Thrifting kini menjadi gaya hidup yang dipilih banyak orang. Tak cuma sekadar berhemat, thrifting juga dinilai sebagai salah satu gaya hidup berkelanjutan yang belakangan dianggap keren.
Pada dasarnya, thrifting adalah berhemat. Budaya ini diawali oleh orang-orang yang tak mampu membeli baju baru dengan harga selangit. Sebagai gantinya, baju bekas pun jadi pilihan.
Dulu, mungkin belanja baju bekas hanya jadi pilihan gaya hidup segelintir orang. Namun kini, baju bekas justru jadi alternatif yang disukai banyak orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terbukti, jika dulu baju bekas hanya bisa didapatkan di pasar loak, kini bisa didapatkan di mana saja. Berbagai toko daring pun berlomba-lomba memasarkan baju-baju bekas yang dinilai masih layak pakai.
Ada gula, ada semut. Merebaknya penjualan baju bekas di mana-mana tentu tak muncul ujug-ujug.
Pengamat sosial dan budaya Universitas Indonesia Devie Rahmawati menilai ada beberapa faktor yang turut memengaruhi menjamurnya tren thrifting.
"Ada pengaruh social media juga yang mempromosikan budaya ini. Biasanya dimulai oleh para konten kreator yang punya reputasi, dan tahu sendiri anak muda kita kebanyakan FOMO," kata Devie, saat dihubungai CNNIndonesia.com, September lalu.
Menurut Devie, semakin berkembangnya budaya thrifting ini tidak terlepas dari lima unsur utama. Lima unsur itu disebut sebagai 5K. Berikut di antaranya.
![]() |
Krisis dalam hal keuangan memberi pengaruh yang cukup besar terhadap daya beli masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena pandemi Covid-19, yang tak cuma berdampak pada kesehatan masyarakat, tapi juga daya beli masyarakat.
Keuangan merosot tapi kebutuhan sandang tak berkurang. Akhirnya, banyak orang yang beralih ke pasar loak atau thrifting untuk memenuhi kebutuhan mereka.
"Ke pasar thrifting dengan uang Rp300 ribu bisa dapat tiga pasang atau bahkan lebih baju dengan label Nike, Gucci, bahkan kalau beruntung bisa ada Prada," kata Devie.
Kedua, adalah kesadaran ekologi. Hal ini terkait dengan isu mengenai limbah tekstil yang menjadi salah satu penyumbang sampah terbesar di dunia. Kiwari, orang-orang mulai menyadari hal tersebut.
Pemikiran menumpuk sampah tekstil dari baju-baju tak terpakai yang pelan-pelan bisa menghancurkan Bumi tanpa disadari membuat pasar thrifting maju pesat.
"Orang-orang sadar, kalau terus beli baju, sampahnya makin banyak. Makanya, ya udah, beli yang bekas saja. Jadi, tidak menumpuk masalah sampah baru," kata Devie.
Simak faktor lain yang memengaruhi thrifting di halaman selanjutnya..