Jakarta, CNN Indonesia --
Jika ada hal lain yang lebih mengganggu dari sakit gigi, mungkin itu adalah penyakit asam lambung atau refluks gastroesofagus.
Di dalam dompetnya, Adya (34) menyimpan banyak kartu rumah sakit. Kartu-kartu itu tertata di dalam saku-saku dompet bak koleksi. Perkaranya adalah penyakit asam lambung yang dialaminya.
Penyakit yang menyerang sistem pencernaan itu membuat Adya mendatangi sejumlah rumah sakit dan deretan dokter berbeda. Semua dilakoni Adya demi memastikan bahwa dirinya baik-baik saja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Cuma gara-gara asam lambung saya rajin pergi ke rumah sakit. Biasanya kalau sakit, paling banter datang ke klinik utama," ujar Adya pada CNNIndonesia.com, Kamis (21/4).
Adya mencari jawaban akan kondisi medisnya dari banyak dokter. Meski ujungnya, hasil yang didapat tetap sama: asam lambung.
Meski begitu, Adya tetap tak percaya apa yang dikatakan dokter. Dalam kepalanya, pikiran tentang penyakit jantung terus berlarian kesana kemari.
Gara-garanya awal 2020 lalu. Dalam perjalanan pulang dari kantor, Adya tiba-tiba merasa tak karuan. Rasa tak karuan itu disusul dengan sensasi panas dan nyeri di dada.
Setibanya di kostan, bukannya tenang, Adya justru semakin panik. Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang. Ia langsung menghubungi seorang kawan untuk mengantarnya ke RS.
 Ilustrasi. Tak sedikit pasien asam lambung yang mengalami nyeri dada layaknya serangan jantung. (Istockphoto/Zinkevych) |
Tak mau menunggu, Adya memaksakan diri berjalan kaki menyusul sang kawan. Ia berjalan terseok-seok menyusuri jalan dengan badan yang dirasanya sudah tak berdaya. Belum lagi sesak napas parah yang muncul secara tiba-tiba.
"Rasanya kayak mau mati, susah banget mau bernapas, leher kayak tercekik," kenang Adya.
Setibanya di instalasi gawat darurat (IGD) RS, Adya ditangani. Detak jantung dan tekanan darahnya tinggi.
Dokter memberinya oksigen dan berbagai pemeriksaan dilakukan. Hasilnya, dokter menyebut bahwa Adya mengalami asam lambung naik hingga ke kerongkongan.
Adya ingat, sebelumnya ia memang baru meneguk minuman bersoda. Adya juga sadar memiliki riwayat masalah asam lambung. Tapi, rasanya tak pernah sampai separah ini, ujar Adya bingung dalam benak.
Sejak itu, hidup Adya dipenuhi oleh ketakutan-ketakutan yang di luar nalar. Ia tak berani sendirian di kamar kostan. Ia bahkan takut pergi ke kantor.
"Aneh, rasanya kayak bukan diri sendiri," ujar Adya.
Adya juga menghindari berbagai makanan pantang bagi penderita asam lambung secara ekstrem. Dalam beberapa bulan, Adya bisa bertahan hanya dengan memakan tahu, ayam, dan sayur yang semuanya dikukus.
Pernah juga suatu ketika, Adya disodori secangkir teh panas. Bukannya diminum, Adya justru ketakutan melihat teh panas dan mengamuk tak ingin meminumnya.
Adya percaya, kafein dalam teh bisa membuat asam lambung naik dan memicu gejala-gejala menakutkan seperti yang pernah dialaminya.
Menyadari ada sesuatu yang aneh pada dirinya, Adya kembali memeriksakan diri ke dokter penyakit dalam. Hasilnya, ia dirujuk untuk menemui psikiater.
 Ilustrasi. Banyak juga pasien asam lambung yang akhirnya dirujuk menemui psikiater karena kecemasannya yang intens. (Istock/grinvalds) |
Dari pertemuannya dengan psikiater, Adya tahu bahwa ketakutan-ketakutannya merupakan manifestasi dari gangguan cemas yang dialaminya.
