LIPUTAN KHUSUS

Kelesah Tabu Sunat Perempuan di Antara Medis, Tradisi, dan Agama

Tiara Sutari | CNN Indonesia
Selasa, 31 Jan 2023 10:00 WIB
Di satu sisi, sunat perempuan dianggap berbahaya secara medis. Tapi di sisi lain, sunat perempuan juga tak bisa dilepaskan dari tradisi dan ajaran agama.
Ilustrasi. Menjadi bagian dari tradisi dan agama yang tak bisa dihilangkan, sunat perempuan sesungguhnya berbahaya secara medis. (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani)
Jakarta, CNN Indonesia --

Masih kental di ingatan Medina--bukan nama sebenarnya--saat pertama kali menerima potongan klitoris yang berhasil digunting oleh seorang bidan senior, yang telah dianggapnya sebagai guru.

"Takut," ujar perempuan berusia 33 tahun itu sambil bergidik ngeri.

Potongan klitoris itu adalah hasil praktik sunat perempuan yang dilakukan oleh gurunya di tengah malam buta pada 2010 lalu. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saking ngerinya, kala itu Medina hanya bisa memandangi potongan klitoris yang telah dibungkus kain perban. Kaget? Tentu saja, karena ini adalah pengalaman pertama baginya.

Tak berselang lama, klitoris itu diserahkan pada orang tua si bayi. Sementara di sebelahnya, bayi itu masih menendang-nendang, menangis, seolah protes akan rasa sakit yang dialami.

"Awalnya, ya, kaget juga. Tapi karena saya bidan baru, jadi ikut saja perintah dari bidan senior," kata Medina saat berbincang dengan CNNIndonesia.com di kliniknya yang berada di kawasan Jakarta Selatan, medio Januari lalu.

Medina sudah tak asing lagi dengan praktik sunat perempuan. Sejak lulus sekolah kebidanan, dia ikut dengan seorang bidan senior untuk menimba ilmu sekaligus membantu pekerjaan sang bidan.

Bukan cuma membantu proses persalinan, Medina juga kerap diajak membantu proses tindik hingga sunat bayi perempuan.

"Waktu itu [sekitar 2010-an] memang banyak yang minta sunat, dan memang belum ada larangan juga," kata Medina.

Gurunya itu memang rutin menerima pasien sunat perempuan. Medina juga kerap diajari, agar kelak ilmu sunat perempuan ini bisa berlanjut meski sang guru harus pensiun.

Benar saja, Medina kini juga 'jago' dalam hal sunat-menyunat bayi perempuan. Medina kini melanjutkan klinik tempatnya menimba ilmu, selepas sang guru berhenti berpraktik pada 2018 lalu akibat stroke.

Beberapa kali Medina menerima tawaran untuk melakukan sunat bayi perempuan.

Namun, proses sunat yang dikerjakannya tidak seekstrem yang biasa dilakukan sang guru. Medina hanya memotong sedikit bagian klitoris bayi.

"Dikit, sedikit banget, kayak ketombe gitu. Pokoknya sedikit, cuma untuk syarat saja," klaimnya.

ilustrasi sunat perempuan atau female genital mutilationIlustrasi. Sunat perempuan masih terus menjadi perdebatan. (iStockphoto)

Medina tak membantah bahwa sunat perempuan memang menjadi perdebatan, bahkan sempat dilarang keras. Dia juga paham betul bahwa tak ada manfaat medis apa pun dari praktik sunat yang dilakoninya itu.

Hanya saja, sebagai bidan, permintaan sunat tetap datang padanya. Tak jarang bahkan pasien yang berasal dari luar Jakarta.

Beberapa kali Medina menolak sembari memberikan penjelasan pada orang tua bahwa sunat perempuan adalah praktik berbahaya dan sama sekali tak bermanfaat.

Namun, ada saja orang tua yang keukeuh. Mereka menjadikan tradisi dan agama sebagai alasan. Jika sudah begitu, apa lacur, Medina tak bisa menolak permintaan sunat.

"Suka tetap ada yang maksa. Bilangnya, kan, [sunat perempuan bagian dari] adat, agama. Ya, kita kalau [orang tua] sudah enggak bisa dikasih tahu, ya, kita sunat," kata dia.

Tak banyak proses sunat yang dijalani Medina selama berpraktik, utamanya setelah sang guru harus pensiun. Proses sunat terakhir yang dijalaninya berlangsung pada sekitar 2018-2019 lalu.

Medina sendiri juga sebenarnya takut jika tetap mempraktikkan sunat perempuan. Apalagi, anjuran agar sunat perempuan tidak dilakukan kini kian gencar disosialisasikan.

Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sendiri tidak mengeluarkan izin praktik sunat perempuan. Pasalnya, praktik ini tidak masuk dalam kategori tindakan medis, melainkan bagian dari tradisi yang telah berlangsung lama di Indonesia. Medina dan bidan-bidan lain yang menjalankan sunat perempuan pada dasarnya hanya memiliki izin praktik bidan.

In this photograph taken on February 20, 2017, toddler Salsa Djafar cries as a traditional healer conducts a circumcision in Gorontalo, in Indonesia's Gorontalo province. - Female circumcision -- also known as female genital mutilation or FGM -- has been practised for generations across Indonesia, which is the world's biggest Muslim-majority country, and is considered a rite of passage by many. (Photo by BAY ISMOYO / AFP) / TO GO WITH Indonesia-religion-rights-women,FEATURE by Olivia RondonuwuIlustrasi. Meski tak melarang dengan gamblang, namun Kemenkes tidak merekomendasikan praktik sunat perempuan. (AFP/BAY ISMOYO)

Kemenkes hingga saat ini masih terus melakukan sosialisasi soal bahaya sunat perempuan. Meski tak melarang secara gamblang, namun Kemenkes tidak merekomendasikan orang tua untuk menyunat anak perempuannya.

"Kami menyatakan [sunat perempuan] tidak baik dilakukan. Tapi karena budaya, enggak bisa dihilangkan. Kami upayakan eliminasi dengan cara edukasi dan sosialisasi," ujar Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Perempuan Kemenkes, Kartini Rustandi pada CNNIndonesia.com.

Selama tahun-tahun berjalan, aturan Kemenkes terkait sunat perempuan beberapa kali mengalami perubahan.

Pada tahun 2006, Kemenkes sempat melarang keras praktik ini melalui Surat Edaran Kementerian Kesehatan Tahun 2006 tentang Larangan Sunat Perempuan.

Aturan itu kemudian diubah melalui Peraturan Menteri Kesehatan yang terbit pada 2010 lalu. Aturan ini mendefinisikan sunat perempuan sebagai tindakan yang hanya menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris, tanpa perlu melukai klitoris.

Namun kemudian, Permenkes itu dicabut dan diubah lagi melalui Permenkes Nomor 6 Tahun 2014. Aturan baru ini tidak menyebut sunat perempuan benar-benar dilarang. Hanya saja, kata Kartini, sunat perempuan memang sebaiknya tidak dilakukan.

"Kami tetap lakukan sosialisasi, tapi bukan langsung menghilangkan, melarang," ujar Kartini.

Simak selengkapnya tentang sunat perempuan di halaman berikutnya..

Banner Topik Gaya Hidup - Kontroversi Sunat Perempuan di Indonesia

Tak bisa dilarang begitu saja

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER