Menilik Sejarah Museum Lubang Buaya Jelang Peringatan G30S
Museum Lubang Buaya yang terletak di Jalan Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, identik dengan peringatan Gerakan 30 September atau G30S.
Wisata sejarah ini menyimpan cerita kekejaman dari peristiwa pada 30 September 1965. Museum ini juga dikenal dengan nama lain Monumen Pancasila Sakti.
Museum Lubang Buaya ini dibuka setiap hari dan mulai beroperasi dari pukul 9.00 WIB sampai 21.00 WIB. Harga tiket masuk museum ini pun terbilang murah yakni hanya Rp5 ribu.
Dengan membayar tiket itu, kamu sudah dapat berkeliling museum dan belajar dari setiap diorama yang dipajang di Museum Lubang Buaya.
Lubang Buaya sendiri merupakan sebutan untuk sumur yang dipakai untuk mengubur tujuh perwira TNI AD yang telah dibunuh dengan kejam pada malam 30 September 1965.
Tujuh perwira TNI AD itu antara lain, Jenderal Ahmad Yani, Mayjen R. Soeprapto, Mayjen M.T. Haryono, Mayjen S. Parman, Brigjen D.I Panjaitan, Brigjen Sutoyo, dan Lettu Pierre A. Tendean. Mereka kemudian disebut sebagai Pahlawan Revolusi.
Barang-barang peninggalan peristiwa G30S seperti pakaian yang dikenakan oleh para korban saat penculikan, penyiksaan, dan pembunuhan, dipamerkan di Museum Lubang Buaya. Selain itu, ada pula bukti visum yang dipamerkan di ruang relik museum tersebut.
Lokasi jenazah tujuh pahlawan revolusi itu ditemukan semuanya pada 4 Oktober 1965 di kawasan hutan karet Lubang Buaya. Tujuh jenazah tersebut ditemukan di sumur tua dengan kedalaman sekitar 15 meter.
Sumur itu tertutup tumpukan daun kering ketika ditemukan. Setelah sumur itu ditemukan, butuh waktu sekitar empat jam untuk menggali dan mengangkat tujuh jenazah tersebut.
(wiw/wiw)