Pasien GERD memang berisiko mengalami gangguan cemas. Sekitar 20 persen pasien GERD mengalami kecemasan yang intens di kemudian hari.
"Orang yang mengalami GERD itu sering kali lebih dominan cemasnya. Apalagi kalau kondisi GERD-nya tidak terlalu bisa ditangani dengan baik," ujar dokter spesialis kesehatan jiwa RS EMC Alam Sutera, Andri, pada CNNIndonesia.com, Rabu (20/4).
'Rasanya Takut Mati'
Setiap kali rasa nyeri dan sensasi panas di dada itu muncul, Anggun (31) selalu merasa seperti hidupnya akan berakhir.
"Duh, saya kayaknya mau meninggal ini," ujar Anggun mengenang ketakutan-ketakutannya akibat asam lambung, pada CNNIndonesia.com, Rabu (20/4).
Sama seperti Adya, Anggun juga merupakan salah satu pengidap penyakit asam lambung.
Di Indonesia, epidemiologi penyakit asam lambung tidak tercatat dengan jelas. Namun, berdasarkan studi yang dilakukan oleh ahli gastroenterologi Profesor Ari Fahrial Syam, diprediksi prevalensi GERD di Indonesia mencapai 27,4 persen.
Tahun 2020 adalah pertama kalinya Anggun mengalami serangan asam lambung yang membuatnya kalang kabut. Sesak napas akibat asam lambung bahkan sampai membuatnya sulit berbicara.
"Kayak panik, degdegan rasanya takut mati," ujarnya.
Beberapa kali juga Anggun mengalami histeria, panik, dan menangis seorang diri. Tapi, jika ditanya apa yang membuatnya menangis, Anggun bingung.
Simak cerita pasien asam lambung di halaman berikutnya..
Serangan asam lambung yang parah itu terjadi persis setelah Anggun mengalami keguguran. Riwayat asam lambung yang dimiliki, ditambah faktor stres akibat kehilangan calon buah hati, membuat gejala semakin parah.
"Memang sejak keguguran, rasanya stres berkepanjangan, lalu muncul GERD, dan semakin menjadi-jadi akhirnya," ujar Anggun bercerita.
Sejak saat itu, perasaan mendekati ajal terus menerus menghampiri Anggun. Membuatnya kesulitan menjalani kehidupan sehari-hari.
Sama seperti Anggun, perasaan takut mati juga menghampiri Heksa (33). Rasa ingin pingsan, jantung berdebar, dan tangan yang gemetar membuatnya kalang kabut.
"Saya pikir, saya kena serangan jantung," ujar Heksa pada CNNIndonesia.com, Rabu (20/4).
Pemeriksaan dokter menyebutkan bahwa Heksa mengalami penyakit asam lambung.
Tak percaya, Heksa bulak-balik pergi ke dokter hingga enam kali, termasuk juga melakukan EKG, cek darah, dan lain-lain.
Hasilnya, normal. "Cuma, ya, tetap aja rasanya takut," kata dia.
Sejak saat itu, Heksa kerap merasa ketakutan. Ia takut sesuatu buruk terjadi padanya dan tak ada yang menolongnya.
 Ilustrasi. Beberapa pengidap asam lambung juga hidup dengan ketakutan-ketakutan yang di luar nalar. (iStock/martin-dm) |
"Termasuk saat naik motor. Saya berhenti di tengah jalan, karena takut mati pas di motor," kata Heksa. Sempat juga Heksa keluar dari saf salat Jumat karena tiba-tiba merasa takut hidupnya akan berakhir.
Salah satu cara mengatasinya, Heksa kerap menelpon kawannya untuk mengalihkan pikiran bahwa hidupnya akan berakhir. Keberadaan orang lain di dekatnya membuat Heksa lebih tenang.
"Tapi, sebenarnya itu [ketakutan] yang menguras tenaga. Pikiran takut mati. Akhirnya efeknya ke fisik. Mata celong, kepala pusing dan berat," ujar Heksa.
Kini, setelah menjalani pengobatan dengan psikiater beberapa lama, kondisi Heksa mulai membaik. Ia bisa beraktivitas dengan normal, meski sesekali rasa tak karuan itu muncul selewat.
Harus Selalu Dekat IGD
Sebagai seorang musisi, Adrian (35) kerap berkeliling berbagai kota untuk tampil. Tapi, ia selalu memberi syarat pada penyelenggara acara: memberinya hotel yang berdekatan dengan rumah sakit.
Bukan apa-apa, Adrian tak mau berada jauh dari rumah sakit saat ia mengalami sesak napas dan nyeri dada. Sensasi menyeramkan yang dialaminya saat pertama kali menghadapi serangan naiknya asam lambung parah.
Serangan itu terjadi pada tahun 2012 lalu. Di tengah agenda kongko bersama kawan, Adrian tiba-tiba merasa tak karuan. Rasa itu disusul dengan sensasi mual dan sesak napas, dan berakhir pada nyeri di bagian dada.
Dari sana, Adrian pergi ke IGD RS seorang diri. Pemeriksaan EKG menunjukkan hasil yang normal. Tapi, ternyata lambungnya penuh dengan gas.
"Begitu disuntik obat penetral asam lambung, udah lega," kata Adrian pada CNNIndonesia.com, Kamis (21/4).
Kondisi itu membuat Adrian akhirnya menemui ahli penyakit dalam, yang akhirnya merujuknya untuk menemui psikiater.
Sepanjang tahun 2013-2014 adalah waktu yang paling merepotkan bagi Adrian. Ketakutannya semakin menjadi-jadi.
Adrian bisa saja tiba-tiba panik, ketakutan, menangis, sesak napas, dan nyeri dada. Saat rasa-rasa itu muncul, ia langsung lari ke IGD.
 Ilustrasi. Beberapa pasien asam lambung juga kerap bulak-balik pergi ke IGD untuk menenangkan diri. (Adhi Wicaksono) |
Ibarat kamar, bagi Adrian, IGD adalah satu satu ruang yang memberikan rasa nyaman. "Rasanya nyaman dan aman aja kalau ada di IGD. Misal ada apa-apa, tenang aja, di sini ada ahli-ahli yang bisa menangani," ujar Adrian.
Jika dihitung, dalam setahun, Adrian bulak-balik ke IGD sebanyak 38 kali. Artinya, rata-rata Adrian pergi ke IGD tiga kali dalam setiap bulannya.
"Sampai akrab sama tenaga kesehatan di RS. Saya juga selalu diperiksa dengan SOP yang benar, walau ujung-ujungnya, ini tuh enggak ada yang perlu dikhawatirkan," ujar Adrian.
Sama seperti Adya, Anggun, dan Heksa, serangan naiknya asam lambung yang parah membawa Adrian pada ketakutan-ketakutan di luar nalar.
Dari asam lambung, Adrian kemudian mengalami gangguan cemas. Dari sana, lebih spesifik lagi, Adrian mengalami hipokondria.
Semuanya terjadi berurutan, seolah menjadi 'skenario' pasti yang akan selalu dialami pasien asam lambung. Dari serangan asam lambung yang menakutkan, berubah menjadi ketakutan-ketakutan yang di luar nalar.
Kini, kondisi Adrian jauh lebih baik. Selain melakukan perawatan dengan psikolog dan psikiater, meditasi juga menjadi salah satu P3K-nya saat rasa tak karuan itu muncul. Menurutnya, saat kecemasan itu perlahan hilang, dirinya lebih bisa mengontrol respons saat asam lambung naik.
"Sekarang, sih, saya tinggal menertawakan aja ketakutan-ketakutan saya di masa lalu. Kalau dipikir-pikir, kok, rasanya saya waktu itu seperti 'orang gila' ya," ujar Adrian seraya tertawa kecil.