Sedih tak selalu diekspresikan dengan nelangsa. Beberapa orang justru berusaha menyembunyikan kesedihannya dan mencoba terlihat bahagia di depan orang lain.
Kondisi ini umum dikenal dengan istilah smiling depression. Dalam kondisi ini, seseorang akan berpura-pura bahagia dengan berbagai alasan meski merasakan kesedihan yang sangat dalam.
Seseorang yang mengalami smiling depression akan terlihat bahagia di luar. Namun di dalam lubuk hatinya, mereka mengalami kesedihan yang begitu intens.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada beberapa alasan yang umumnya membuat seseorang memilih untuk tetap terlihat bahagia. Kondisi ini biasa terjadi pada orang yang mengalami smiling depression.
Berikut di antaranya, melansir Verywell Mind.
Depresi dan rasa bersalah cenderung berjalan beriringan. Akibatnya, banyak individu yang tak ingin membebani orang lain dengan masalah dan kesedihan yang mereka hadapi.
Alasan ini umumnya terjadi pada orang yang terbiasa membantu orang lain daripada menerima bantuan.
Mereka umumnya tak tahu bagaimana caranya meminta bantuan. Dengan begitu, mereka memilih untuk menyimpan kesedihannya seorang diri.
![]() |
Beberapa orang menganggap depresi sebagai sebuah kelemahan. Mereka percaya bahwa mereka harus melepaskannya.
Smiling depression mungkin berasal dari penyangkalan seseorang akan perasaan tertekan yang dialaminya. Mereka berpikir bahwa tersenyum akan meringankan perasaan tertekan.
Beberapa orang khawatir terhadap konsekuensi yang bakal didapat saat lingkungan sosialnya mengetahui kondisi depresi yang dialaminya.
Misalnya, takut dianggap tidak bisa bekerja dengan baik di kantor atau takut ditinggalkan oleh pasangan yang tak bisa menerima kondisinya. Alih-alih dihakimi, mereka lebih memilih untuk bersembunyi di balik senyuman.
Orang dengan smiling depression umumnya khawatir mereka akan terlihat lemah di depan banyak orang. Tak cuma itu, mereka juga khawatir orang-orang di lingkungannya menjadikan kondisi tersebut untuk menekannya.
Pada akhirnya, mereka lebih suka menunjukkan sisi diri yang keras dan tangguh, daripada mengakui kelemahannya dan meminta bantuan.
Di zaman kiwari, media sosial menggambarkan kebahagiaan dengan cara yang tidak realistis. Banyak orang mengunggah momen-momen bahagianya.
Akibatnya, orang dengan smiling depression percaya bahwa hanya mereka-lah yang berjuang dengan masalah kesehatan mental. Rasa terisolasi membuat mereka menyembunyikan emosi diri yang sebenarnya.
Beberapa orang punya karakter perfeksionis yang kuat. Di satu sisi, perfeksionis bisa menjadi kelebihan. Namun, di sisi lain, perfeksionis bisa jadi bumerang.
Salah satunya adalah berusaha menghadirkan kehidupan yang sempurna di depan lingkungan sosialnya, meski hati sangat tertekan.
Orang-orang perfeksionis umumnya berpikir bahwa depresi membuat kehidupan menjadi kurang sempurna.
(asr)