Terbuai Arus Green Canyon dan Hujan Abadi Pangandaran
Hujan mengguyur Pangandaran pada Minggu malam di pengujung Maret lalu. Deras air dari langit pelan-pelan menyapu hawa hangat khas pesisir. Udara berganti sejuk, Keputusan menginap barang semalam di Pangandaran pun semakin bulat.
Waktu tidur terasa singkat. Matahari pagi yang merekah seperti menarik kami untuk segera keluar dari penginapan. Cerah pagi dan geliat orang-orang di luar penginapan memupuk lagi semangat kami menjelajahi Green Canyon Pangandaran.
Lihat Juga :MUDIK LEWAT PANSELA Mudik Lebaran 2022, Pilih Jalur Pansela atau Tol Trans Jawa? |
Menyusuri Green Canyon, Pangandaran, di masa pancaroba memiliki sensasi berbeda. Debit air Sungai Cijulang yang melintasi tak bisa diprediksi.
Dari luar gerbang, air Cijulang tampak hijau, pertanda Green Canyon layak untuk disusuri. Terlebih, pihak pengelola menyatakan debit air hari itu aman.
Cholil Rahman, salah satu pengurus Green Canyon mengatakan debit air yang diperbolehkan untuk berenang menyusuri arus sungai atau body rafting maksimal 65 sentimeter.
Ada tiga pilihan paket untuk menjelajahi Green Canyon. Paket biasa (tanpa renang) selama 45 menit biayanya Rp200 ribu per perahu. Paket renang selama 30 menit hingga ke titik Batu Payung biayanya Rp300 ribu per perahu. Sementara paket renang selama 1 jam hingga Pemandian Putri yaitu Rp400 ribu per perahu.
Wisatawan juga bisa membawa makanan serta barang-barang elektronik yang akan disimpan dalam dry bag.
Lihat Juga :CATATAN PERJALANAN Jalur Mudik Pansela: Surga Wisata Anti Bosan nan Menantang |
Susuri Hutan Lindung
Sebelum pergi ke pick up point, peserta harus memasang rompi pelampung, sehingga tak perlu khawatir tenggelam saat berenang atau body rafting.
Setelah itu, peserta menumpang mobil pikap ke hutan lindung. Waktu tempuh sekitar 20 menit.
Start point di hutan yaitu Guha Bau. Pepohonannya masih rimbun dan banyak burung dan satwa lainnya.
"Ada burung elang, jalak, kemudian ada orang sini nyebutnya Kasintu. Hewan endemik," kata Cholil.
Saat menceburkan diri ke air, badan langsung tertarik oleh arus. Kami mengikuti arahan Cholil sebelumnya, terlentang, bagian kaki di paling depan.Setelah melewati hutan, tibalah di Green Canyon. Kami langsung meloncat ke sungai. Sayangnya, air tak sehijau biasanya setelah malam diguyur hujan. Tetapi lelah perjalanan membelah jalur pantai selatan (Pansela) Jawa harus dibayar lunas di Pangandaran.
"Paling tidak kalau terbentur batu yang kena kaki bukan kepala," kata dia.
Mengaso di Pemandian Putri
Kami menyusuri sungai itu dengan mengambang mengikuti arus. Sesekali berhenti dan memanjat batu karang, kemudian turun lagi mengikuti arus sampai titik pertama yaitu Pemandian Putri.
Untuk sampai di sana, ada beberapa batu yang harus di panjat. Pemandian Putri berada di atas batu yang paling tinggi. Di tengahnya terdapat semacam kolam kecil. Lalu ada air yang mengalir ke kolam itu.
Di spot ini, peserta bisa bersantai di bawah aliran air sekaligus berendam di kolam sambil menikmati Green Canyon dari ketinggian.
Dari Pemandian Putri, kami melanjutkan body rafting. Pada beberapa area yang airnya terlalu deras, pemandu akan memberi arahan untuk memegang tali hingga sampai pada titik selanjutnya.
Selain itu, ada pula titik yang harus dihindari yaitu Jeram Blender, pusaran air yang menyerupai blender. Pusaran itu lebih kencang dari yang lain, dan berputar layaknya blender.
Namun tak perlu khawatir, karena pemandu akan memberi tahu sebelumnya dan mengarahkan peserta.
Lihat Juga :MUDIK LEWAT PANSELA Tujuh Titik Rawan Jalur Mudik Pansela |
Loncat di Batu Jamur
Spot berikutnya adalah Batu Jamur. Sesuai namanya, batu ini berbentuk seperti jamur.
Di spot ini, peserta dapat meloncat dari batu dengan ketinggian 8 meter. Tak ada tangga untuk mencapai titik puncak batu, peserta harus memanjat batu-batu itu. Tentu dengan didampingi pemandu.
"Yang enggak bisa berenang enggak apa-apa kan pakai pelampung," kata dia.
Lihat Juga :MUDIK LEWAT PANSELA Dermaga Tua Belanda dan Sepenggal Misteri dari Santolo |
Tak lama menunggu, perahu itu datang dan mengantarkan kami ke dermaga. Sepanjang jalan menuju dermaga, mata peserta akan dimanjakan dengan pepohonan yang rimbun.Setelah dari spot itu kami body rafting lagi sampai ke spot terakhir. Tempat pemberhentian dan menunggu jemputan perahu.
Panoramanya jauh berbeda dengan area body rafting yang lebih banyak disuguhkan tebing dan bebatuan, dengan sorot matahari menembus di antara celahnya. Tetesan air dari atas tebing jatuh seperti hujan. Banyak orang menyebutnya hujan abadi.
Namun, kedua panorama yang kontras itu, sama menyenangkannya.
(yla/pmg)