LIPUTAN KHUSUS

Makkette, Tradisi Sakral Sunat Perempuan Penyempurna Islam di Bone

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Selasa, 31 Jan 2023 11:30 WIB
Andi Ika Mardita masih ingat betul saat dia mendampingi kedua putrinya yang menjalani ritual sunat perempuan, tradisi sakral Bugis untuk menyempurnakan agama.
Ilustrasi. Makatte merupakan salah satu ritual sunat perempuan yang masih terus dilakukan oleh masyarakat Bugis hingga saat ini.

Adat, agama, dan kepercayaan agar tak jadi wanita sundal

Sunat perempuan atau makkatte merupakan ritual yang dilakukan suku Bugis.

Khitan atau sunat ini juga tidak dilakukan saat anak perempuan tersebut baru lahir melainkan di rentang usia 4-7 tahun .

Kata Ika, lazimnya memang seperti itu, agar anak sudah bisa baca tulis Al-Quran dan membaca dua kalimat syahadat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Makkatte atau sunat perempuan menjadi identitas kultural masyarakat Bugis yang juga bagian dari agama yang dianutnya, Islam. Kata Ika, belum sempurna agama Islamnya jika anak perempuan belum disunat.

Bukan hanya soal itu, masyarakat setempat juga percaya kalau, ritual makkatte juga dilakukan agar perempuan tidak menjadi wanita nakal dan sundal saat dewasa.

"Ketika sudah bisa mengaji, sudah bisa mengikuti ucapan yang disampaikan Sanro boleh disunat, istilahnya kan biar tidak gatal kalau sudah besar," jelas Ika.

Makkatte, diyakini sebagai 'menyakiti' demi kesejahteraan anak perempuan

Tradisi makkatte tentu tak dilakukan sembarangan. Ada berbagai ritual yang harus dijalankan. Begitu juga yang dilakukan Ika dan keluarganya.

Sebelum kedua anaknya di-makkatte atau disunat, ada berbagai macam barang yang mesti dikumpulkan.

Kata Ika, semua yang tersedia memiliki pesan, makna dan doa. Jadi tradisi ini memang bukan tradisi sembarangan, melainkan doa-doa yang dipanjatkan untuk anak. Agar kelak ketika dewasa anak bisa hidup sejahtera, beriman, dan selalu berlimpah rezeki.

Benda-benda yang harus ada itu, mulai dari sarung sutra sebanyak tujuh lapis yang menjadi sarung adat masyarakat Bugis. Sarung ini tergolong jarang dan cukup sulit didapatkan.

"Tapi kalau sudah cari tidak ada, karena harganya juga lumayan mahal, bisa sebagian sarung biasa, sebagian sarung sutra," katanya.

Bukan soal harganya, tapi sarung ini juga punya maknanya sendiri. Sarung sutra melambangkan kelahiran kembali. Penyucian anak perempuan yang baru disunat, kain baru yang membawa anak pada dunia baru tempat dia berpijak kelak.

Selain sarung, ada juga baju bodo yang berjumlah tujuh helai. Jumlahnya tujuh helai, harus dipakai semua saat anak melakukan sunat. Baju ini tak memiliki filosofi khusus, tapi merupakan baju adat masyarakat Bugis. Sehingga sifatnya wajib dan harus ada.

Barang lain yang harus disiapkan adalah ayam jago kampung yang memiliki jengger tebal, beras ketan hitam dan putih, air bening di wadah, satu sisir pisang ambon, dua butir telur, dan gula merah.

Kemudian bantal yang dilapisi sajadah dan tujuh lapis sarung sutra. Bantal ini akan digunakan sebagai tempat anak disunat.

"Kalau gula merah itu filosofinya agar hidup yang dijalani selalu manis, untuk telur agar nantinya bisa memiliki keturunan ketika dewasa, dan makanan itu yang lain seperti pisang dan beras ketan untuk penarik rezeki," katanya.


Berlanjut ke halaman berikutnya...

Tradisi Kental yang Berbalut Agama

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER