. Jadi ibu bukan cuma perkara melahirkan, ngasih makan anak, tapi juga menata hati, energi, biar bisa memberikan kasih sayang. Apalagi [Kanti] ini jarak anaknya dekat, jadi susah buat napas," imbuhnya.

Simak penyebab orang tua sampai pada keputusan untuk membunuh anak lainnya menurut keterangan psikolog di halaman berikut.

Tidak ada support system


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :